
Oleh : Achmad Isa Al-Firdausi dkk
Tulisan ini merupakan tugas kelompok narasi tentang biografi tokoh agama agama mata kuliah public speaking yang dibimbing langsung oleh : Bapak Yahya Aziz dosen FTK UINSA.
Kelompok kami :
1. Achmad Isa Al Firdausi
2. Achmad Mukhalis Muhsin
3. Jihan Tsuraya
4. Nurul Fadilah
5. Tsalisatus Zahro
KH. Ahmad Sahal merupakan salah satu dari pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo. Beliau adalah putera kelima dari Kyai Santoso Anom Besari. Lahir di desa Gontor Ponorogo pada tanggal 22 Mei 1901. Beliau wafat pada tanggal 9 April 1997. KH. Ahmad Sahal menempuh pendidikan di Sekolah Rendah (Vervolk School) atau Sekolah Ongko Loro. Setamat Sekolah Rendah beliau mondok di berbagai pondok pesantren diantarnya adalah pondok pesantren Kauman Ponorogo; pondok Joresan Ponorogo; pondok Josari Ponorogo; Pondok Durisawo Ponorogo; Siwalan Panji Sidoarjo; Pondok Termas Pacitan. Setelah menjelajah berbagai kitab di berbagai Pondok pesantren, beliau masuk ke sekolah Belanda Algemeene Nederlandsch Verbon ( Sekolah pegawai di Zaman penjajahan Belanda), tahun 1919-1921.
Pada tahun 1926 menjadi utusan ummat Islam daerah Madiun ke Kongres Ummat Islam Indonesia di Surabaya. Dan pada tahun yang sama membuka kembali Pondok Gontor dengan program pendidikan yang dinamakan “Tarbiyatu-l-Athfal“. Setahun kemudian mendirikan Pandu Bintang Islam dan klub olah raga dan kesenian yang diberi nama “RIBATA” (Riyadhatu-l-Badaniyah Tarbiyatu-l-Athfal). Sejak tahun 1929 mendirikan kursus Kader dan Barisan Muballigihin yang berakhir hingga tahun 1932. Pada tahun 1935 beliau mengetahui Ikatan Taman Perguruan Islam (TPI), yaitu suatu ikatan sekokolah-sekolah yang didirikan oleh alumni-alumni TA di desa-desa sekitar gontor. Pada tahun 1937 mendirikan organisasi pelajar Islam yang di beri nama “Raudlatu-l-Muta’allimin”. Selain itu beliau juga mendirikan dan memimpin Tarbiyatu-l-Ikhwan (Barisan Pemuda) dan Tabiyatu-l-Mar’ah (Barisan Wanita).
KH. Ahmad Sahal mengajarkan bahwa kekayaan yang paling berharga dalam hidup bukanlah harta, tetapi kekayaan hati dan pikiran. Dalam banyak kesempatan, beliau mengingatkan kita untuk tidak merasa minder atau berkecil hati hanya karena kita tidak memiliki kekayaan materi yang banyak. Kekayaan yang sesungguhnya adalah kekayaan batin yang tercermin dalam sikap, pikiran, dan tindakan yang mulia. Kepemimpinan beliau mengajarkan bahwa kekuatan sejati terletak pada karakter dan integritas seorang pemimpin, bukan pada status sosial atau harta yang dimiliki. Dalam dunia yang serba materi ini, ajaran tersebut sangat relevan. Seorang pemimpin yang kaya hati dan pikiran, yang mampu menjaga akhlaknya dan selalu berusaha menjadi pribadi yang lebih baik, akan mampu memimpin dengan kebijaksanaan dan keteladanan.
Prinsip “Digdaya tanpa aji-aji” (kekuatan tanpa kesaktian) juga sangat relevan dalam kepemimpinan yang diterapkan oleh KH. Ahmad Sahal. Beliau mengajarkan bahwa seorang pemimpin yang sejati tidak perlu menunjukkan kekuatan atau kesaktian yang mencolok. Kekuatan yang sesungguhnya datang dari kualitas pribadi, ketulusan hati, dan kemuliaan akhlak yang ditunjukkan melalui tindakan nyata. Pemimpin yang digdaya adalah pemimpin yang mampu memberikan pengaruh positif tanpa harus mengandalkan kekuatan fisik atau posisi jabatan. Kepemimpinan ini mencerminkan pandangan bahwa kekuatan sejati berasal dari dalam diri, bukan dari apa yang dimiliki atau dari kekuasaan yang dimiliki di luar diri. Pemimpin seperti ini akan dihormati bukan karena jabatan atau statusnya, tetapi karena integritas dan kualitas dirinya.
KH. Ahmad Sahal juga menekankan pentingnya keberanian dalam menghadapi kesulitan. Prinsip beliau, “Yen waniyo ing gampang, wediyo ing pakewuh, sabarang ora kelakon”, mengajarkan kita bahwa seorang pemimpin harus berani menghadapi tantangan, bahkan yang paling sulit sekalipun. Tidak ada pemimpin yang bisa mencapai keberhasilan tanpa menghadapi tantangan. Namun, keberanian untuk menghadapi kesulitan ini tidak hanya diperlukan dalam menghadapi masalah eksternal, tetapi juga dalam melawan diri sendiri, dalam mengatasi ego dan hawa nafsu yang seringkali menjadi hambatan terbesar dalam kepemimpinan. Keberanian untuk menghadapi kesulitan adalah salah satu ciri kepemimpinan yang dapat membawa perubahan, dan ini adalah pelajaran penting yang kita ambil dari KH. Ahmad Sahal.
Prinsip “Tata, titi, tatag, tutug” (tertib, teliti, berani, dan tuntas) yang beliau ajarkan menunjukkan bahwa kepemimpinan yang efektif juga membutuhkan kedisiplinan dan konsistensi dalam bertindak. Pemimpin yang efektif harus mampu merencanakan dengan baik, bertindak dengan teliti, memiliki keberanian untuk mengambil keputusan, dan selalu menyelesaikan setiap tugas dengan tuntas. Kepemimpinan yang tidak disiplin akan menghasilkan kebingungan dan ketidakpastian, sementara kepemimpinan yang tuntas dan penuh perhitungan akan memberikan rasa aman dan kepercayaan bagi orang-orang yang dipimpin. Seorang pemimpin harus mampu mengorganisir sumber daya dengan bijaksana dan menjalankan visi dengan penuh komitmen.
Berikut ini adalah nasihat emas dari Mbah Ahmad Sahal Gontor yang dirangkum menjadi lima nasihat.
1. Sugih Tanpo Bondo (Merasa kaya tanpa harta)
Kita mempunyai kekayaan yang lebih berharga dari harta. Tidak perlu berkecil hati atau menjadi manusia minder dengan apa yang kita punya. Yang penting kita tetap menjaga kekayaan yang diwariskan dalam diri kita dari lahir. Yaitu kaya hati dan pikiran.
2. Ngluruk tanpo Bolo (Melawan tanpa kawan)
Yang dimaksud adalah melawan diri sendiri dan hawa nafsu. Karena memang untuk melawan diri sendiri tidak dibutuhkan siapa-siapa. Sebisa apapun kita dibantu kawan, tapi kalau diri kita menolak itu tidak ada artinya. Hanya kamu yang bisa melawan dirimu sendiri.
3. Digdoyo tanpo Aji (Digdaya tanpa kesaktian)
Dengan hati dan pikiran baik, secara tidak langsung membentuk perilaku yang baik. Dari sana orang akan menghargai dan segan dengan kita walau kita tak punya kelebihan(aji).
4. Menang tanpo Ngesorke (Menang tanpa merendahkan)
Kita bisa menjadi pemenang tanpa merendahkan siapa-siapa. Karena dengan pribadi baik yang kita punya, orang yang berhadapan dengan kita sudah merasa rendah diri tanpa kita rendahkan. ..
5. Pesan Trimurti
Pesan trimurti dari KH. Ahmad sahal: “Berani hidup tak takut mati, takut mati jangan hidup, takut hidup mati saja”.
Di dalam rahim, manusia telah diberikan pilihan oleh Allah tentang kesiapan dalam menjalani kehidupan sebagai manusia. Hanya saja kita lupa. Karena kehidupan ini adalah ujian, agar dapat kembali kepada-Nya ditempat yang mulia.
