*PAMBUKA*
*KEDIRI DADI KALI*
_*EDISI II*_
Kediri Dadi Kali | 18 Desember 2019 | Pukul 19.30 WIB | nDalem Pojok
Bagi masyarakat Kediri dan sekitarnya, mendengar kalimat KEDIRI DADI KALI mungkin sudah tidak asing lagi. Folklore atau cerita ini turun-temurun dan beredar di kalangan masyarakat, umumnya dipahami sebagai kisah yang tidak lepas dari sosok Ki Lembu Sura, salah satu tokoh yang mewarnai kisah sejarah di kediri dan sekitarnya, dengan ucapan sepatannya yang sangat terkenal: _”Yoh, Kediri mbesuk bakal pethuk piwalesku sing makaping-kaping, yaiku *Kediri bakal dadi kali*, Blitar dadi latar, lan Tulungagung dadi kedung.”_ Lantas kemudian banyak orang memaknakan itu secara tersurat, sebagai suatu malapetaka yang akan melanda penduduk wilayah Kediri, Blitar dan Tulungagung dengan masing-masing wujud peristiwa sepatan yang diucapkan oleh Ki Lembu Sura itu. Seakan-akan menjadi gambaran wujud masa depan oleh khalayak tentang kondisi apa yang akan terjadi pada ketiga wilayah tersebut.
Hal ini menarik untuk kita maknai bersama kembali, baik sejarah sebagai kisah, maupun sejarah sebagai peristiwa. Mengingat betapa pentingnya kejadian-kejadian masa lalu itu, untuk kita hadirkan kembali sebagai upaya menggali pitutur luhur leluhur oleh generasi sekarang. Cara membaca mitologi tentu akan berbeda dengan cara membaca berita. Kalau cara membaca berita apa yang diutarakan adalah fakta, kalau mitos pembacaannya adalah getar batin apa yang kita rasakan setelah membaca atau mendengarnya. Bukankah kesadaran manusia selalu berubah dari satu generasi ke generasi berikutnya? Oleh karena itu, tentu tidak ada pemaknaan abadi, pemaknaan sejarah itu selalu dalam keadaan berubah, bagaimana suatu pemaknaan dapat dijadikan sebagai titik tolak yang pasti?
Pemaknaan sejarah ibarat sebuah aliran sungai yang selalu berubah. Itu bukan berarti bahwa kita tidak dapat membicarakannya. Kita tidak dapat menyatakan dengan pasti di tempat mana di sebuah lembah, sungai tersebut merupakan sungai yang paling benar, sebab banyak sungai yang mengalir.
Sudut pandang, jarak pandang, cara pandang bahkan resolusi pandang atas “pemaknaan lain,” dalam suatu peristiwa adalah didalam rangka melukis masa depan. Sehingga makna yang bagaimana, yang akan kita lukiskan pada generasi sekarang dan yang akan datang? Monggo melingkar dan ngopi bersama di nDalem Pojok.
Ki Rekso Aminoto
Jurnalis Citizen