Model Pencegahan School Bullying yang Efektif di Jepang, Amerika Serikat, Finlandia dan Indonesia

 

Oleh : Sujaya, S.Pd.
(Choach Cita Rasa Kebaikan Pelajar (CAKEP) Chapter lndramayu

Kasus bullying di sekolah masih marak terjadi. Tentu bullying yang terjadi di sekolah dapat menimbulkan keresahan, baik bagi siswa, guru, dan orang tua. Untuk itu perlu adanya peran dari berbagai pihak dalam upaya mencegah terjadinya bullying di sekolah. Lantas apa saja cara yang dapat dilakukan untuk mencegah bullying di sekolah?

Apa Itu Bullying?

Bullying dapat disebut juga sebagai perundungan. Istilah ini seakan-akan sudah berkembang di tengah masyarakat dan bahkan bisa dibilang sudah biasa terjadi. Dikutip dari situs Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemenpppa), bullying adalah segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan sengaja.

Bullying ini terjadi ketika terdapat pelaku yang memiliki kekuatan atau kekuasaan lebih besar atas orang lain yang dianggap lebih lemah. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk menyakiti dan dilakukan secara terus menerus.

Dalam konteks di lingkungan sekolah, perilaku bullying ini dilakukan oleh seorang atau sekelompok siswa yang memiliki kuasa terhadap siswa lain.

Jenis Bullying
Dikutip dari artikel Kemenpppa, perilaku bullying dapat dibedakan menjadi enam jenis atau kategori, sebagai berikut:
1. Kontak fisik
Tindakan bullying ini dilakukan secara kontak fisik langsung, seperti melakukan tindakan memukul, mendorong, menggigit, menjambak, menendang, mengunci dalam ruangan, mencubit, memeras, dan merusak barang milik orang lain.
2. Kontak verbal
Tindakan ini dilakukan secara melalui verbal atau ucapan, seperti mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu, memberi panggilan nama tertentu yang buruk, sarkasme, mengejek, mengintimidasi, memaki, dan menyebarkan gosip.
3. Nonverbal langsung
Tindakan ini dilakukan dengan tanda gestur tubuh yang terlihat merendahkan orang lain, seperti melihat sinis, menjulurkan lidah, ekspresi muka merendahkan, mengejek, dan biasanya disertai bullying fisik atau verbal.
4. Nonverbal tidak langsung
Tindakan ini dilakukan dengan mendiamkan seseorang, memanipulasi, dan mengucilkan.
5. Cyber bullying
Tindakan bullying dilakukan dengan sarana media elektronik, seperti rekaman video intimidasi dan pencemaran nama baik melalui media sosial.
6. Pelecehan seksual
Tindakan pelecehan seksual ini bisa dilakukan secara perilaku fisik atau verbal.

1. Anti Scholl Bullying Cara ljime di Jepang

Peristiwa bullying atau penindasan di Jepang sering disebut sebagai “ijime”. Menurut Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Olahraga, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (MEXT) Jepang, ijime dipahami sebagai tindakan seorang siswa terhadap siswa lain yang menimbulkan akibat fisik atau psikologis yang menyebabkan penderitaan.

Dilansir dari situs Savvy Tokyo, sebagai upaya pencegahan ijime, pada tahun 2013 pemerintah Jepang mengesahkan undang-undang promosi metode pencegahan ijime yang mengharuskan sekolah membuat langkah pencegahan ijime sejak dini. UU ini dipicu siswa kelas 2 SMP yang juga korban bullying berat, bunuh diri tahun 2011, demikian dilansir dari laman Mainichi.

UU ini mendorong satgas antibullying di sekolah yang terdiri dari guru dan staf di setiap sekolah untuk mendeteksi dan mencegah bullying dengan cepat. Misal, ada gejala siswa berhenti sekolah atau memiliki gejala ingin bunuh diri karena bullying, UU ini mewajibkan satgas segera menyelidiki dan menganggap hal itu sebagai ‘situasi serius’ dan mencari tahu faktanya.

Selain itu Jepang juga menyediakan layanan laporan tindakan ijime, seperti Pusat Konsultasi Pendidikan Metropolitan Tokyo dalam bahasa Jepang dan Inggris selama 24 jam, TELL Lifeline, dan Japan Helpline yang juga beroperasi 24 jam.

2. Cara Mencegah School Bullying di Amerika Serikat (AS)

Kasus bullying di sekolah juga terjadi di AS yang merupakan negara maju. Dilansir dari laman School of Education, studi tahun 2018 menunjukkan bahwa 28% siswa AS dari kelas 6 hingga 12 mengalami bullying. Tak hanya itu cyberbullying juga banyak terjadi di kalangan siswa AS.

Berhubung sekolah-sekolah di AS sangat beragam di banyak negara bagian, masing-masing negara bagian menerapkan program anti-bullying sendiri. Namun yang diterapkan secara luas di AS adalah Olweus Bullying Prevention Program (OBPP) yang dirancang Dan Olweus, PhD, profesor psikologi asal Swedia.

OBPP ini mulai diterapkan tahun 1983, dan diaplikasikan secara luas di AS pada pertengahan 90-an, terutama pada siswa SD kelas 4 hingga SMP kelas 2 di sekolah South Carolina. Selanjutnya OBPP menyebar ke sekolah negara bagian-negara bagian lain, demikian dilansir dari laman Olweus Universitas Clemson, South Carolina.

OBPP berdasarkan riset Olweus menerapkan 4 prinsip dasar dalam mengurangi bullying, bahwa orang dewasa di sekolah harus:
1. Menunjukkan kehangatan, ketertarikan positif dan keterlibatan
2. Tetapkan batasan tegas untuk perilaku yang tidak dapat diterima
3. Secara konsisten gunakan konsekuensi yang suportif dan dapat diprediksi ketika perilaku yang tidak dapat diterima terjadi
4. Bertindak sebagai otoritas dan teladan positif

Prinsip-prinsip ini telah diterjemahkan ke dalam sejumlah strategi yang diterapkan di tingkat sekolah, kelas, individu, dan komunitas dan mencakup alat untuk menjangkau orang tua untuk mendapatkan keterlibatan dan dukungan.

Selain OBPP, sekolah-sekolah di AS juga menerapkan beberapa program pembelajaran untuk membangun keterampilan emosional dan bersosial, demikian dilansir dari laman jurnal berjudul “Anti-bullying programmes in the United States: What works and what doesn’t?” yang ditulis Dorothy L Espelage dkk dari laman American Psychological Association (APA) PsycNet.

Pemerintah AS juga menciptakan undang-undang antibullying, salah satunya yang berlaku di wilayah Utah. Undang-undang tersebut digunakan sebagai landasan pencegahan bullying, tidak hanya di sekolah tetapi juga lingkungan luar sekolah.

3. Model Anti School Bullying ala KiVa di Finlandia

Finlandia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki sistem pendidikan terbaik di dunia. Tak cuma soal akademis, negara Skandinavia yang satu ini juga punya metode dalam mencegah bullying di sekolah bernama KiVa.
KiVa merupakan kepanjangan dari Kiusaamista Vastaan yang berarti melawan perundungan dalam bahasa Finlandia. Metode ini dikembangkan pada 2007. Kerennya, di tahun yang sama mampu mengurangi kasus bullying di sekolah hingga 40 persen.
Saat ini, 90 persen sekolah Finlandia telah menerapkannya dan cukup efektif mencegah dan mengatasi kasus bullying di sekolah.
Tujuan KiVa menurut Green et,al ( 2020) adalah untuk membuat siswa sadar akan bahaya bullying dan membantu mereka untuk menjadi pembela teman-temannya yang ditindas. Anak-anak akan berhenti menjadi saksi pasif. Mereka pun tahu bagaimana cara menghadapi pelaku bullying dan bukan malah menjadi pengikutnya. Program ini didasarkan pada intervensi dan pencegahan.
Mekanisme KiVa
Penasaran seperti apa implementasi KiVA di sekolah? Berikut bocorannya.
– Pengaduan Anonim
Metode ini menggunakan kotak surat virtual di mana kasus-kasus intimidasi dapat dilaporkan secara anonim. Siapa pun bisa melaporkan dan identitasnya terlindungi.
– Guru terlatih
Terdapat guru khusus yang dapat dipercaya. Hal ini karena anak-anak membutuhkan orang dewasa di sekolah yang mendengarkan dan memahami. Pada waktu istirahat, guru memantau perilaku mereka.
– Dukungan pihak sekolah
Pihak sekolah akan mendukung korban bullying dan menyadarkan para saksi. Akan ada 3 ahli guru yang akan bertugas meyakinkan korban dan berdialog dengan pelaku intimidasi sampai masalahnya selesai.
– Anak Belajar Emosi

Anak juga diajarkan menganalisis emosi dan nilai-nilai. Mereka juga belajar bagaimana mengidentifikasi emosi yang dirasakan teman-teman mereka melalui bahasa nonverbal dan berusaha untuk memiliki empati dan rasa hormat kepada orang lain.
Metode ini ternyata sangat efektif. Pada 2015 lalu, fase pertama implementasi program anti-intimidasi KiVa diterima di negara-negara Amerika Latin di Argentina, Kolombia, Spanyol, Meksiko, dan Chili.

Saat ini, kontennya hanya tersedia dalam bahasa Inggris, sehingga mulai digunakan di sekolah bilingual. Negara-negara lain seperti Belanda, Inggris, Jerman, Belgia, Italia, Luksemburg, Estonia, Swedia, Selandia Baru, dan Hongaria juga sudah mulai menggunakan metode ini di beberapa sekolah mereka.

4. Cara apa yang telah dilakukan di lndonesia ?

Cara Mencegah Bullying di Sekolah oleh Indonesia.
Dilansir dari Direktorat SMP Kemdikbud, dalam rangka mencegah tindakan bullying di sekolah, pemerintah menggandeng UNICEF Indonesia untuk bersama-sama membentuk program “Roots”.

Roots adalah program pencegahan bullying berbasis sekolah yang dikembangkan oleh UNICEF Indonesia sejak tahun 2017 yang mengatasi perundungan dengan melibatkan teman sebaya. Berikut cara mencegah bullying di sekolah dari program Roots.

1. Melakukan survei
Tahap awal adalah melakukan survei anonim dengan memberikan pertanyaan simpel mengenai perundungan, seperti pernahkah melakukan perundungan, pernahkah menjadi korban, dan sebagainya. Hasil survei kemudian dijadikan data sebagai landasan kebijakan selanjutnya.

2. Pemilihan agen perubahan
Metode yang dilakukan adalah dengan meminta peserta didik menuliskan 10 nama teman terdekat yang nantinya akan ada sekitar 40 agen perubahan di sekolah. Metode ini bertujuan untuk bisa mempengaruhi peserta didik lain agar peduli terhadap kasus bullying di sekolah.

3. Pelatihan agen perubahan
Para agen perubahan yang telah terpilih akan menjalani sesi pelatihan selama 15 pertemuan. Pelatihan ini memberikan materi seputar perundungan oleh fasilitator yang bisa berasal dari guru atau pembina.

4. Kampanye antiperundungan
Setelah menjalani pelatihan, satuan pendidikan bisa mengadakan kampanye anti perundungan yang wajib diikuti seluruh warga sekolah. Kampanye juga bisa dilakukan dengan penandatanganan deklarasi anti perundungan, pertunjukan seni, atau ide kreatif lainnya.

5. Evaluasi program
Evaluasi dilakukan dengan survei ulan dan evaluasi usai program Roots. Jika program berhasil, maka kasus perundungan dapat turun.

Sumber:
dari berbagai sumber.