KH. Abdullah Faqih Ponpes Langitan Tuban, Biografi dan Pemikirannya.

Oleh : Aura Puspa Devina dkk

Tulisan ini berbentuk narasi biografi & pemikiran K. H. Abdullah Faqih Langitan Tuban
Mata kuliah Bahasa Indonesia ini dibimbing oleh Bapak Yahya Aziz, S. Ag, M. pd. I, dosen PIAUD di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan. Penulis dari Kelompok 3 adalah sebagai berikut:
1. DINI DWI INDRIANI (06020925027)
2. DEWI NAFISAH (06010925001)
3. MUKASYAFATUL QULUB (06010925008)
4. ALFISTA ADILAH NUR JANNAH (06020925018)
5. AURA PUSPA DEVINA (06030925086)

KH. Abdullah Faqih merupakan ulama yang memiliki karisma, lahir di Mandungan, Widang, Tuban, Jawa Timur, pada Sabtu, 2 Mei 1932 M atau 1 Muharram 1351 H. Ia adalah anak dari Kiai Rofi’i dan Nyai Khadijah. Setelah mengabdikan diri sebagai ulama dan pengasuh pesantren untuk waktu yang lama, ia meninggal pada 29 Februari 2012 di Widang dan dikebumikan di kompleks Pondok Pesantren Langitan. Beliau memiliki latar belakang pendidikan yang kuat dalam tradisi pesantren. Pendidikan dasar agama beliau peroleh dari ayah dan paman, KH. Abdul Hadi Zahid, di Langitan. Kemudian, beliau melanjutkan untuk mendalami ilmu di pesantren-pesantren besar, seperti Pondok Pesantren Lasem di bawah bimbingan KH. Ma’shum dan Pondok Pesantren Senori Tuban kepada KH. Abu Fadhol. Pengetahuan beliau juga membawa beliau ke Tanah Suci, di mana ia belajar di Makkah dari banyak ulama terkenal, seperti Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki Al Hasani, yang merupakan tradisi kuat ulama Nusantara.

Sejak tahun 1971, KH. Abdullah Faqih memimpin Pesantren Langitan dan lebih dikenal sebagai sosok karismatik yang fokus pada dakwah lisan serta contoh hidup, ketimbang memenuhi banyak tulisan formal. Karena itu, karya tulisnya tidak terlalu banyak yang dipublikasikan dalam bentuk kitab. Namun, pokok-pokok pemikiran beliau sangat jelas terlihat dalam kebijakan dan praktik pengasuhan pesantren serta keterlibatannya di ranah kebangsaan.

Salah satu pemikirannya yang paling utama adalah menjaga keseimbangan antara melestarikan tradisi Salafiyah—dengan penguasaan mendalam terhadap ilmu Islam (terutama Fiqih)—dan keterbukaan pada perkembangan zaman. Ini ditunjukkan melalui pengembangan sarana dan kurikulum yang mulai memasukkan ilmu umum, tetapi semangat utamanya tetap terfokus pada pendalaman agama. Dalam konteks kebangsaan, ia merupakan ulama yang sangat dihormati dan menjadi rujukan (Kiai Khos NU), serta menjadi tokoh sentral di belakang “Poros Langitan” yang memiliki peran politik penting, memperlihatkan pandangannya tentang pentingnya ulama dalam menjaga moral dan menentukan arah bangsa.

Analisis kehidupan berdasarkan pemikiran KH. Abdullah Faqih menekankan pada pemahaman kepemimpinan spiritual yang didasari pada kesederhanaan dan istiqamah. Kehidupan beliau menjadi contoh bahwa karisma sejati muncul dari kerendahan hati (tawadhu) dan konsistensi dalam ibadah serta pendidikan. Beliau terkenal sangat disiplin dan tak segan membersihkan lingkungan pesantrennya sendiri, menjadi teladan nyata bagi santri bahwa ilmu dan kesalehan perlu diimbangi dengan kerja keras dan kerendahan hati.

Pandangannya tentang pengembangan pesantren dan perannya dalam politik menunjukkan bahwa seorang ulama harus punya visi yang luas dan keberanian moral untuk terlibat, tetapi tetap lebih memilih untuk berada di belakang layar sebagai penasihat dan penyeimbang, bukan sebagai pencari kekuasaan, demi menjaga kemurnian peran ulama sebagai pelayan umat dan penjaga agama (tokoh penyangga tanah Jawa).