
Catatan Aekanu Hariyono.
Sore ini begitu cerah aku menyusuri dataran tinggi Licin dengan jalan bekelok di antara hijaunya tumbuhan buah-buahan maupun di antara indahnya terasiring persawahan.
Sambil menikmati hijaunya tanaman padi berbatas pandang pada hutan pinus, di Omah Pakel di ketinggian 500 m dpl menjadikan udara begitu sejuk dan segar.
Di sini lidahku benar-benar termanjakan oleh satu ekor “Ayam Ingkung” utuh bersanding nasi gurih, tempe goreng hangat, sayur gundoh segar dan mentimun bersanding sambal hijau mentah dan minuman jahe madu.
“Tolong disiapkan satu ekor ayam ingkung lengkap untuk aku bawa pulang ya”, pesanku.
Nanik Ambar Waty dengan sigap segera mempersiapkan apa yang aku pesan, sebelum pulang aku masih asyik diajak untuk berfoto bersama di depan batik buatannya.
Ayam ingkung di sini disajikan satu ekor ayam utuh yang dihidangkan bersama jeroannya lho.. sesuai dengan tradisi penyajian ayam ingkung.
Ayam ingkung biasanya disandingkan dengan tumpeng sebagai sesaji dalam ritual tertentu.
Ayam Ingkung memiliki arti mengayomi, diambil dari kata jinakung dalam Bahasa Jawa kuno dan manekung yang artinya memanjatkan doa.
(Ini seperti syukuran ya? Lha iya lah..sukses melihat pameran lukisan Artos Kembang Langit dan hari ini bertepatan Natal hehe)
Kini Ayam Ingkung disajikan sebagai menu utama di Omah Pakel yang lengkap dengan menu2 lain, di sini juga menyiapkan kopi lokal, kue2, madu dan batik motif khas Banyuwangi.
Ingin mencoba citarasa Ingkung Ayam sego gurih? Datang saja ke Omah Pakel…
(By Aekanu – Kiling Osing Banyuwangi)