MASDAENG MAS SAMSU DAENG SITABA Kolaborasi Lintas Budaya

Oleh : Samsul Hadi, SH

Entah apa yang dulu menginspirasi seorang ustadz ( Ust Drs H Abdurrohim ) menghadiahi kami sebuah nama . Mungkin saking akrabnya antara kami dengan keluarganya. Atau mungkin melihat kami punya karakter yang dinilai sesuai makna nama itu. Sebuah nama dari suku Makassar. Daeng Sitaba.

Lama Kami diamkan hadiah nama itu . Kami simpan di almari memori otak kami. Lagian buat apa ditampilkan ke publik, lah wong kami ini berdarah asli Jawa. Khawatir dibilang sotta sotta dan tak tau adat Sirri na pacce.

Bergulirnya sang waktu, kini akselerasi akulturasi budaya nampaknya mulai merambah sektor peri kehidupan sosial manusua.. Apalagi karakter bumi Sulawesi Selatan yang dikenal dari dulu selalu well come untuk pendatang yang mau berbaur mencari rezeki memperjuangkan hidup di buminya Alloh Subhanahu wata’ala ini.

Kini penggunaan nama khas Jawa dan khas Bugis atau Makassar sudah populer. Tak hanya nama yang disandang oleh manusia. Beberapa nama perusahaan kulinerpun bisa populer setelah menyematkan perpaduan nama kedua etnis terbesar itu. Sebagai contoh nama Ayam Lalapan Mas Daeng. Atau Warung MbakDaeng . Moncer offline maupun Online.
Tanpa bermaksud merendahkan martabat dan makna agung dari kedua nama tersebut, pemilik bermaksud menyelaraskan diri dan usahanya , mengingat pemilik usaha adalah persona & produk percampuran budaya. Itu kemungkinan besar, asumsinya.

Maka tak tertutup kemungkinan akulturasi budaya pun ( lebih kerennya sebut saja kolaborasi) merambah di bidang lain, seperti property, transportasi , pariwisata bahkan organisasi nirlaba. Bentuk nyata kolaborasi lintas budaya ini adalah prosesi mantu antara pengantin pria – wanita dari kedua suku tersebut. Jawa dan Makassar. Jawa dan Bugis. Dari perkawinan lintas suku ini tlah melahirkan generasi baru..genarasi percampuran budaya, yang tentu melahirkan pula genre style paradigma baru dalam memahami budaya.

Penulis termasuk bagian komunitas yang sudah terlibat dalam akulturasi budaya itu. Selain menikahi wanita berkelahiran tanah Sulawesi ( Daerah Trans era Kolonial di Sumberdadi, Sidomukti, Bone Bone , Masamba , Luwu Utara) , kini sudah menikahkan anak gadisnya dengan seorang pria ganteng asal Bulukumba berdarah Bugis Konjo .Prosesi pernikahan lintas etnik yang cukup heroik, bernuansakan sakral etnisitas dan harmonisasi kebhinekaan adat budaya.
Kamipun pantas berbangga, bisa menggelar acara pernikahannya di hotel di bilangan perintis kemerdekaan Makassar. Alunan Gending Jawa Kodok Ngorek dan Kebogiro dan pasangan pengantin yang diiringi 2 pasang perhiasan adat Jawa ” Kembang Mayang” Kyai Klepu Dewandaru memeriahkan acara Temu Manten . Tetamu dan Undangan pun dibuatnya terkesima. Semoga Mempelai Berbahagia menjadi Keluarga yang Samawa. Amyin.

Tahun 1990 kami dihadiahi sebuah nama.
Kini tahun 2019 kami mengawinkan dua budaya , asli Jawa Solo dengan Bugis Konjo.
Maka baru tersadar , betapa sang ustadz di Bontorannu Mariso telah menanamkan pada jiwa kami, betapa luhurnya sebuah nama.
Untuk itu izinkan kami mengunggah nama pemberian itu, kami sandingkan dengan nama asli pemberian dari orang tua ketika terlahir di Sragen , timur kota Solo , di tanah Jawa.
Tabe dih Puang , Karaeng…

Salam Santun Dalam Budaya
MasSamsu DaengSitaba