
By : Drs. Imam Bukhari, MPH Tempat/Tg.Lahir : Sumenep, 10 Juli 1967. Pendidikan : S1 AN Fisip Universitas Jember; S2 SPHTM Tulane University Louisiana.
Konflik antara Bupati Jember Fawait dan Wakil Bupati Joko Santoso semakin menjadi sorotan publik.
Awalnya, pasangan ini didukung harapan besar dengan visi pembangunan inklusif dan jargon Jember Baru Jember Maju. Namun, kenyataan menunjukkan retakan di tubuh kepemimpinan yang mestinya menjadi teladan.
Disharmoni antara bupati dan wakil bupati bukan sekadar persoalan personal. Dampaknya langsung dirasakan rakyat. Ketika dua pucuk pimpinan tidak berjalan seirama, kebijakan daerah kehilangan arah.
Birokrasi berpotensi terpecah, dan kepercayaan masyarakat terkikis. Publik tentu jenuh menyaksikan drama politik, sementara problem ancaman banjir, jalan yang sudah mulai rusak, penataan kaki 5, pengangguran, hingga stagnasi ekonomi belum tertangani dengan serius.
Sejarah politik di banyak daerah menunjukkan bahwa retakan elite hanya bisa disembuhkan dengan kerendahan hati.
Ego pribadi harus dikesampingkan demi kepentingan yang lebih besar, yakni rakyat. Kekuasaan bukan panggung perebutan pengaruh, melainkan amanah.
Bupati dan wakil bupati Jember masih punya kesempatan untuk memperbaiki keadaan.
Jalan keluarnya jelas: duduk bersama, membangun komunikasi yang jujur, serta menyepakati mekanisme kerja yang saling menghargai. Tanpa itu, kepemimpinan mereka akan terus dirongrong konflik, dan rakyat akan semakin kehilangan kepercayaan.
Rakyat Jember tidak menuntut kemewahan, hanya kepastian bahwa pemerintah daerah bekerja untuk mereka. Jika Fawait dan Joko Santoso mampu menyingkirkan ego dan kembali ke jalur kebersamaan, mereka bukan hanya menyelamatkan pemerintahan, tetapi juga menyelamatkan masa depan Jember.
Ingatlah, sejarah selalu lebih keras mengadili pemimpin yang gagal menunaikan amanahnya.
(Trisno)
