Gus Dur! Lima Pola Pikir dan Tindakan Pemimpin yang Melewati Zaman – Jauh di Depan Era Kita. .

Oleh: H.Imam Kusnin Ahmad SH. Jurnalis dan Aktif di PW ISNU Jawa Timur.

DI ZAMAN DI MANA kepemimpinan seringkali diukur dari jumlah pengikut di media sosial atau kekuatan wacana, sosok KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) muncul sebagai sosok yang “terlewatkan” oleh waktu—bukan karena ketinggalan, melainkan karena pola pikirnya jauh lebih maju dari era sekarang. Ia tidak pernah berusaha menjadi “ikon viral”, tetapi keaslian sifatnya—ikhlas, ngalah, andap asor, cerdas, dan kerja keras—telah menjadikannya legenda yang terus menyala.

Bagaimana kelima sifat ini bisa menjadi obat penawar dari kepemimpinan yang dangkal dan penuh pamrih di masa kini?

Ikhlas: Pola Pikir “Niat Pertama, Hasil Kedua”

Pola pikir ikhlas Gus Dur terlihat dalam setiap langkah kepemimpinannya, baik sebagai ketua PBNU maupun presiden. Gus Dur tidak pernah mencari keuntungan duniawi; bahkan, ia rela menolak kompromi politik yang melanggar konstitusi meskipun berisiko kehilangan kekuasaan.

Sebagaimana ditegaskan Al-Qur’an surah Al-Bayyinah (98):5 yang menyuruh menyembah Allah dengan kemurnian niat, dan hadis Rasulullah SAW yang mengatakan amal tergantung pada niat, Cucu Hadratusyek KH Hasyim Asy’ari Ini membuktikan bahwa kepemimpinan yang sesungguhnya dimulai dari hati yang tulus—pola pikir yang jarang ditemukan di era di mana prestasi seringkali dipaksakan.

Ngalah: Pola Pikir “Persatuan Lebih Penting dari Kemenangan Pribadi”

Bagi Gus Dur, mengalah bukan tanda kelemahan, melainkan kebijakan cerdas untuk mencegah konflik—pola pikir yang jauh di depan zamannya. Contoh terkuat adalah keputusannya mengundurkan diri dari jabatan presiden tahun 2001 agar bangsa tidak terbelah, meskipun tidak terbukti bersalah.

Ini sejalan dengan pesan Al-Qur’an surah Ali ‘Imran (3):159 tentang kelembutan dan maaf, serta hadis yang menyatakan orang yang mengalah akan mendapatkan rumah di surga. Ia menunjukkan bahwa kepemimpinan kadang membutuhkan keberanian untuk meletakkan kepentingan bangsa di atas diri sendiri.

Andap Asor: Pola Pikir “Kesederhanaan Sebagai Kunci Dekat dengan Rakyat”

“Andap asor”—sikap rendah hati dan sederhana—menjadi pola pikir yang membuat Presiden ke 4 Republik.Infonesia ini dekat dengan masyarakat meskipun berada di posisi tinggi. Gus Dur membuka Istana Negara untuk rakyat tanpa memandang status sosial, hidup sederhana, dan selalu menghargai setiap orang. Walaupun ada yang datang dengan membawa pedang.

Ini sesuai dengan Al-Qur’an surah Al-Hujurat (49):13 yang menyatakan yang paling mulia adalah yang paling bertakwa, serta pandangan sahabat Muadz bin Jabal yang mengutamakan tawadhu’ daripada ketenaran. Sikap ini membuatnya jauh dari kesombongan yang sering melanda pemimpin masa kini.

Cerdas: Pola Pikir “Hikmah Sebagai Penyelesai Konflik”

Kecerdasan Gus Dur tidak hanya dalam pengetahuan agama dan sejarah, tetapi juga dalam kemampuan memandang jauh ke depan—pola pikir yang krusial di era kompleks. Contohnya, ia memerintahkan Banser, Pasukan Itu GP Ansor se Tanah Air untuk menjaga tempat ibadah agama lain misal di Ambon tahun 1999 untuk mencegah konflik agama meluas—langkah yang menunjukkan kebijaksanaan dalam melindungi persatuan beragama.

Ini selaras dengan Al-Qur’an surah Al-Nahl (16):125 yang menyarankan memanggil orang ke jalan Tuhan dengan hikmah, serta teladan Nabi Muhammad SAW yang selalu menggunakan kecerdasan dalam berdakwah.

Kerja Keras: Pola Pikir “Keterbatasan Bukan Halangan”

Meskipun Gus Dur Mengalami Low Vision atau
Tuna Netra,tidak pernah mengurangi semangat bekerja keras—pola pikir yang menginspirasi banyak orang. Ia mengelola PBNU, menulis buku, dan menjalankan tugas presiden dengan penuh tanggung jawab sepanjang hari.

Sebagaimana Al-Qur’an surah Al-Baqarah (2):286 yang mengatakan Allah tidak membebani melebihi kesanggupan, dan teladan Nabi yang selalu berusaha mencari nafkah halal, Putra sulung KH Wahid Hasyim Menteri Agama Pertama Republik Indonesia ini membuktikan bahwa keterbatasan fisik tidak menjadi alasan untuk tidak memberikan yang terbaik.

Keteladanan yang Terpedoman pada Agama dan Bangsa.

Kelima pola pikir dan lalaku Gus Dur tidak berdiri sendiri—semuanya terikat oleh benang merah yang sama! ketaatan pada dalil-dalil agama dan cinta kepada ketentuan negara serta bangsa. Gus Dur tidak pernah memisahkan antara kepemimpinan agama dan kepemimpinan negara, melainkan menyatukannya menjadi kesatuan yang harmonis.

Di era di mana pemimpin seringkali terjebak antara kepentingan pribadi dan tekanan luar, keteladanan Gus Dur menjadi pengingat bahwa kepemimpinan yang sesungguhnya adalah yang selalu berpedoman pada nilai-nilai yang abadi.*****