Di Balik Islah PBNU: Tiga Tokoh Muda NU yang Jadi Jembatan Persatuan.

KEDIR–Islah yang menghubungkan kembali Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar dan Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf bukanlah hasil kebetulan.

Di balik proses rekonsiliasi yang panjang dan penuh tantangan, terdapat dedikasi ketiga tokoh muda berlatar belakang gus dan kiai yang berperan sebagai pengawal dialog, mediator, dan perumus gagasan—membuktikan bahwa generasi muda NU tetap menjadi tulang punggung kesatuan nahdliyah.

Peristiwa islah antara dua pucuk pimpinan PBNU yang membuat hati umat lega adalah hasil kerja keras banyak pihak, terutama tiga tokoh muda yang tidak sepenuhnya terlihat di depan, tapi memiliki peran sentral di balik layar.

Peran mereka menunjukkan bagaimana generasi muda NU mampu menggabungkan kepekaan, keahlian, dan semangat ukhuwah untuk menyelesaikan konflik internal dengan cara yang damai dan sesuai dengan nilai-nilai NU.

1. KH Atthoillah Anwar Mansur Lirboyo: Mediator yang Konsisten

KH Atthoillah Anwar Mansur Lirboyo dikenal sebagai figur paling gigih dalam menggaungkan pentingnya islah. Tidak hanya hadir aktif dalam berbagai pertemuan Dewan Mustasyar dan para kiai sepuh di Ploso (Jombang), Jombang, dan Lirboyo (Kediri), beliau juga berperan sebagai “pengawal jalannya dialog”—memastikan bahwa setiap diskusi tetap berjalan sesuai dengan tujuan, tidak menyimpang ke arah perpecahan.

Kepercayaan yang diberikan oleh Mustasyar dan para kiai sepuh membuatnya diberi amanah khusus sebagai mediator langsung antara KH Miftachul Akhyar dan KH Yahya Cholil Tsaquf.

Perannya sebagai mediator ini sangat krusial: beliau mampu menyeimbangkan aspirasi kedua pihak, menjembatani perbedaan pandangan, dan memastikan bahwa setiap langkah menuju kesepakatan dilakukan dengan rasa hormat dan saling menghargai. Konsistensinya dalam menjalankan tugas ini menjadikannya pondasi kuat bagi terwujudnya islah.

2. KH Muhibbul Aman Aly: Penasehat yang Berwawasan

KH Muhibbul Aman Aly, yang terkenal melalui fatwa “sound horeg” (suara yang benar dan tepat), bukan hanya pengasuh Pondok Pesantren Raudlatul Ulum Besuk di Kejayan, Pasuruan. Beliau juga berkiprah sebagai penasehat, pengajar, dan perumus bahtsul masail (musyawarah masalah agama) di Pondok Pesantren Lirboyo.

Dalam proses islah, beliau ditunjuk langsung oleh Mustasyar untuk mendampingi KH Atthoillah Anwar Mansur dalam menjalin komunikasi dengan Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar. Perannya sebagai pendamping ini memberikan nilai tambah: dengan keahliannya dalam fiqh dan pemahaman yang dalam tentang struktur NU, beliau mampu memberikan nasihat yang seimbang dan berdasarkan prinsip-prinsip agama, sehingga komunikasi antara mediator dan Rais Aam berjalan lancar dan produktif. Fatwa “sound horeg” yang pernah beliau keluarkan juga mencerminkan gaya beliau: tegas dalam mengutarakan kebenaran, tapi tetap penuh kasih sayang.

3. KH Abdul Muid Shohib Lirboyo: Perumus Gagasan dan Juru Bicara

Berbeda dengan dua rekan lainnya yang memiliki posisi formal dalam tim islah, KH Abdul Muid Shohib Lirboyo tidak secara resmi ditetapkan sebagai bagian dari tim penghubung. Namun, peran beliau tidak kalah penting—bahkan sangat menonjol sebagai “otak” di balik setiap forum Mustasyar dan pertemuan para kiai sepuh.

Beliau bertugas sebagai perumus gagasan, merumuskan ide-ide yang realistis dan dapat diterima oleh semua pihak, serta bertindak sebagai juru bicara dalam setiap diskusi, termasuk forum resmi Tabayun antara Rais Aam dan Dewan Mustasyar di Lirboyo yang akhirnya melahirkan kesepakatan islah. Kemampuannya untuk menyampaikan gagasan dengan jelas dan persuasif membuatnya menjadi jembatan antara pemikiran para kiai sepuh dan kebutuhan praktis proses rekonsiliasi.

Semoga Sukses Tujuan Hasanah Tiga Tokoh Muda NU ini hingga Muktamar NU ke 35 tahun.

Seiring berjalannya waktu, sejarah NU pasti akan merekam kontribusi dan perjuangan ketiga tokoh muda ini—yang membuktikan bahwa generasi muda tidak hanya penerus, tapi juga pembangun kesatuan.

Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan keberkahan atas ikhtiar dan dedikasi mereka, membalasnya dengan pahala yang berlipat ganda, dan memberkahi tujuan hasanah mereka untuk terus memperkuat keutuhan NU, memajukan umat, dan membangun bangsa yang lebih harmonis. Amin.*Imam Kusnin Ahmad*