Esensi “Merdeka Belajar” Sesungguhnya Dalam UM

 

Oleh: Sri Sunarni (Guru MTsN 6 Kab. Pasuruan).

Sejak tahun 2019, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Nadiem Anwar Makarim memulai revolusi pendidikan baik di tingkat dasar, menengah, hingga tinggi. Revolusi pendidikan berupa konsep medeka belajar disemua aspek pendidikan formal.

Merdeka belajar adalah satu program inisiatif Mendikbud yang ingin menciptakan suasana belajar yang bahagia dan tidak stress. Konsep merdeka belajar ada pada proses pendidikan, harus menciptakan suasana-suasana yang membahagiakan buat guru, peserta didik, orang tua dan untuk semua orang. Esensi “merdeka belajar” adalah kemerdekaan menentukan target dalam belajar, kemerdekaan berpikir terutama harus ada di guru dahulu. Jika tanpa terjadi di guru maka tidak mungkin bisa terjadi di peserta didik. Jika kemerdekaan guru dan kemerdekaan belajar terjadi, maka akan melahirkan kemerdekaan dalam proses belajar.

Untuk mewujudkan konsep merdeka belajar, Nadiem menjabarkan dalam 4 kebijakan yang meliputi Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi.
Dari 4 kebijakan diantaranya Penilaian USBN komprehensif dan UN Nadiem menyampaikan penyelenggaraan USBN dan UN tahun 2020 diganti dengan UM atau US yang di diselenggarakan oleh sekolah. Tujuannya untuk menilai kompetensi siswa dan dapat dilakukan dalam bentuk tes tertulis atau penilaian komprehensif seperti portopolio dan penugasan. Portopolio ini dapat dilakukan melalui tugas kelompok, karya tulis, dan sebagainya.

Konsep merdeka belajar yang digulirkan oleh Mendikbud merupakan jawaban atas keluhan dalam sistem pendidikan. Salah satunya, banyaknya peserta didik yang dipatok oleh nilai-nilai tertentu. Konsep merdeka belajar ini sangatlah berbeda dengan kurikulum yang pernah ada dan digunakan oleh pendidikan formal di Indonesia. Konsep pendidikan baru ini sangat memperhitungkan kemampuan dan keunikan kognitif individu para siswa.

Program Merdeka belajar ini diperkuat dengan dikeluarkan Surat Edaran (SE) Mendikbud Nomor 1 tahun 2021 tentang peniadaan UN dan ujian kesetaraan serta pelaksanaan ujian sekolah dalam masa darurat covid 19. Yang paling menarik dalam konsep “merdeka belajar” adanya perluasan penilaian hasil belajar siswa yang awalya dari nilai UN, menjadi penugasan dan portofolio. Sebelum konsep merdeka belajar digulirkan oleh Mendikbud, kelulusan hanya ditentukan oleh nilai Ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional (UAMBN), Ujian Madrasah Berstandar nasional (UMBN) dan Ujian Nasional berbasis komputer (UNBK).

Fenomena di masyarakat terkait pelaksanaa ujian kelulusan sebelum SE Mendikbud Nomor 1 Tahun 2021 disahkan, sangat merugikan siswa, orang tua maupun guru. Lalu apa saja fenomena itu? Fenomena diawali dari pemerintahan Orde lama, Orde Baru istilah UN awalnya dengan nama ujian negara, kemudian menjadi Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (EBTANAS) dengan waktu dan materi ujian ditentukan oleh pemerintah pusat.

Materi soal yang keluar dalam ujian UAMBN maupun UNBK belum tentu, sudah melihat ketuntasan materi belajar di tiap Madrasah atau sekolah seluruh wilayah di Indonesia. Kita tidak menutup mata bahwa UN telah merenggut banyak korban, anak-anak yang stres bahkan sampai memutuskan untuk mengakhiri hidup adalah catatan dari kelamnya kebijakan UN. Terjadi psikologi massa terganggu sebab UN menjadi momok yang menakutkan bagi anak-anak, orangtua, pihak sekolah, maupun pemerintah daerah. Meski belakangan ini tidak menjadi penentu kelulusan, UN tetap membuat sekolah atau madrasah harus bekerja ekstra untuk mencapai nilai yang baik. Bahkan setiap UN berlangsung selalu saja ada cerita tentang kecurangan, tidak dalam konteks individual, tetapi dalam bangunan struktural yang melibatkan banyak pihak. UN telah mengubah orientasi kebijakan pendidikan karena semua pihak dipacu untuk berlomba agar nilai UN di sekolah atau madrasah bagus. Bahkan para kepala daerah berupaya keras agar capaian UN di daerahnya tinggi sebab tingginya capaian UN dianggap sejalan dengan keberhasilan pendidikan daerah. Pada fase ini kegagalan pendidikan begitu nyata.

Hubungan korelasi pembangunan pendidikan karakter yang terus didengungkan terbentur dengan suasana pragmatis, nilai UN yang tinggi menjadi tujuan apa pun caranya.
Apa memang UN sangat berpengaruh terhadap pola belajar anak-anak di Indonesia? Apa tiadanya UN akan membuat anak-anak menjadi malas belajar? Apa sesungguhnya tujuan pendidikan kita? Khususnya pendidikan dasar dan menengah, apa hanya menyelesaikan soal-soal UN dan mendapatkan nilai yang bagus saja? Padahal dalam UU Sisdiknas No 20 tahun 2003, pendidikan nasional bertujuan berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Maka yang perlu kita lakukan ialah berfokus pada upaya membuat bangunan pendidikan yang memungkinkan tercapainya tujuan nasional tersebut. Jangan sampai ruang-ruang pendidikan justru membonsai upaya tercapainya tujuan pendidikan itu.

Maka mulai tahun 2021, diberlakukan Asesmen Nasional pengganti USBN dan UN. Ini sebagai wujud peningkatan sistem evaluasi pendidikan dari kebijakan Merdeka Belajar. Sebagai pengganti UN maupun USBN atau UAMBN adalah Ujian Sekolah (US) atau Ujian Madrasah (UM). Bentuk US atau UM bisa berupa tugas, portofolio, tugas praktek dan lain-lain. Jika dikaitkan dengan konsep merdeka belajar yang dilontarkan Nadiem, maka sekolah maupun madrasah bisa menyiapkan teknik Ujian kelulusan sendiri.

Ada beberapa contoh teknik yang bisa dilakukan Sekolah maupun Madrasah dalam menentukan US atau UM. Yang pertama dari segi materi soal US atau UM, guru mata pelajaran (Mapel) memberikan kebebasan kepada siswa untuk membuat soal dan jawabannya. Kemudian guru Mapel menyeleksi soal yang terbaik atau juga mengkolaborasikan soal dari beberapa siswa yang sesuai dengan ketuntasan materi pelajaran. Soal ini dijadikan bahan untuk soal US atau UM. Teknik yang lain, bisa berupa memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih sesuai bakat, minat atau kemampuannya menyelesaikan tugas US atau UM.

Jika hal ini dilakukan, merdeka belajar guru dan siswa dalam proses pembelajaran khususnya ujian kelulusan US atau UM terwujud. Sehingga asesmen Nasional untuk 2021 tidak memerlukan persiapan khusus maupun tambahan yang justru akan menjadi beban psikologis tersendiri. Tidak usah cemas, tidak perlu bimbel khusus untuk asesmen nasional ini. Kedepannya siswa akan diberikan ruang untuk bisa mengembangkan diri mereka sesuai minat dan bakat.

Dengan cara ini, stigma siswa pintar dan bodoh diharapkan bisa segera dihilangkan. Sebab, manusia memiliki bakat alami yang berbeda-beda, dan tidak bisa ditentukan dengan tes formal. Hal ini selaras dengan teori pembelajaran konstruktivisme adalah sebuah teori pendidikan yang mengedepankan peningkatkan perkembangan logika dan konseptual pembelajar. Bahwa belajar hanya terjadi ketika ada pemrosesan informasi secara aktif sehingga mereka meminta pembelajar untuk membuat motif mereka sendiri dengan menghubungkan pengetahuan baru dengan motif tersebut.