INI PANDANGAN PRAKTISI HUKUM TERKAIT DEMO SOPIR DT TUNTUT PECAT KANIT PIDSUS POLRESTA BANYUWANGI

 

Banyuwangi, 24/01/22 Menaramadinah.
Rasanya ada yang aneh melihat demo sopir materialan pasir galian C menuntut agar oknum Kanit Pidsus Polresta Banyuwangi berinisial Nur dipecat dari jabatannya.

Gegara dituduh kerap melakukan pungutan sampai puluhan juta rupiah kepada pelaku bisnis material pasir illegal. Tidak luput para sopir dum truk mengeluh karena ulah oknum aparat yang memberatkan saat melakukan kontrol terhadap para penambang.

Terang-terangan pendemo menyebut nama pejabat (berinisial Nur) di jajaran Polresta itu untuk dipecat.

Kalaulah perbuatan oknum Nur itu benar melanggar hukum, tentu tidak sendirian. Kesalahan itu sistemik, kata Gembong A Rifai Ahmad, S.H.. pengacara muda asal Genteng itu. Semua mengetahui bahwa galian C yang ada di Banyuwangi, mayoritas ilegal, alias tanpa izin.

Sementara jujur saja, pasir galian C yang ilegal itu dibutuhkan masyarakat khususnya untuk pembuatan bahan bangunan. Bahkan proyek-proyek pemerintah dimungkinkan juga membeli bahan bangunan batu, pasir, batako, paving, dari produk galian C ilegal (konon kabarnya mereka direkom oleh pengusaha galian C yang legal).

Masih menurut Gembong, selama ini ada tengara ‘kongkalikong’ atau konspirasi antara pihak-pihak terkait dalam menyikapi maraknya giat bisnis material galian C. Karena itu, menurut pengacara Peradi itu, tidak masuk akal jika kesalahan itu hanya dibebankan kepada seorang oknum”.

“Kalau ada niat menegakkan hukum, usut tuntas semuanya. Dan, jangan ada toleransi lagi terhadap pelanggar hukum”. Koordinator pendemo, mewakili komunitasnya “meminta, berharap, agar giat bisnis galian C ‘ditata’ karena semuanya untuk kemaslahatan masyarakat Banyuwangi”.

Pengertian ‘ditata’ itu secara substantif mungkin diatur secara ‘adat’ bukan dengan hukum formal. Lha ini bisa menjadi bentuk kolusi yang berpotensi melanggar hukum juga, ungkap Iqbal. Transaksional yang ‘tertata’ antara oknum aparat dan pengusaha ilegal galian C juga bukan solusi, menurut pengacara asuhan Misnadi, S.H. ini.

“Memangnya hukum bisa diatur-atur seperti itu, terus aktivitas pelanggar hukum dibenarkan dan dimaklumi bersama, ngawur aja”.

Sementara menurut M. Iqbal, S.H. “dalam hukum pidana korupsi, apa pun bentuknya, yang menerima dan yang memberi sama-sama terjerat pasal kejahatan korupsi. Demikian juga jual-beli barang ’haram’, semuanya menganggung risiko hukum yang sama, sama-sama melakukan kejahatan.

Jika hukum ditegakkan, jangan hanya oknum Nur yang diperiksa. Semua yang terlibat dalam transaksi haram itu, harus diperiksa. Hukum harus dijalankan secara fair play, transparan dan sportif, jelas M. Iqbal, S.H.

Tak lepas para sopir dum truk yang setiap hari bekerja di tambang illegal, bagian dari pelaku pelanggar hukum.
Kembali M. Iqbal menjelaskan bahwa “persoalan galian C khususnya yang ada di Banyuwangi, itu lagu lawas yang didaur ulang. Lagi-lagi persoalan perlakuan dan tindakan yang tidak tegas para pihak terkait.

Tidak tegas karena satu pihak ditengarahi melanggar hukum dan ditoleransi, sementara di pihak lain memanfaatkan kesalahan itu untuk kepentingan pribadi sesuai dengan posisi jabatannya. Jadinya ‘kompromi’ sama-sama meraih keuntungan. Dan itu murni perbuatan oknum. Kondisi ini benar-benar tidak mendidik.

Wibawa aparat menjadi terganggu hal yang pasti. Kalau harus tegas, ya jalankan hukum itu, jangan ada kompromi”.
Usulan solusi dari mantan pengacara Ipuk-Sugirah dalam sengketa Pilkada di MK, Gembong- Iqbal, seharusnya pihak Pemda harus ambil sikap dalam mempermudah izin usaha pertambangan, misal 1-2 hektar izin cukup kepada Pemda.

Perketat reklamasi dengan dana jaminan sesuai nilai reklamasi untuk masa habis. Dan jangan ambil keuntungan di sini. Karena semua untuk kepentingan pembangunan Banyuwangi”. Seraya mengakhiri kontak via hp dengan awak media.

MR Jurnalis Citizen Menaramadinah.com