
MALANG–Sebanyak 40 pendeta dan aktivis perempuan lintas iman dari Indonesia dan Asia menggelar kunjungan ke Pesantren Rakyat Al-Amin di Kabupaten Malang, Kamis pagi (30/10/2025).
Kunjungan ini bertujuan untuk belajar langsung tentang kepemimpinan perempuan, pendidikan politik, serta kehidupan damai lintas agama yang diterapkan pesantren rakyat yang progresif tersebut.
Suasana Auditorium Masjid Baitul Ihsan Pesantren Rakyat Al-Amin semakin hidup saat rombongan pendeta dan aktivis perempuan UEM Asia dan Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) disambut dengan musik gamelan dan pertunjukan pencak silat.
Kunjungan ini merupakan bagian dari studi lapangan yang digawangi Institut Pendidikan Theologia Balewiyata Majelis Agung Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW).
Irma Riana Simanjuntak, pengurus UEM Asia, menyatakan, “Kami datang bukan hanya ingin melihat fisik Pesantren Rakyat, tapi ingin belajar bagaimana kepemimpinan perempuan dan pendidikan politik berjalan di sini, serta bagaimana kehidupan lintas iman dapat hidup berdampingan dengan damai dan setara.”Irma menambahkan bahwa 90% peserta kunjungan adalah pendeta perempuan dari berbagai wilayah Indonesia dan Asia, yang ingin menimba inspirasi dari sejarah dan pendidikan inklusif pesantren.
“Kami belajar bagaimana Islam memuliakan perempuan dan menjadikan pesantren sebagai ruang pemberdayaan,” ujarnya.
Pengasuh Pesantren Rakyat Al-Amin, KH Abdullah SAM, yang juga Ketua PC ISNU Kabupaten Malang, memaparkan filosofi pesantren.
“Agama, pendidikan, dan kemanusiaan tidak bisa dipisahkan. Kami berupaya menebar kasih, menjaga kedamaian, dan mengangkat martabat manusia tanpa membedakan latar belakang,” jelasnya.
Pesantren ini telah berkembang ke 137 titik di seluruh Indonesia, dengan mendorong santri laki-laki dan perempuan untuk belajar terbuka, menuntut ilmu, dan berkontribusi aktif.
Perempuan diberi kesempatan memimpin dan berperan penuh dalam kehidupan bermasyarakat,lanjutnya bahwa Islam menempatkan keadilan dan kesetaraan sebagai pijakan utama.
Diskusi hari itu juga membahas sejarah pesantren, perempuan dalam perspektif Al-Qur’an, pendidikan formal dan informal, serta penguatan kapasitas individu dan sosial. Kesimpulannya, agama harus menjadi energi pemersatu, ilmu tanpa kemanusiaan tidak bermakna, dan iman tanpa aksi sosial terasa hampa.Kegiatan diakhiri dengan doa lintas iman dari Pdt. Yulius Setyo Nugroho, M.Fil, dan KH Abdullah SAM, memperlihatkan semangat kerukunan dan harapan masa depan yang lebih baik.
Kunjungan lintas iman ini menunjukkan bahwa pendidikan keagamaan inklusif dan kepemimpinan perempuan adalah kunci membangun masyarakat damai dan berkeadilan.
Pesantren Rakyat Al-Amin lebih dari sekadar institusi pendidikan, melainkan laboratorium kemanusiaan yang menebar kasih dan persaudaraan.
Semoga kita semua terus belajar, menebar manfaat, dan menjaga perdamaian, mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia yang mencerdaskan dan memanusiakan manusia melalui semangat toleransi dan keadilan.*Imam Kusnin Ahmad*
