Tausyiah Dr. MAHMUD MUSTAIN : Dahsyatnya Niat Lillah

بسم ﷲ
DAHSYATNYA NIAT LILLAH

Ketika gerakan dan bacaan ibadah ritual dilakukan dengan NIAT sesuai dengan aturan yang disyareatkan, maka sudah barang tentu berbeda jauh dengan aktifitas yang meliputi gerakan dan bacaan yang meskipun persis sama tetapi tanpa niat lillah. Dengan demikian betapa niat sangat menentukan bobot kwalitas amal (aktifitas atau perbuatan) seseorang. Ada sesuatu yang menarik, bagaimana mengukur dahsyatnya niat karena meraih ridloNya (lillahi ta’ala)?

Diceritrakan dalam kitab TanbihulGhofilin pada fasal amar ma’ruf nahi mungkar. Bahwasanya ada seorang betapa marah (karena Allah) lantaran melihat ada pohon yang dijadikan sesembahan selain Allah SWT. Orang tersebut tidak tahan langsung menyamber kapak dan melompat ke atas Chimar dengan keinginan kuat untuk memotong dan menghancurkan pohon tersebut dengan satu niat melenyapkan kemusyrikan.

Iblis (la’natullah) yang sudah iqrar selalu ingin menggelincirkan manusia tidak tinggal diam. Pada momen ini si la’natullah tersebut tentu berupaya sekuat kemampuannya. Ia mencoba menghadang seorang yang berniat baik tersebut. Terjadi bargaining tidak singkat karena seorang tersebut bersih keras ingin memotong dan menghacurkan pohon yang diangab sebagai penyebab kemusyrikan. Tetapi dengan tipu daya syethon pada akhirnya seorang tadi melentur. Terjadi kesepakatan antara mereka berdua, yakni mau menunda penghancuran pohon dengan ganti uang empat dirham per malam yang disiapkan/disediakan oleh Iblis (dalam bentuk wujud manusia yang berwibawa). Uang 4 dirham diletakkan oleh iblis di bawah alas tidur, yang meminta untuk mengambil setiap malam. Pada awalnya seorang tersebut tidak yakin bahwa manusia itu bisa nenyediakan 4 dirham tiap malam. Tetapi dengan kepiawaian Iblis untuk meyakinkan, maka akhirnya terjadi perpisahan dengan kesepakatan penundaan penghancuran pohon dengan konpensasi 4 dirham tersedia di bawah alas tidur.

Malam pertama, kedua, dan ketiga berjalan mulus dengan menyabet 4 dirham tiap malam sesuai dengan janji dalam kesepakatan. Apa yang terjadi pada malam ke empat, hampa tidak ada lagi uang yang datang tanpa bekerja tersebut.
Kali ini terjadi marah besar tetapi bukan marah karena Allah SWT, tetapi marah lantaran tidak lagi tersedia 4 dirham di bawah alas tidur. Pikiran yang muncul adalah mengambil kapak dan naik chimar untuk segera nenumbangkan dan menghancurkan pohon penyebab kemusyrikan tersebut.
Ada keyakinan bisa ketemu pemegang janji untuk memperpanjang upeti 4 dirham permalam atau bisa bargaining lagi.
Tepat dengan keyakinan bahwa iblis wujud manusia tersebut muncul. Tidak terelakkan terjadi sengketa dengan permintaan seorang tersebut untuk diperpanjang atau dihancurkan pohon tersebut.
Dengan enteng iblis mengatakan kamu sekarang tidak akan mampu menghancurkan pohon tersebut sebab dengan sangat ringan saya bisa menghalangimu. Berbeda dengan
dulu ketika kamu ingin menghancurkan pohon penyebab kemusyrikan tersebut tidak akan ada yang mampu menghalangi meskipun makhluq seisi langit dan bumi dikerahkan. Hal tersebut lantaran kamu murni niat karena ridlo Allah SWT untuk mencegah kemungkaran (Nahi mungkar)
Hari ini niatmu untuk menghancurkan sangat berbeda, lantaran kamu ingin mendapat 4 dirham tiap malam dan ini niat kepentinganmu sendiri.

Dahsyatnya niat karena Allah SWT, tidak bisa dibendung oleh kekuatan apapun selain Allah SWT. Dengan demikian pemurnian niat karena Allah harus selalu kita perhatikan dalam setiap amal dan prilaku kita. Contoh persepsi umum yang sering salah dalam niat adalah niat berda’wah ya’ni amar ma’ruf nahi mungkar (QS Ali’imron: 104) yakni wajib bagi setiap orang. Sebab persepsi perintah da’wah itu umumnya hanya diemban oleh kiyai, muballigh, penceramah, dll. Maka orang awam tidak merasa wajib melakukan da’wah sehingga tidak pernah ada niat menjalankan kuwajiban.
Alhasil, niat murni mencapai ridloAllah bagi semua diantara kita untuk amar ma’ruf nahi kungkar tidak akan ada penghalang yang mampu menggagalkan. Sehingga ukuran dahsyatnya kemurnian NIAT LILLAH tidak akan terukur yakni TAKBERHINGGA atau tidak ada batas. Tugas da’wah tersebut minimal pada diri sendiri keluarga kerabat terdekat dan semua yang terjangkau.

Semoga tulisan ini mendatangkan manfaat dan barokah aamiin. M.Mustain, Graha ITS, ndolok di Wisuda ITS 119, Ahad 17 Maret 2019.

Husnu Mufid

Koresponden MM.com