Masyarakat Butuh Aktor Sosial, Bukan Aktor Politik

 

Oleh: Irwan Hidayat*

Dari kehari yang kita lalui selalu saja memunculkan berbagai bentuk dinamika kehidupan. Ada suka dan ada duka. Namun hal yang selalu menjadi pusat perhatian di seluruh tanah air saat ini adalah, bagaimana masyarakat bisa memilih dan mencari orang-orang yang mampu mem­bawa aspirasi dan berpihak kepada mereka. Bukan kepada partai, kelompok, termasuk diri sendiri.

Kondisi selama ini telah membuat masyarakat menjadi apatis akan janji-janji yang diucapkan. Tidak jarang mereka dibu­tuhkan dan dijambangi hanya pada saat-saat masa kampanye. Akan tetapi setelah itu, mereka terabaikan selama lima tahun ke depan.
Asumsinya adalah bahwa masyarakat tidak lagi begitu peduli akan pesta demokrasi yang berlangsung di daerahnya sendiri, akibat telah jenuh dengan janji-janji, yang hanya dibutuhkan pada saat-saat tertentu dan setelah itu akan tetap terabaikan.
Pengembalian kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah perlu segera dibangun. Jangan dibiarkan semakin kronis, karena akan memunculkan berbagai persoalan, yang akan merepotkan semua pihak.

Ini adalah tanggung jawab semua komponen, bagaimana kita duduk bersama untuk kembali membangun kepercayaan yang sudah mulai tenggelam akibat arus kebohongan yang diperbuat selama ini.
Melihat kondisi yang terjadi, penulis sangat tertarik akan apa yang ditulis oleh Bapak Ruslan Ismael Mage, dalam bukunya yang berjudul “Berpolitik dengan Biaya Murah” dalam lembaran tulisannya mengatakan bahwa kalau ingin memenangkan pemilu dengan meminimalkan biaya politik, sang kandidat harus cerdas dari awal membangun personal branding yaitu harus mengetahui kapan saatnya menjadi aktor sosial dan kapan waktunya harus menjadi aktor politik.

*Aktor Sosial*

Seorang aktor sosial tidak akan pernah membiarkan rakyatnya sebagai anak yatim piatu, berjalan sendiri dalam kebutaan, menyelesaikan berbagai persoalan kehidupan sosialnya. Di sini peran aktor sosial akan datang, bukan untuk memberi uang dan menebar janji, akan tetapi aktor sosial datang menebar silaturahmi, merancang pola pemecahan masalah, merekonstruksi kerangka pem­berdayaan potensi masyarakat dalam upaya menyelesaikan persoalan kehidupan yang dialami oleh rakyat.

Sebab aktor sosial tidak mempunyai waktu untuk bertanam tebu di bibir, karena akan lebih vokus menanam saham dan budi pekerti di lahan jiwa rakyatnya. Selalu menanamkan benih benih persaudaraan dengan tidak melihat latar belakang, agama, kelompok maupun kaya dan miskin, mereka selalu ada setiap waktu. Inilah aktor yang dibutuhkan oleh masyarakat saat ini dan bukan sebaliknya.

*Bukan Aktor Politik*

Sementara aktor politik selalu memainkan peran dengan hiasan pangung dan merindukan riuhnya tepuk tangan dari rakyat. Mereka datang dan pergi menemui rakyat pada saat-saat akan berlangsungnya pemilihan umum. Rakyat dieksploitasi dan dinina bobokan pada musim kampanye, seakan apa yang dibutuhkan dan bahkan tidak diminta sekali­pun sang aktor akan mencurahkan seluruh perhatian kepada mereka.

Aktor politik harus mampu menjaga alur cerita yang sudah diskenariokan agar masyarakat larut dalam untaian cerita yang dimainkan oleh sang aktor. Tetapi pada tahapan implementasi, apa yang telah disampaikan di lapangan hampir semua politisi tidak konsisten keberpihakannya kepada rakyat. Inilah salah satu penyebab terlukanya hati rakyat selama ini dan masih banyak lagi pe­nyebab lainnya.
Kehidupan memang merupakan sandiwara terpanjang di muka bumi. Kita tidak bisa menolak peran yang diberikan, sebagaimana kita tidak bisa menolak untuk dilahirkan. Semunya sudah ada yang mengatur. Namun kita juga harus dapat memaklumi, bahwa segala hal yang diciptakan Tuhan di muka bumi pasti ada gunanya.

Maaf mengungkapkan bahwa seorang pencuri pun ada gunanya, dimana dia mengingatkan untuk kita selalu waspada dan berhati-hati, dan selalu menutup pintu rumah sebelum tidur. Disamping itu dia juga membuka lapangan kerja bagi peronda malam.
Kita sangat berharap kiranya ke depan akan lahir aktor-aktor sosial yang akan mampu membangun kebersamaan dengan masyarakat dari waktu ke waktu. Selalu ada saat rakyat membutuhkannya, merakyat dengan visi kepemimpinan visioner yang memiliki pandangan jauh ke depan dalam membangun peradaban manusia bangsa dan negaranya.

Tidak memanfaatkan waktu-waktunya untuk kepentingan sendiri dan kelom­poknya, tetapi bagaimana bersama rakyat, tokoh masyarakat, alim ulama dan cerdik pandai merumuskan strategi untuk menggali seluruh potensi yang dimiliki oleh bangsa dan bumi ini dalam menjalankan roda pembangunan, yang secara keselurahan adalah untuk kesejahteraan dan masa depan yang lebih baik. Semuanya itu ada pada aktor sosial dan bukan berada pada aktor politik.

*Irwan Hidayat adalah Pengamat Sosial*