Komitmen Kemenag! Kartu Nusuk Harus Tersedia Sebelum Jamaah Haji Berangkat, Hadapi Tantangan Multi Syarikah.

SURABAYA – Direktur Jenderal Bina Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Haji dan Umrah, Puji Raharjo Soekarno, menegaskan bahwa kartu nusuk harus diberikan kepada jamaah haji paling lambat saat berada di asrama haji, bahkan lebih baik sebelum keberangkatan.

Penegasan ini diajukan saat menjadi pembicara kunci dalam webinar peluncuran dan bedah buku “Berhaji di Era Multi Syarikah (Journey Report)” secara daring, Jumat (26/12/2025), mengingat keterlambatan distribusi kartu pada haji 2025 menjadi catatan serius yang harus dibenahi.

Kartu nusuk merupakan identitas resmi jamaah yang diterbitkan pemerintah Arab Saudi dan syarat utama untuk mengakses semua layanan ibadah – mulai dari pelaksanaan puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna) hingga aktivitas di Masjidil Haram.

“Tanpa kartu nusuk, jamaah tidak dapat mengikuti rangkaian ibadah haji. Karena itu, distribusi kartu ini harus dipastikan selesai sebelum jamaah berangkat,” tegas Puji.

Tantangan distribusi semakin kompleks seiring penerapan sistem multi syarikah, yaitu keterlibatan beberapa perusahaan penyedia layanan haji dari Arab Saudi.

“Oleh karena itu, pembenahan tata kelola dan koordinasi menjadi bagian penting dari persiapan haji 2026 dan seterusnya,” katanya dalam webinar yang diikuti KBIH (Kelompok Bimbingan Ibadah Haji), petugas haji daerah, calon petugas, dan pengamat kebijakan haji.

Webinar tersebut juga menandai peluncuran buku karya DR Yusuf Amrozi (dosen Sistem Informasi UIN Sunan Ampel Surabaya dan aktivis ISNU-LPTNU Jatim), yang menuliskan pengalaman langsung di lapangan. Buku itu juga memuat tulisan kontributor dari berbagai latar belakang: jamaah haji, petugas daerah, pembimbing ibadah kloter, ketua kloter, hingga petugas PPIH (Panitia Penyelenggara Ibadah Haji) di Arab Saudi.

Selain itu, narasumber yang juga Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya dan pengelola KBIH Takhobar Surabaya, Prof DR KH Imam Ghozali Said, menjelaskan bahwa pengelolaan haji telah mengalami perkembangan dari manajemen syeikh (swasta individu), muassasah (yayasan), hingga syarikah dan multi syarikah (perusahaan profesional). Dia menekankan perlunya perhatian pemerintah Indonesia terhadap “Entry Visa” dalam satu kloter agar tidak terjadi pemisahan keluarga seperti di haji 2025, terutama bagi lansia. “Kartu nusuk yang pelaksanaannya berubah-ubah juga harus diantisipasi, bahkan sampai ke teknis seperti perbedaan maktab dalam satu syarikah. Kedepan, antar-KBIH mungkin perlu lebih sinergi,” ujarnya.

Pemimpin Redaksi Harian Duta Masyarakat, Mohammad Kaiyis, yang juga menjadi pembahas, mengemukakan sejumlah rekomendasi – antara lain kehadiran aktif pimpinan Kemenag di Arab Saudi sejak kloter pertama hingga terakhir, penguatan peran KBIH, dan peningkatan kesiapsiagaan petugas menghadapi perubahan regulasi Arab Saudi yang kerap mendadak.

Dengan semua upaya pembenahan tata kelola, koordinasi yang lebih erat, dan antisipasi terhadap setiap tantangan – termasuk dalam sistem multi syarikah – semoga beliau penyelenggaraan haji mendatang menjadi lebih lancar, nyaman, dan penuh makna bagi setiap jamaah.

Setiap langkah yang diambil hari ini adalah investasi untuk momen ibadah suci yang sempurna besok, sehingga jamaah bisa lebih fokus pada tujuan utama berhaji,mencari ridho Allah SWT.*Imam Kusnin Ahmad*