Hiruk Pikuk Dimana Mana Apa Yang Sebenarnya Dicari

Oleh :
Eshadi Yudha

Pandemi corona yg kabarnya keganasannya diatas smua virus yg pernah ada , sempat membuat panik smua bangsa manusia di banyak negara.

Di tingkat nasional pun menjadi agenda darurat utama penanganannya, sehingga membuat teledor Dan seolah dilupakan problem besar lainnya sepeti kasus mega korupsi , tingginya utang luar negeri dan stagnan nya peri kehidupan sosial ekonomi bangsa.

Smua pihak terkonsentrasi pada ‘ sihir corona’ sampai sampai semua tokoh agama, eksekutif khususnya beserta link strukturalnya dibuat satu suara soal corona.

Saking kompak nya semua elemen pada paradigma corona , entah akibat tekanan WHO atau inisiatif intepretasi pribadi sang petinggi bangsa, sampai sampai sektor agama pun dikekang kendali begitu Rupa, sehingga membuat lembaga MUI seperti tak punya pilihan lain selain Sei ya sekata dengan keinginan penguasa dalam mengelola kasus corona. Bagai kerbau dicucuk hidungnya. Khususnya dalam hal mengimplementasikan kebijakan yang menyangkut peribadatan umat Islam di tempat ibadah, masjid dan pertemuan massal lainnya.

Kontroversi sosial tersebut semakin menyeruak ketika kita saksikan ketimpangan antara satu sisi dengan sisi lainnya. Sebagai misal, di satu sisi orang berjamaah sholat Jumat di masjid dilarang, dibatasi/ ditiadakan lalu diganti sholat dzuhur di rumah masing masing. Sementara di waktu yang sama, di kota dan bangsa yg sama, hiruk pikuk mall dan supermarket masih berlangsung aman aman saja bahkan terkesan diarahkan seperti itu.
Lebih sadis lagi, ketika di beberapa kota mulai menerapkan sosial dislancing ketimpangan, disparitas kebijakan mulai menganga. Orang kecil makin terasa terpojok hidupnya. Pedagang kaki lima dibatasi geraknya, dirazia ditertibkan dan digusur sterilisasi area. Disuruh dirumah saja. Kebutuhan rumah tangga bisa beli di pusat perbelanjaan mall dan lainnya. Ini kelucuan kekonyolan itu bermula. Sektor informal milik warga bawah dibatasi dipangkas dilarang, usaha punya orang ading seperti swalayan mall mall difasilitasi diperbolehkan operasi. Ibadah di masjid dilarang , cafe resto mall masih rame orang nerkumpul .edan nggak ini.

Hiruk pikuk kian menjadi jadi ketika situasi meningkat dari kondisi sosial distancing berubah PSBB ( entah istilah dari mana ini didapat), yang intinya semua komponen masyarakat semakin dibatasi geraknya . Aktifitas warga kita terbatas, tak mudah pergi keluar rumah, dicegat para petugas PSBB lengkap dengan Semprot disinfektan, termostat dsn aparat penjaga lainnya yg siap membongkar dompet melihat identitas ktp dsn tanda diri lainnya,
KeKonyolan demi kekonyolan kian menjadi. Ada larangan berboncengan suami istri, namun boleh jika dibonceng okok alias ngojek, ada pembatasan penumpang oplet kendaraan Umum maupun pribadi . Semua Multi tafsir dan penuh teja teki, ada keganjilan yang terjadi.
Lalu apa gunanya masker, cuci tangan, semprotan disinfektan dan ganti baju setelah bepergian dan lainnya. Apa korelasi antara larangan suami memboncengkan istri, dengan ijin naik ojol yang notabene juga saling berboncengan.

Ada tafsiran liar berkembang dimasyarakat, di kalangan umat khususnya muslim. Ada kecurigaan kecurigaan yang pantas diteliti. Ada indikasi diskriminasi, bahkan mengarah pada konspirasi akal akalan mengelola corona sembari menekan umat muslim. Mengobok obok umat dengan memperketat aturan berkumpul ( berjamaah di masjid) seolah oleh tempat ibadah jadi biang keroknya, penyebab tersebarnya corona.

Hiruk pikuk terus berlanjut. Sampai sampai ada ketakutan publik pada penanganan yang kelewat batas kewajaran. Bayangkan, dikit dikit corona dikit dikit corona. Kalo ada orang
meninggal dari rumah sakit dibilang akibat corona. Orang flu demam masuk rumah sakit diRapid test disebut positif corona. Padahal selama ini sebelumnya ribuan orang flu ayuk pilek demam itu sebagai hal yang biasa saja. Diobati sembuh, tak diobati pun sembuh sendiri wajah agak lama .

Alat ZRapidtest itu apa fungsinya? Sejauh mana akselerasinya, akurasinya, korelasinya dengan corona? Valid kah ? Representatif kah? Kredibel akseptabilitas kah alat test asal China itu? Masyarakat bertanya, kalangan medispun berbeda beda penjelasannya.

Hiruk pikuk terus terjadi. Musim psndemi efeknya merambah kemana mana ke siapapun juga, khususnya masyarakat kecil yang kecil simpanannya bahkan tak punya simpanan lagi akibat PHK Dsn menganggur kena gusur.

Kebijakan penguasa menggelontorkan bantuan tunai Dan sembako pun su mula diharapkan menjadi solusi . Namun banyak tumpang tindih data. Banyak yang tidak terima bantuan gegara datanya pakai data kama, bukan apdet dari laporan ketua warga. Anehnya banyak mayat ( almarhum) yang dapat blt dan sembako walau sudah terkubur jasadnya. Sementara fakir musik duafa baru banyak tang meringis tak dapat bantuan akibat salah kelola data.

Sampai makan hiruk pikuk corona itu terkelola? Masyarakat mulai jenuh dirumahkan, dibatasi gerak hidup nya. Bukan apa, menyangkut soal perut dan ekonomi tak bisa diajak kompromi. Tak cukup hanya mengharap blt yang hanya ngukur seka 3 bulan saja. Itupun tidak merata.

Masyarakat mulai ingin gerak, ingin mulai lagi bekerja berusaha bisnis dan lainnya. Corona tak lagi menarik untuk dibahas. Karena didalamnya ( soal corona) mengandung banyak misteri, tanda tanya, benar tidaknya, motivasi latar belakang penyebab Dsn tujuan akhir bergulirnya corona. Corona ini proyek arau bencana ? Bikinan alam atau ciptaan manusia? Siapa dibalik isyu corona ? Siapa yang dirugikan , siapa tang diuntungkan? Siapa yang numpang untung?
Hiruk pikuk manusia . Apa yang mereka cari sebenarnya ?

Jurnalis Citizen
Editor Humaniora