
Oleh : Aida Kamilia dkk
Tulisan ini adalah tugas berbentuk narasi Biografi KH.Abdul Wahid. mata kuliah bahasa Indonesia yang dibimbing langsung oleh : Ust. Yahya Aziz Dosen PIAUD FTK UINSA.
Anggota kelompok:
1. Aida kamilia 06020925017
2. Intan Rahma Putri 06010925003
3. camelatul millah 06020925023
4. Fadilah Nur Aini (06030925088)
5. Rizqiyah Rohimatum Misbah (01060925012)
Biografi KH. Abdul Wahid Zaini
(Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid, Paiton – Probolinggo)
KH. Abdul Wahid Zaini adalah salah satu ulama kharismatik asal Probolinggo, Jawa Timur, sekaligus tokoh penting dalam perkembangan Pondok Pesantren Nurul Jadid. Beliau lahir pada hari Jumat, 17 Juli 1942 M / 3 Sya’ban 1361 H, di Desa Galis, Kabupaten Pamekasan, Madura, anak dari pasangan KH. Zaini Mun’im (pendiri Pondok Pesantren Nurul Jadid) dan Nyai Hj. Nafi’ah. Sejak kecil, KH. Wahid dikenal tekun, disiplin, dan memiliki semangat tinggi dalam menuntut ilmu agama. Ia wafat pada Rabu, 15 November 2000 M / 18 Sya’ban 1421 H, pada usia 58 tahun. Jenazahnya dimakamkan di kompleks makam keluarga besar Pondok Pesantren Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo.
Pendidikan awal KH. Abdul Wahid Zaini dimulai di lingkungan keluarga sendiri di bawah asuhan ayahandanya, KH. Zaini Mun’im, di Pesantren Nurul Jadid. Dari sang ayah, ia belajar ilmu tauhid, fiqih, dan akhlak dasar. Kemudian beliau menimba ilmu ke beberapa pesantren besar di Jawa Timur, di antaranya: Pondok Pesantren Peterongan, Jombang,, di bawah asuhan KH. Musta’in Romly. Setelah itu, beliau juga sempat belajar di berbagai majelis ulama Madura untuk memperdalam ilmu nahwu, sharaf, dan tafsir.
Dalam bidang pendidikan formal, KH. Wahid Zaini menempuh studi di IAIN Sunan Ampel Surabaya, Fakultas Syari’ah, Jurusan Ahwal al-Syakhshiyyah. Di samping itu, beliau juga pernah tercatat sebagai mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Darul Ulum Jombang. Perpaduan antara pendidikan pesantren dan perguruan tinggi membuat pemikiran beliau sangat luas — tidak hanya mendalami ilmu-ilmu agama, tetapi juga memahami hukum dan sistem sosial kemasyarakatan modern.
KH. Abdul Wahid Zaini dikenal sebagai ulama yang lebih banyak mengekspresikan pemikirannya melalui pidato, ceramah, risalah internal pesantren, dan kebijakan pendidikan, daripada melalui buku-buku cetak. Namun, beberapa hasil kajian dan karya beliau dapat dilihat dalam bentuk:
1. Trilogi Santri – konsep pembinaan santri yang menekankan tiga nilai utama: Kesadaran beragama (spiritualitas), Kesadaran berilmu (intelektualitas), Kesadaran berakhlak dan sosial (moralitas)
2. Panca Kesadaran Santri – gagasan pengembangan karakter santri yang meliputi:
Kesadaran beragama, Kesadaran berilmu, Kesadaran berorganisasi, Kesadaran bermasyarakat, Kesadaran berbangsa dan bernegara
3. Tulisan internal Pesantren Nurul Jadid, seperti panduan Kepemimpinan Pesantren dan Pola Pengembangan Santri Mandiri.
4. Beberapa karya beliau juga diabadikan dan dikaji dalam penelitian akademik, seperti tesis dan jurnal: Dimensi Spiritual Kepemimpinan KH. Abdul Wahid Zaini dalam Pengembangan Profesionalitas dan Keunggulan Kelembagaan di Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo (Abu Hasan Agus R., 2018), Dakwah Persuasif dan Komunikatif KH. Abdul Wahid Zaini (Ainur Rofiq, 2020).
Pokok-Pokok Pemikiran KH. Abdul Wahid Zaini
Pemikiran KH. Wahid Zaini bersifat moderat, integratif, dan kontekstual, menyesuaikan antara nilai Islam klasik dan tantangan modern. Berikut beberapa pokok pentingnya:
1. Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum
Beliau berpendapat bahwa ilmu agama dan ilmu umum tidak boleh dipisahkan. Keduanya harus menjadi satu kesatuan yang saling melengkapi untuk membangun peradaban Islam yang maju dan berdaya saing.
2. Pesantren sebagai Lembaga Pembaharuan Sosial
Menurut beliau, pesantren tidak boleh eksklusif dan hanya mengurus pendidikan agama. Pesantren harus berperan aktif dalam memajukan masyarakat melalui ekonomi, kesehatan, dan pemberdayaan sosial.
3. Kepemimpinan Spiritual dan Kolektif
KH. Wahid Zaini menekankan pentingnya spiritual leadership — kepemimpinan yang dilandasi keikhlasan, kebersamaan, dan tanggung jawab moral kepada Allah. Ia juga membangun sistem kepemimpinan kolektif di pesantren agar tidak bergantung pada satu figur.
4. Pendidikan Karakter Santri (Trilogi dan Panca Kesadaran)
Gagasannya mengenai Trilogi Santri dan Panca Kesadaran Santri menjadi dasar kurikulum pembentukan karakter di Nurul Jadid hingga kini.
5. Kemandirian dan Inovasi Lembaga
Ia mendorong santri dan lembaga pesantren untuk kreatif, mandiri secara ekonomi, dan mampu menjawab kebutuhan zaman tanpa kehilangan jati diri keislamannya.
Analisis Pembelajaran Kehidupan dari Pemikirannya:
Dari pemikiran dan perjalanan hidup KH. Abdul Wahid Zaini, terdapat banyak pelajaran berharga yang relevan bagi dunia pendidikan dan kehidupan umat Islam masa kini:
1. Menyeimbangkan Spiritualitas dan Intelektualitas
Kehidupan modern membutuhkan insan yang bukan hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kuat secara spiritual. KH. Wahid menunjukkan bahwa keduanya dapat berjalan beriringan.
2. Kemandirian dan Kepemimpinan Berbasis Akhlak
Beliau memberi contoh kepemimpinan yang melayani, bukan memerintah. Santri dididik untuk menjadi pemimpin yang bertanggung jawab, rendah hati, dan berjiwa sosial.
3. Pesantren sebagai Pusat Transformasi Sosial
Gagasan beliau membuktikan bahwa pesantren mampu menjadi agen perubahan — mencetak generasi berilmu, beriman, dan berdaya guna bagi masyarakat.
4. Pendidikan Berorientasi Nilai dan Aksi
Menurut KH. Wahid, belajar tidak hanya untuk tahu, tapi untuk menjadi — menjadi insan yang bermanfaat bagi agama, bangsa, dan sesama manusia.
5. Teladan Kesederhanaan dan Keikhlasan
Dalam kesehariannya, beliau dikenal sangat sederhana dan ikhlas dalam mengabdi. Nilai inilah yang menjadi kekuatan spiritual bagi ribuan santrinya di Nurul Jadid.
Kesimpulan
KH. Abdul Wahid Zaini adalah figur ulama pembaharu yang berhasil memadukan nilai-nilai Islam tradisional dengan semangat modernitas. Ia bukan hanya pengasuh pesantren, tetapi juga pendidik, pemikir, dan pemimpin spiritual yang menanamkan kesadaran beragama, berilmu, dan bermasyarakat kepada generasi muda Islam. Pemikirannya tetap hidup hingga kini melalui sistem pendidikan, nilai-nilai santri, dan semangat kemandirian yang tumbuh di Pondok Pesantren Nurul Jadid.
