Senjata Pamungkas Itu Corona

Oleh: Mabroer Masmoh

Iya, senjata itu namanya CORONA.rangannya bisa menghancurkan kekuatan apapun, kecuali sang Khaliq. Negara adikuasa seperti AS aja kalang kabut, apalagi yang lain. Donald Trump aja pusing, apalagi yang lain. Corona benar-benar menjadi senjata efektif untuk menghancurkan kesombongan, kepongahan, juga kepalsuan dan loyalitas. Semuanya dibuat “seperti warna aslinya” karena serangan Corona.

Tak terkecuali di negara kita, Indonesia. Corona telah menghancurkan hedonisme kaum sosialita. Yang biasanya ada jadwal unjuk merk tas, merk jam tangan, merk sepatu, merk baju, merk topi, merk yang lain-lain, kini semuanya diluluh lantakkan oleh serangan Corona. Perangkat kebanggaan itu seakan menjadi sirna karena Corona telah menistakan semua itu dengan satu kata “tinggal di rumah”. Corona telah membersihkan kepura-puraan hidup yang selama ini telah menyita energi, pikiran dan uang sebagian orang.

Dalam kehidupan bernegara, Corona juga telah menghancurkan sekat kepura-puraan loyalitas atasan dan bawahan. Dalam menghadapi Corona, atasan bilang A, ternyata tak sedikit bawahan yang memilih B atau bahkan C. Kenapa? Para pemimpin terkesan telah gagal membangun kebersamaan diantara mereka. Ada Bupati maupun Walikota yang melampiaskan kekesalannya kepada atasan dengan bahasa yang kurang memberikan teladan. Ada Gubernur yang terkesan suka berbeda dengan Menteri bahkan hingga viral. Akibatnya, Indonesia ini seperti negeri Antah Berantah karena para pemangku jabatannya saling berebut interested, bukan bersatu menguatkan misi.

Silang sengkarut itu menjadi tontonan yang sangat nyata di mata jutaan rakyat sehingga meninggalkan pelajaran yang sangat buruk bagi anak-anak Bumi Pertiwi. Corona benar-benar telah menghancurkan soliditas sekaligus moralitas para penyelanggara negara sehingga menimbulkan inkonsistensi. Bahkan terkesan diantara mereka saling berebut panggung untuk menaikkan citranya masing-masing. Bahkan ada yang mencoba menghubungkan sebagian perilaku pejabat itu dengan kontestasi Pilpres 2024 mendatang. Mungkin asumsi itu cukup naif ya, tapi lebih naif lagi jika ternyata asumsi tersebut benar adanya.

Dalam suasana yang riuh dan pedih itu, kita juga dibuat tak mengerti kenapa pemerintah terkesan tidak peka dengan rasa keadilan rakyatnya. Tiba-tiba ada Perpres tentang kenaikan BPJS karena negara harus nombok Rp 13 T untuk kelas 3, belum lagi soal rencana kedatangan TKA asal Cina sebanyak 500 orang. Tentu semua itu menghentak nurani jutaan rakyat yang lagi pusing karena kena PHK, tak dapat gaji, kehilangan pelanggan, dll. Konon, yang terkena PHK aja mencapai 6 juta orang. Jadi ya wajar kalau kepekaan sosial kita sedang naik tensinya, tapi pemerintah malah terkesan abai.

Belum lagi rumor soal keuntungan Pertamina dibalik anjloknya harga minyak dunia, tapi harga BBM masih ‘istiqomah’ dengan harga lama. Konon, keuntungan dari selisih harga itu mencapai 13 T alias sepadan dengan kerugian BPJS, jika iuran tak dinaikkan. Anehnya, rumor ini juga tak pernah diklarifikasi pemerintah, tapi yang didapat rakyat justru kenaikan BPJS. Mungkin saja, benar adanya bahwa beban BPJS terlalu berat jika tak dinaikkan, tapi rakyat juga tahu bahwa triliunan uang negara raib tak jelas rimbanya. Apa kabar kasus Asabri, Jamsostek, PLN, serta puluhan kasus kerah putih lainnya?

Kita hanya bisa berharap, semoga serangan Corona ini bisa mengikis virus dan syahwat elit yang berakibat sengsaranya kehidupan rakyat jelata. Rakyat seperti saya ini hanya bisa berharap dan berdoa, semoga pemerintah bisa memetik hikmah terbesar dibalik serangan Corona ini untuk peningkatan kualitas kesejahteraan jutaan rakyatnya. Dan, semoga Corona juga segera mengakhiri serangannya di Bumi Pertiwi tercinta ini. ###