Menimbang Urgensi Aplikasi Talenta Ayu Disdik Kab. Indramayu dalam Meningkatkan Literasi Digital

Oleh :
Sujaya, S.Pd.
(Penggerak Literasi di Komunitas CAKEP Chapter Indramayu)

Aplikasi Talenta Ayu yang merupakan akronim dari Tanggap Literasi Numerasi Tetap Asyik Kab. Indramayu oleh Dinas Pendidikan Kab. Indramayu yang telah diluncurkan pada tanggal 28 Oktober 2023. Peluncuran aplikasi Talenta Ayu ini mengundang komentar positif dan harapan optimis, baik dari para guru khususnya di Indramayu dan penggerak literasi pada umumnya.

Dengan telah diluncurkannya Aplikasi Talenta Ayu ini, pada umumnya para pendidik dan penggerak literasi di Indramayu berharap dengan Aplikasi inovasi ini dalam upaya peningkatan kompetensi literasi dan numerasi melalui pembiasaan dengan aplikasi yg melibatkan warga sekolah.

Aplikasi yang inovatif, kreatif dan solutif ini akan membuat gairah dan motivasi para siswa di sekolah untuk membaca atau berliterasi dan gurunyapun akan lebih terampil dalam berliterasi dan bernumerasi. Mereka sangat berharap Aplikasi Talenta Ayu merupakan sebuah konsep inspiratif yang dapat meningkatkan kemampuan literasi numerasi secara umum dan sangat bermanfaat untuk meningkatkan kemapuan literasi digital bagi pendidik dan peserta didik, sehingga pendidikan di Kabupaten Indramayu lebih maju.

Data dari Badan Pusat Statistik (BSP) menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2023 sebanyak 278,69 juta jiwa. Namun sangat disayangkan, hal ini berbanding terbalik dengan jumlah minat bacanya. Dilansir dari data UNESCO, hanya 0,001% masyarakat Indonesia yang memiliki minat baca. Hal itu berarti, dari 1000 orang Indonesia, hanya 1 orang yang suka dan aktif membaca. Selain itu, berdasarkan survei yang dilakukan oleh Program of International Student Assessment (PISA) pada tahun 2019, minat baca Indonesia menempati peringkat ke-62 dari 70 negara. Dengan kata lain, Indonesia masuk dalam bagian 10 negara yang memiliki tingkat literasi terendah di antara negara-negara yang disurvei. Berdasarkan data OECD tingkat literasi Indonesia masih berada di tingkat 74 dari jumlah 79 negara di dunia Sehingga hal inilah yang perlu menjadi pemikiran dan instropeksi untuk terus meningkatkan gerakan literasi dan tidak berhenti menebarkan semangat kegiatan literasi .

Pada umumnya, literasi diartikan sebagai kemampuan baca, tulis, dan pemahaman terhadap satu masalah. Menurut Lestari, dkk. (2021), literasi merupakan proses pembelajaran yang dilakukan secara komprehensif untuk mengidentifikasi, memahami informasi, berkomunikasi, dan menghitung menggunakan bahan cetak dan tertulis dengan berbagai konteks.

Lalu, pernahkah kita berpikir bagaimana dunia tanpa literasi? Mungkin, bagai sebuah tempat, hanya akan ada kegelapan, hitam tanpa penerang. Bagaimana tidak? dengan literasi, seseorang dapat memperkaya kosakata, mengoptimalkan kinerja otak (sebab sering digunakan untuk menulis dan membaca), memperluas wawasan dan memeroleh informasi terbaru, meningkatkan kemampuan interpersonal seseorang, meningkatkan kemampuan memahami informasi dari bahan bacaan, mengasah kemampuan verbal, memperbaiki kepekaan terhadap informasi dari berbagai media, serta melatih diri untuk bisa merangkai kata dengan baik.

Tentunya kita bertanya-tanya, mengapa hal ini bisa terjadi? Menurut Rusti (2023), beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya kemampuan literasi di Indonesia pfaktor penyebabnya adalah

1. Kurangnya Minat Membaca
Minat didefinisikan sebagai perasaan suka dan tertarik terhadap sesuatu. Sedangkan membaca, memiliki banyak manfaat seperti meningkatkan aktivitas otak, menambah pengetahuan, dan mengasah daya ingat. Sehingga, dengan berkurangnya minat baca, berkurang pula sistem kerja otak dalam memahami suatu masalah.

2. Saran dan Prasarana yang Kurang Memadai
Fasilitas atau sarana dan prasarana yang disediakan, sangat berpengaruh terhadap kemampuan membaca. Sarana dan prasarana yang dimaksud adalah perpustakaan, taman baca masyarakat, dan ketersediaan buku-buku bacaan. Benar bahwa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dalam mendukung program Merdeka Belajar Ke-23 telah membagikan buku bacaan di seluruh Indonesia dalam bentuk buku bacaan bermutu. Namun, siapa yang dapat menjamin bahwa buku-buku tersebut akan sampai di pelosok negeri? Harus diakui bahwa Indonesia masih memiliki keterbatasan, terutama akses ke wilayah pedesaan.

3. Kemiskinan dan Hubungan dalam Keluarga
Peran penting keluarga sangat dibutuhkan untuk peningkatan literasi dari rumah. Peran yang dimaksud, bisa diberikan keluarga dalam bentuk kasih sayang, memberikan nasihat, dan diskusi tentang apa yang telah dilakukan anak. Sebaliknya, jika hubungan dalam keluarga tidak harmonis, juga akan berdampak pada anak. Terkait dengan itu, peran orang tua sangat berpengaruh pada perkembangan anak. Kurangnya perhatian orang tua juga dapat memengaruhi kemampuan membaca, menulis, bernalar, dan juga berhitung. Selain itu, perlu juga dipahami bahwa kemiskinan juga berpengaruh pada rendahnya tingkat literasi. Karena, kemiskinan mengakibatkan keluarga tidak mampu menyediakan buku dan sarana belajar lainnya.

4. Pengaruh Ponsel dan Televisi
Sebagai sarana hiburan, televisi memegang peran yang sangat penting. Menonton televisi sudah menjadi rutinitas yang dilakukan banyak orang sehingga kebiasaan membaca menjadi menurun. Saat ini, kemajuan teknologi bahkan telah menciptakan alat baru yang sangat berguna, mudah, bahkan menghibur, dalam bentuk ponsel. Ponsel tidak bisa lepas dari genggaman. Bukan hanya orang tua, anak-anak juga menggunakannya. Ponsel menawarkan banyak tayangan dan fitur, seperti permainan, youtube, tiktok dan lain sebagainya, sehingga menggeser minat seseorang terhadap kegiatan membaca buku. Hal ini tentu saja berdampak pada kemampuan literasi.

5. Kualitas Pendidikan dan Model Pembelajaran di Sekolah
Kualitas pendidikan yang beragam di setiap daerah juga menjadi faktor penting yang memengaruhi literasi. Kurangnya tenaga pendidik yang berkualitas serta model pembelajaran yang tidak efektif, merupakan kendala yang harus dicarikan solusinya. Metode mengajar, prosedur, dan kemampuan guru merupakan alat utama untuk mewujudkan tujuan pembelajaran.

Menurut Ekonom Senior INDEF Aviliani dalam CNBC Indonesia Tech & Telco Outlook 2023, Selasa menyebut tingkat literasi digital di Indonesia hanmasih rendah hanya sebesar 62%. Jumlah tersebut paling rendah jika dibandingkan negara di ASEAN lainnya yang rata-rata mencapai 70%. Masyarakat Indonesia kalau kita lihat literasi (digital)-nya baru 62%. Negara di Korea sudah 97%. Rata-rata di ASEAN sudah 70%. Jadi, memang tingkat literasi digital kita masih rendah. Sementara itu Dirjen Aplikasi Informatika Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan menyebut bahwa posisi masyarakat Indonesia dalam literasi digital berada di rata-rata angka 3,54 dari indeks 1-5. Angka posisi itu meliputi digital skill, digital safety, digital cultur, dan digital etic.
Melihat beberapa faktor penyebab di atas maka perlu upaya terobosan untuk bergerak dan membuat perubahan. Maka dalam upaya mengatasi berbagai permasalahan literasi di Indonesia, diperlukan berbagai upaya yang komprehensif, di antaranya menerapkan kegiatan literasi yang efektif dan menarik perhatian, menyediakan sarana dan prasarana yang menunjang peningkatan literasi siswa, melakukan kolaborasi dengan para orang tua untuk pembiasaan membaca, serta melakukan model pembelajaran oleh guru di sektor pendidikan yang tidak membosankan.

Dengan Aplikasi Digital Talenta Ayu ini diharapkan akan meningkatkan semangat dan meningkatkan tingkat literasi di Indramayu dan khususnya dalam upaya peningkatan literasi digital. Hal ini merupakan respon gerak cepat dari tidak lanjut dari ungkapan pengamat medsos dan pakar perlindungan data pribadi Ibnu Dwi Cahyo dalam momen Hardiknas 2 Mei 2023 yang lalu yang menjelaskan pentingnya literasi digital lewat institus pendidikan formal . Perbaikan literasi digital lewat institusi pendidikan tidak bisa ditunda lagi. Hal ini karena semua sentra kehidupan sudah tersentuh digitalisasi. Sehingga pendidikan formal menjadi tempat pertama dan utama bagi anak bangsa untuk belajar apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan di wilayah siber. Kesempata untuk meningkatkan literasi digital lewat lembaga pendidikan formal akan sangat bisa dilakukan, apalagi dengan adanya kutikulum merdeka Belajar . Namun tak kalah penting adalah membekali pengajar di sekolah instrument tambahan agar para pengajar juga bisa up date dengan perkembangan yang terjadi. Hal ini pentinf agar ada relasi antara murid dengannative digital dengan para pengajar. Mendorong literasi digital di lembaga pendidikan formal akan membantu Indonesia bergerak evolusioner dan revolusioner.