Mbah Jaha Cirebon ( Kiai Mas Khanafi )

Cirebon – Kiai Mas Khanafi atau yang lebih dikenal dengan sebutan mbah Jaha atau Buyut Jaha yang makamnya berada di Desa Sampiran Kecamatan Talun Kabupaten Cirebon adalah seorang ulama sekaligus pejuang yang begitu gigih melawan penjajah. Beliau tergabung dalam kelompok pejuang yang mempunyai nama ‘Ardisela’. Oleh sebab itu selain dikenal dengan sebutan Buyut Jaha,Kiai Mas Khanafi juga dikenal dengan nama Ardisela Jaha.

Menurut beberapa sumber kata Jaha ini erat kaitannya dengan nama sebuah kawasan di Banten tepatnya dekat dengan pantai Anyer, sekitar tahun 1700 an M, disekitar pantai itu terdapat sebuah kampung bernama Jaha di mana di kampung tersebut banyak dihuni oleh para pendatang yang berasal dari Arab dan Yaman sebagian dari mereka adalah pedagang dan beberapa diantaranya terdapat kelompok habib yang memang berniat membantu penyebaran ajaran Islam di Jawa bagian barat khususnya Banten selain di Anyer kampung atau kawasan dengan nama Jaha juga ditemukan di Serang dan di Cikaduen Pandeglang Banten belum diketahui secara pasti apakah daerah-daerah itu hanya mempunyai kesamaan nama atau memang ada kaitan antara satu tempat yang bernama Jaha dengan yang lainnya.

Berkaitan dengan Kiai Mas Khanafi Jaha sendiri tak diketahui tempat di mana beliau dilahirkan tak ada pula yang mencatat masa lahir dan tanggal kematiannya, namun diketahui jika masa hidup Kiai Mas Khanafi masih satu era dengan Mbah Muqoyim dan Kiai Ardisela Dawuan Sela (Buntet) hanya saja usianya diperkirakan jauh lebih muda karena beliau adalah menantu dari Kiai Ardisela Buntet dan keponakan ipar Mbah Muqoyim, sementara dengan Mbah Ardisela Tuk usia Kiai Mas Khanafi diperkirakan tidak terlalu jauh berbeda karena keduanya sama-sama sebagai murid dari Kiai Ardisela Buntet dan juga Mbah Muqoyim, diketahui juga jika anak perempuan dari Kiai Mas Khanafi yang bernama Nyai Latifah dan anak perempuan dari Mbah Ardisela Tuk yang bernama Nyi Mas Aris ini di kemudian hari menjadi besan.

Kiai Mas Khanafi adalah anak dari Kiai Hasyim bin Abdullah bin Hasyim bin Musayyakh bin Ahmad bin Yahya seorang ulama keturunan Rasulullah SAW (Habaib) bermarga Yahya Ayah dan kakeknya dimakamkan di Ketingkring Wonosobo, sementara makam buyutnya yang bernama Kiai Hasyim bin Musyayyakh dimakamkan di Kutai Kartanegara, Kalimantan. Makam keluarga yang saling berjauhan ini dikarenakan mereka semua suka berpindah tempat ketika berjuang dan berdakwah.

Seperti leluhurnya yang lain, Kiai Mas Khanafi menghabiskan banyak waktunya untuk berjuang dan berdakwah juga,dari satu daerah ke daerah lainnya, selain kawasan Cirebon Selatan kawasan Cirebon Timur juga menjadi tempat berdakwah baginya di sinilah beliau banyak menghabiskan waktu untuk berjuang dan berdakwah bersama Kiai Ardisela mertuanya, Mbah Muqoyim paman iparnya, dan Mbah Ardisela Tuk sahabatnya.

Kiai Mas Khanafi menikah dengan Nyai Khafiun putri dari Kiai Ardisela Buntet dan Nyai Alfan secara tidak langsung, Kiai Mas Khanafi ini termasuk keponakan Mbah Muqoyim, yaitu keponakan ipar karena Nyai Alfan adalah adik dari Mbah Muqoyim (Pendiri Pesantren Buntet), Kiai Yahya, dan Kiai Ismail (Pendiri Pesantren Pesawahan,Cirebon) Mbah Muqoyim, Kiai Yahya,bKiai Ismail, dan Nyai Alfan adalah anak-anak dari Kiai Abdul Hadi.

Dari pernikahannya dengan Nyai Khafiun,Kiai Mas Khanafi dikaruniai tiga orang putri dan seorang putra, yaitu :

1. Nyai Latifah
2. Kiai Idris
3. Nyai Asfiah,dan
4. Nyai Qona’ah.

Nyai Latifah menikah dengan Kiai Takrifudin atau biasa juga disebut dengan nama Kiai Abdul Latif pendiri Pesantren Pemijen Asem Lemahabang Sindang Laut Kiai Idris menikah dengan tiga wanita dan dikarunia beberapa anak dan putra beliaulah yang akhirnya melanjutkan jejak Kiai Mas Khanafi dalam berjuang dan berdakwah dan diantara putra Mbah Idris adalah Mbah Zaed, Punya putra Mbah Ismail ( Mangir Sliyeg Indramayu ) Makam Kiai Idris sendiri berada di Mekah. Konon hal ini terjadi lantaran beliau meninggal saat melaksanakan ibadah haji sementara itu Nyai Asfiah menikah dengan Kiai Mustofa dan Nyai Qona’ah menikah dengan Kiai Nurhasan dari keempat putra-putrinya ini keturunan Kiai Mas Khanafi banyak menurunkan para ulama yang banyak tersebar di pesantren-pesantren terutama di Cirebon.

Semasa hidupnya Kiai Mas Khanafi dikenal sebagai ulama yang berilmu dan berwawasan luas karena keilmuannya yang mumpuni dalam bidang agama, maka pada akhirnya beliau dikenal luas oleh berbagai kalangan masyarakat karena hal ini pula yang membuat pihak Keraton Kanoman yang mengetahuinya hendak menjadikannya sebagai seorang mufti atau ulama keraton. Namun tawaran sebagai mufti dari Keraton Kanoman itu ditolak oleh Kiai Mas Khanafi dengan berbagai alasan, salah satunya adalah karena beliau ingin lebih dekat dengan masyarakat umum dan memberikan pendidikan agama bagi semua kalangan masyarakat.

Jabatan memang tidak membuat Kiai Mas Khanafi terlena dan menjadikannya tergoda. Justru sebaliknya beliau malah menolak jabatan tersebut dan memilih sebagai ulama yang hidup di tengah-tengah masyarakat umum, padahal menjadi mufti atau ulama keraton adalah sebuah jabatan dan pemberian kepercayaan yang tidak sembarang orang bisa mendapatkannya. Jabatan tersebut sangat berarti bagi sebagian orang, lebih-lebih di era di mana keraton masih begitu sangat berpengaruh pada kehidupan masyarakat. (isn)