STOP POLIGAMI
(Hari Kedua (18/12/2019) UINSA Improving Madrasah Filipina)
By Prof. Dr. Moh. Ali Aziz, M.Ag
Pada hari sebelumnya, peserta gaduh dengan teriakan, “Stop. Stop.” Prof. Dr. Ahmad Muzakki yang sedang menyampaikan materi urgensi dan cara mengintegrasikan atau mengawinkan agama dan sains sedikit ketakutan, dan hampir saja meminta maaf, karena saat itu ia menyisipkan jokes tentang poligami. “Rupanya, peserta tersinggung tentang kata yang paling dibenci para istri ini,” pikir alumni terbaik perguruan tinggi Australia itu. “Twin towers UINSA harus memancarkan cahayanya sampai ke Filipina,” begitulah kira-kira obsesinya.
Wajah profesor dan tim barulah ceria kembali setelah mendengar teriakan berikutnya, “Shaking, shaking,” (gempa, gempa). Ternyata, saat itu gempa susulan yang kesekian puluh, bukan ketersinggungan.
“Lega. Saya khawatir, mereka tersinggung soal poligami. Ini hari pertama pak. Jika kita salah langkah, semua bisa fatal,” terang Hanif Asyhar di lobby hotel usai acara.
Ketika kecemasan soal gempa itu belum selesai sepenuhnya, tiba-tiba
menjelang subuh berikutnya, goncangan gempa yang lebih keras terjadi lagi. “Krek krek krek,” suara dari atap kamar mandi saya dengar sambil menghentikan wudu. Handuk mulai menari-nari. Saya teringat pesan istri, “Mas, Davao sering gempa. Perbanyak syahadat ya!.”
Sekalipun saya sering mengajarkan
tidak takut mati, saat itu saya juga takut dengan mulut berkomat-kamit zikir. Saya bukan malaikat.
Untung, sehari sebelum berangkat ke daerah konflik ini, saya mendapat suntikan berani mati melalui acara Terapi Shalat Bahagia angkatan 157 di Surabaya, sehingga ketakutan itu tidak sampai mengurangi semangat saya dan tim membangun sekolah-sekolah Islam terbaik bervisi rahmatan lil alamin (penebar kasih) di tengah penduduk yang mayoritas beragama katholik ini.
Suara nyanyian gereja dan dekorasi pohon natal dengan lampu terangnya saya jumpai di semua sudut kota, bahkan di rumah-rumah penduduk.
Muslim di Filipina selatan ini terlihat lebih ceria dan membuka diri terutama di era kepemimpinan Presiden Duterte.
Beberapa kali sesi berfoto, mereka mengajak, “digong, digong.” Kata asing di telinga tim ini adalah ajakan untuk mengepalkan tangan ke depan sebagi simbol dukungan penuh pada presiden yang selalu “out of the box” menyelesaikan masalah-masalah bangsa.
Saya dan tim merasa tersanjung dengan komentar Ibu Hastini dari Kemenlu, “ Tim kita dalam training ini sangat lengkap pak. Ada Kemenag pusat, Kemenlu, dan UINSA. Juga dahsyat pak, ya semangatnya, ya kualitas nara sumbernya, ya kecekatan tenaga teknisnya, ya keakrabannya.”
Wanita yang lincah dengan tawanya yang meledak-ledak itu sangat menyayangkan. “Mengapa pesertanya hanya 23 kepala sekolah dan guru. Ini namanya “overkill”. Artinya, membunuh nyamuk dengan pesawat F16. Sajian materi yang mendobrak mindset oleh dosen dan gurubesar yang berpengalaman ini seharusnya diikuti ratusan kepala sekolah Islam, sehingga bisa mempercepat take-off mereka,” katanya sambil menikmati sup ikan tuna dalam sajian makan malam bersama konjen dan beberapa tamu KJRI.
Saya yang duduk persis di depan wanita asal Sukoharjo itu serta-merta tidak melanjutkan mengiris tuna bakar yang tersaji di meja untuk mendengarkan komentar berikutnya, “Acara ini harus kita lanjutkan pak. Harus yang lebih luas dengan dana yang kita pikirkan kemudian. Mohon tim tidak berubah. Bahkan untuk negara-negara lain sejenis Filipina.”
Usai makan malam dengan durian mentega itu saya tidak langsung istirahat. “Pak, studio sudah siap,” suara hanfon saya dari Moh. Septian, presenter Radio Suara Muslim Surabaya.
Acara itu berlangsung sampai pukul sebelas malam waktu Filipina atau pukul sepuluh waktu Indonesia. “Kita bersyukur dan berbangga, bahwa model pendidikan Islam kita benar-benar menjadi kiblat negara lain. Keharmonisan hidup antar agama dan multi etnis juga menjadi percontohan dunia. Saatnya, Indonesia flies higher, terbang lebih tinggi memancarkan cahaya rahmatan lil alamin ke jagat raya,” kata saya menutup acara yang direlay puluhan stasiun radio dan jaringan internet yang didengar muslim sampai di luar Asia itu. ( bersambung)
(Davao, 18/12/2019).
Keterangan foto: (1) Prof Ahmad Muzaki sedang presentasi (2) dinner bersama KJRI, Kemenlu, dan Konsultan Kemenag Jakarta (3) durian penguat semangat untuk sesi berikutnya (5) kohesi narsum dan tenaga teknis