Kepala Sekolah Mohammad Rifai Tetapkan Selasa sebagai Hari Adat SMAN Trasanda Singonjuruh Banyuwangi

TETAPKAN SELASA SEBAGAI HARI ADAT
SMAN TRASANDA SINGOJURUH

Think globally is ok but locally action is verry good, seperti ini jargon hidup hari ini di tengah-tengah pergaulan dunia yang seolah tanpa batas, borderless. Berfikir mengikuti perkembangan dunia menjadi sebuah tuntutan, tetapi perilaku tetap bergaya lokal saja. Kalimat pembukaan yang dilontarkan kasek Mh. Rifai ini bukan tanpa alasan. Organisasi dunia yang mengurus tentang pendidikan, kebudayaan dan ilmu pengetahuan, Unesco, berharap agar masyarakat dunia tetap bersemangat memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budaya lokal. Nilai lokal itu barang mahal dan bisa menjadi kekayaan dunia yang diwariskan. Teknologi dengan karakteristiknya silakan terus maju tetapi nilai-nilai kearifan lokal harus tetap terpelihara dengan baik. Begitu Kasek Rifai berkali-kali menegaskan.
Menerapkan pemakaian baju adat, di SMA N Trasanda (sebutan keren SMA Negeri Taruna Santri Darussholah) bagian dari upaya untuk membangun karakter cinta budaya. Sementara yang dimbau untuk memakai adalah kelas X dan XI. Tahun pelajaran depan (Juli 2019) semua kelas sudah harus ready memakai baju itu.
Khas pakaian adat di Banyuwangi, pertama, warna dasar gelap, hitam. Kedua, ada unsur batik Osing Gajah Oling. Dan, ketiga udeng atau tutup kepala bagi siswa dan siswa tetap memakai jilbab. Sedangkan model dan paduan atasan dan bawahan menyesuaikan dengan selera masing-masing. Prinsip model dan motiv-nya sesuai dengan kepantasan usia anak-anak (remaja). Memang dengan memakai baju itu, anak-anak kelihat gede-gede, terkesan dewasa, tetapi ada pada bagian lain yang menunjukkan kekanak-kanakan mereka seperti terlihat pada tas dan sepatunya. Demikian Kasek yang suka pakai jeans itu menjelaskan.
Berikutnya selaras dengan penetapan Selasa sebagai hari adat, warga sekolah juga diimbau untuk memakai bahasa daerah, bahasa Osing. Terkait dengan bahasa daerah, kembali pejabat Unesco prihatin semakin menurunnya penggunaan bahasa ibu di daerah-daerah. Padahal bahasa ibu memiliki nilai familiar dan bahkan ada unsur lebih ‘mistik’ pada bagian-bagian sastra mantra yang sangat langka. Bahasa Inggris, asing lainnya tetap penting dikuasai sebagai bahasa pergaulan dunia dan bahasa teknologi. Bahasa nasional wajib dipahami dan dipakai pada acara-acara resmi dan bahasa cakap antarsuku. Sedangkan Bahasa Ibu ini, sangat tepat dipakai pada acara-acara keluarga dan sosial nonformal, ujar Kasek Rifai.

Husnu Mufid

Koresponden MM.com