Gerhana Bulan dan Mitologi Manusia di Belahan Dunia

Oleh : Wawan Susetya.

Peristiwa gerhana bulan telah menjadi perhatian manusia di berbagai belahan dunia. Tak pelak fenomena itu melahirkan suatu mitologi di berbagai negara itu pula.

Masyarakat China kuno meyakini peristiwa gerhana bulan itu sebagai keluarnya ular naga di langit. Sementara masyarakat Jepang memiliki keyakinan lain. Mereka meyakini dalam peristiwa itu menjadi isyarat keluarnya racun dari langit, sehingga orang-orang Jepang menutupi sumur-sumur mereka.

Demikian halnya dengan orang-orang Jawa yang meyakini bahwa kegelapan yang terjadi pada peristiwa itu karena bulan sedang dimakan oleh raksasa yang bernama Bathara Kala. Maka orang-orang Jawa pun membunyikan lesung secara beramai-ramai agar si raksasa ketakutan dan pergi.

Demikian dijelaskan oleh Dr. Zainul Fitri (dosen pasca sarjana UIN Tulungagung) dalam khotbah Shalat Khusuf (gerhana bulan) Rabu (26/5) bakda Maghrib di Madjid Jami’ Al Munawwar Tulungagung.

Peristiwa gerhana bulan pernah terjadi di masa Nabi Muhammad Saw. Bersamaan dengan peristiwa itu Ibrahim, putra Nabi Saw yang masih berumur 2 tahun meninggal dunia. Kaum muslimin pun sempat berspekulasi bahwa peristiwa gerhana bulan itu berkaitan dengan wafatnya Ibrahim, putra Nabi sehingga alam pun ikut bersedih.

Dalam pada itu Rasul menjelaskan kepada kaum muslimin bahwa gerhana bulan tidak ada hubungannya dengan kelahiran maupun kematian seseorang. Peristiwa gerhana bulan merupakan tanda-tanda kebesaran Allah Swt. Dalam peristiwa itu Rasul mengajak kaum muslimin untuk melakukan Shalat Khusuf 2 rakaat (dlm 1 rakaat dengan 2 bacaan al-Fatihah dan 2 rukuk).

Selain itu kaum muslimin juga dianjurkan supaya memperbanyak istighfar, berdzikir, melakukan infak shadaqah dan sebagainya. Artinya diharapkan kaum muslimin taqarrub ilallah.

*Gerhana Bulan*
Budayawan Emha Ainun Nadjib (Cak Nun) memiliki pandangan menarik berkaitan dengan momentum gerhana bulan. Dalam peristiwa gerhana bulan, sesungguhnya posisi matahari bulan dan bumi sedang berada dalam garis lurus. Sinar matahari yang semestinya memancar ke bulan (karena terjadi pada malam hari) lalu dipantulkan ke bumi tapi justru dihalangi oleh bumi, shg bulan menjadi gelap dan bumi pun juga demikian (gelap).

Sementara dalam peristiwa gerhana matahari (pada siang hari) terjadi sebaliknya. Sinar matahari yang mestinya memancar ke bumi tapi dihalangi oleh bulan sehingga bumi gelap. Bulan pun juga gelap. Pendek kata dlm dua peristiwa gerhana (gerhana bulan dan matahari) itu bulan dan bumi menjadi gelap. Kegelapan terjadi di mana-mana.

Dalam hal ini, Emha berpandangan bahwa matahari sebagai lambang rahmat Tuhan, bulan adalah pemimpin dan bumi rakyat.

Dalam peristiwa gerhana bulan, barangkali dapat dimaknai bahwa bumi atau rakyat sedang menghalangi sinar matahari (rahmat Tuhan) yang semestinya dipancarkan ke bulan (pemimpin). Dalam hal ini subyeknya adalah rakyat yang menghalangi rahmat Tuhan. Sementara dalam peristiwa gerhana matahari yang menjadi subyeknya adalah bulan (pemimpin) yang menghalangi pancaran sinar matahari (rahmat Tuhan) ke bumi (rakyat).

Entahlah, mengapa sekarang ini ada gejala rakyat bergolak hingga menyebabkan sang pemimpin menjadi gelap mata? Wallahu a’lam.