Sejarah Kampung Arab Cirebon

Cirebon – menaramadinah.com
Sebuah wilayah di Cirebon dikenal sebagai Kampung Arab. Kampung ini punya sejarah panjang yang menarik ditelusuri.

Cirebon dikenal memiliki ragam tradisi dan budaya. Dalam sejarahnya Cirebon dibangun oleh sejumlah suku dan etnis, selain Jawa dan Sunda, etnis Tionghoa dan Arab pun memiliki peran. Salah satu buktinya adalah kehadiran Kampung Arab di Cirebon, tepatnya di Kelurahan Panjunan, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon, Jawa Barat.

Kedatangan masyarakat Arab ke Cirebon sekitar tahun 1418, “Rombongan Arab ini datang bersama Syekh Nurjati melalui jalur navigasi yang dibuat Cheng Ho. Kemudian, Sunan Gunung Jati atau Syekh Syarif Hidayatullah.

Mengintip sejarah kampung arab Panjunan pasti akan mengingatkan kita kepada Syekh Syarif Abdurrahman karena di daerah tersebut terdapat bukti syiar beliau diantaranya Masjid Merah Panjunan, menceritakan awal mula berdirinya Masjid Merah Panjunan Cirebon. Masjid kuno yang sudah ada sejak lebih dari 500 tahun yang lalu.

Asal usul Masjid Merah Panjunan, membawa imajinasi kita kembali jauh ke masa lalu. Saat Cirebon menjadi bandar perniagaan yang penting di pantai utara pulau Jawa. Pelabuhan Cirebon menjadi melting pot kehidupan multikulural. Beragam suku bangsa seperti orang Arab, Cina, India, Eropa hidup damai berdampingan dengan warga setempat. Oleh karenanya tak mengherankan bila Cirebon memiliki budaya yang khas, yang turut mempengaruhi elemen kehidupan masyarakatnya.

Syekh Syarif Abudurahman atau biasa disebut Pangeran Panjunan berasal dari negeri Bagdad, kedatangan Syekh Syarif Abdurahman ini tertulis di dalam Babad Cirebon. Menurut cerita, beliau selain ahli agama, Syekh Syarif Abdurahman juga terkenal piawai dalam berdagang anjun, yaitu gerabah dari tanah liat. Keahliannya membuat anjun dikembangkan kepada penduduk sekitar. Wilayah tempat pengrajin gerabah ini kemudian dikenal dengan nama Panjunan. Seiring berkembangnya zaman, identitas kampung Arab Panjunan Cirebon sebagai kawasan perajin gerabah pun semakin hilang. Satu per satu para perajin pun hilang dan beralih profesi.

“Sekarang daerah Panjunan jadi kawasan pertokoan elektronik komupter dan lain-lain bahkan ada juga yang jual parfum. Penjual gerabah hampir tidak ada lagi hanya tersisa beberapa saja yang masih menjual kerajinan gerabah. Itu pun kerajinan gerabah dari Desa Sitiwinangun,” (hsn)