R.M. Tirto Adhi Soerjo (Bapak Pers Dan Penggagas Revolusi Indonesia)

Oleh; Damar Wicaksono

Setiap masyarakat dimanapun selalu terdapat pelaku sejarah, yaitu orang yang secara langsung terlibat dalam peristiwa sejarah. Di Indonesia saat ini masih banyak pelaku sejarah yang belum ditulis pemikiran-pemikiran dan pengalaman hidupnya. Maka dari itu penulis tertarik untuk mengangkat tokoh Minke atau R.M.T Tirto Adhi Soerjo yang jarang diketahui oleh masyarakat Indonesia. Selama ini, orang memanggilku Minke, namaku sendiri… tidak perlu kusebutkan, bukan karna gila mysteri.
*Awal Manusia Pemula*
Raden Mas Titro Adhi Soerjo nama kecilnya adalah Djokomono beliau merupakan keturunan dari Tirtono yaitu seorang Bupati Bodjonegoro, lahir pada tahun 1875 di Blora Jawa Tengah dan meninggal pada tahun 1917 di Manggadua Jakarta. Dia adalah bangsawan pertamaA ang sadar memasuki dunia perniagaan dengan jurnalistik sebagai sarana. Dia pernah mendapat tawaran sebanyak tiga kali untuk bekerja pada negri dan ditolaknya. Pada masa kecilnya dia bersama neneknya tinggal di Bodjonegoro dan menempuh pendidikan di Europeesche Lagere School (ELS) pada usia 12 tahun. Setelah neneknya meninggal dunia dia pindah ke Madiun ikut saudaraA
sepupunya yaitu R.M.A. Brotodiningrat, Bupati Madiun. Itupun tidak sampai tamat sekolah karna kemudia pindah ke Rembang ikut abangnya, R.M. Tirto Adi Koesoemo, Jaksa-kepala Rembang.
Di betawi Tirto terlepas dari aturan dan semua ikatan ketat keluarga ningrat-priayi. Ia langsung terjun ke dalam lapisan masyarakat. Ini dapat kita ketahui dari cepatnya ia dapat menyerap dialek Melayu-Betawi dan langsung menggunakanya dalam tulisan. Pada tahun 1894-1895, yang masih dalam kelas persiapan atau usia 14-15 ia sudah menirimkan berbagai tulisan ke sejumlah surat kabar terbitan Betawi. Dari sini dapat kita lihat, di sekolah dasar pun ia sudah suka dan bisa menulis, hanya saja dalam bahasa Belanda atau Jawa. Ia mulai membantu Chabar Hindia Olanda (terbit; Batavia, 1888-1897) yang dipimpin oleh Alex Regensburg, selama dua tahun. Setelah surat kabar Chabar Hindia Olanda ia menjadi pembantu tetap Pembrita Betawi terbitan Bandung.
*Awal Pers Nasional*
Perkembangan pers di Hindia Belanda tidak dapat dipisahkan dari keberadaan mesin cetak di wilayah tersebut. Mesin cetak pertama di Hindia Belanda didatangkan oleh para misionaris Gereja pada tahun 1624. Ketiadaan tenaga terampil membuat mesin tersebut tidak dapat dimanfaatkan untuk kegiatan percetakan. Kegiatan percetakan di Hindia Belanda mulai benar-benar muncul pada tahun 1667. Pengunaan mesin cetak sebagai pencetak surat kabar baru dilakukan pada tahun 1744 pada masa gubernur jenderal Gustaaf Willem Baron van Imhoff. Surat kabar tersebut bernama Bataviasche Nouvells dan dicetak oleh percetakan resmi pemerintah kolonial Kemunculan Bataviasche Nouvells menunjukkan kesadaran pemerintah kolonialakan pentingnya terbitan berkala sebagai sarana menyampaikan informasi resmi kepada khalayak umum.
Memasuki abad XX pers semakin memiliki peranan penting dalam perkembangan kemajuan masyarakat pribumi Nusantara. Pada era ini mulai muncul sejumlah surat kabar yang berasal dari bangsa pribumi. Surat kabar tersebut antara lain Soenda Berita dan Medan Prijaji. Kedua surat kabar ini merupakan sarana bagi bangsa pribumi untuk menyuarakan aspirasi politik mereka. Sirat kabar Soenda Berita di gagas oleh Tirto Adhi Soerjo ketika Setelah tamat SD ia meneruskan ke sekolah dokter STOVIA (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen-sejak 1913 menjadi indische Artsen). Setelah belajar selama 6 tahun, pada waktu itu dikeluarkan dari sekolah. Namun penyebab pasti dari pemberhentian itu belum dapat diketahui. Setelah meninggalkan STOVIA pada tahun 1901 ia langsung diangkat menjadi redaktur Pembrita Betawi. Pada tahun 1902 ia dipercayakan menjadi penanggungjawab Pembrita Betawi. Pada tahun itu juga Nieuws van den Dag terbit, yang dipimpin oleh Karel Wijbrands.
Pada tanggal 7 Februari 1903, lahirlah surat kabar yang menjadi tonggak sejarah pers nasional: Soenda Berita. Setalah ia memutuskan untuk berhenti dari Pembrita Betawi dan dengan modal penjualan semua harta benda-nya yang ada di Betawi, ditambah dengan pemebrian Bupati Cianjur maka terbitlah Soenda Berita. Inilah koran pertama orang Indonesia yang dimodali dan diisi oleh tenaga-tenaga pribumi sendiri tidak lagi menjadi bawahan bangsa lain. Soenda Berita merupakan embrio yang menjadi pertaruhan dan sekaligus petunjuk pertama kemana arah ayun cendikiawan Tirto dalam menyuluh bangsanya secara nasional. Dengan Soenda Berita Tirto menjadikannya jalan untuk mencapai cita-citanya memadukan perdagangan dan surat kabar guna memajukan bangsanya. Tujuanya agar masyarakat pribumi Nusantara mampu menguasai bahasa Belanda. Masyarakat pribumi lalu diharapkan dapat mengakses literatur pengetahuan umum yang kebanyakan berbahasa Belanda.
Terbitan-terbitan Tirto Adhi Soerjo yaitu;
1. Pemberita Betawi (Harian) th 1901 dan 1902 dimana dia menjadi Redaktur dan penanggungjawab,.milik Firma Albrecht 7 Co Betawi.
2. Soenda Berita (Mingguan), th 1903/1904.
3. Medan Priaji (Mingguan), th 1907.
4. Soeloeh Keadilan (Bulanan), th 1910 milik NV Medan Priaji dengan Tirto Adhi Soerjo.
5. Poetri Hindia (Tengah Bulanan), th 1910 milik NV Medan Priaji dengan Tirto Adhi Soerjo sebagai direktur.
*Pelopor Gerakan Nasional*
Penjajahan mempunyai dua sisi, yaitu kesengsaraan pada pihak yang terjajah dan kemakmuran pad pihak yang menjajah. Kedua pihak tersebut berhadap-hadapan sebagai lawan.Pihak yang pertama berusaha inigin membebaskan diri ditandai dengan munculnya sekelompok orang yang mempeloporiusahauntuk melenyapkan penjajahan sedangkan pihak kedua berusaha untuk mempertahankan koloninya sebagai sumber devisa. Pemerintah Hindia-Belanda semakin memperluas kekuasaannya mencakup berbagaisegi kehidupan baik politik, ekonomi dan sosial budaya. Dalam bidang politik, pemerintah Hindia-Belanda ikut campur secara intensif dalam persoalan-persoalan intern Indonesia seperti ikut menentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan politik rakyat. Dalam bidang ekonomi pemerintah Belanda membuat suatu kebijakan “memeri kebebasan berdagang bagi orang-orang Cina”.
Dimulainya perlawanan dan tumbuhnya kesadaran rakyat Bumiputra terhadap pemerintah kolonial Belanda yang lebih terorganisir ktika munculnya organisasi modern pribumi di Hindia-Belanda. Organisasi modern yang di dirikan rakyat pribumi tidak lepas dari politik etis yang diterapkan oleh pemerintah kolonial. Organisasi sosial dan politik mulai muncul pasca diterapkanya plotik etis di wilayah Hindia-Belanda. Organisasi pribumi berskala modern pertama di Hindia-Belanda yaitu Sarekat Priyayi di dirikan pada tahun 1906 yang di prakarsai oleh R.M. Tirto Adhi Soerjo. Sarekat Priyayi sebagai organisasi modern pribumi pertama barulah satu contoh percobaan sejarah.
*Tiro Adhi Soerjo dan Boedi Oetomo*
Dewasa ini Boedi Oetomo dipanang sebagai organisasi nasional pertama yang lahir di Indonesia. Namun demikian penduduk pribumi berusaha menghubungkanya dengan semacam organisasi yang ada sebelum tahun 1908. Majalah-majalah Retnodoemilah, yang pertama terbit tahun 1895, dan Pewarta Prijaji yang terbit 5 tahun kemudian, mencerminkan adanya hasrat di kalangan elite pribumi untuk memperjuangkan kepentingan mereka sendiri.
Boedi Oetomo di dirikan pada tanggal 20 Mei 1908 oleh para siswa Stovia yang diilhami gagasan dokter Wahidin Sudirohusodo. Antara yang dicita-citakan BO dan SP terdapat kesamaan tujuan. Tirto sambut kelahiran organisasi tersebut dengan optimisme tanpa diminta ia sediakan ruang terbitanya untuk ikut mempropagandakan. Bahkan ia juga menjadi anggota BO Afdeeling II Bandung. DalamMhal semangat dan wawasan, SP jauh lebh luas dibandingkan dengan BO. Boedi Oetomo merupakan organisasi kesukuan sedangkan SP tidak. Sarikat Priyayi berwawasan seluruh Hindia tanpa memperhitungkan bangsa-bangsa/ suku di dalamnya, dan dengan demikian secara sadar ini menjadi peletak dasar bahasa Melayu sebagai alat komunikasi nasional unruk masa selanjutnya Namun bantuan Tirto dalam usaha untuk mempropagandakan BO tidak di gubris dan Tirto sendiri sudah tidak puas dengan perkembangan BO. Dalam perkembanganya selama 1 tahun setelah berdiri, BO telah jatuh ke tangan angkatan tua, para priyayi dan angkatan muda tergeser ke belakang setelah itu Tirto, Tjipto Mangoen Koesoemo dan Soewardi Soerjoningrat keluar dari BO.
*Sarekat Dagang Islamiah dan Sarekat islam*
Sarekat dagang islamiah ini didirikan pada 5 April 1909. Landasan yang digunakan bukan dari landasan Sarikat Priyayi ataupun Boedi Oetomo. Landasanya adalah yang kemudian diberi nama “Kaum Mardika”, terjemahanNdari Belanda “Vrije Burgers”, yaitu mereka yang mendapatkan penghidupanya bukan dari pengabdian pada Gubermen; Golongan menengah yang terdiri dari pedagang, petani, pekerja, tukang, peladang. Sedang unsur pengikatnya adalah Islam. Pendirian SDI dimungkinkan oleh suatu momentum yang timbul karna karya jurnalistik Tirto pribadi dalam beberapa nomor Medan Prijaji tahun 1908 dan 1909.
Ketidakpastian tentang ada dan tidaknya hubungan antara SDI dan SI memang sengaja diadakan sudah dalam tahun 1912 itu juga. Nama Sarikat Dagang Islam tidak lama, kata dagang dihilangkan kemudian jadi Sarikat Islam. Sebagaimana direncanakan oleh R.M. Tirto Adhi Soerjo. Peraturan dasarnya disusun pada tanggal 9 November 1911;
Fasal 1 : Perkumpulan sarikat islam akan didirikan pada tiap-tiap tempat dimana terdapat anggota sekurang-kurangnya 50 orang. Jadi rencananya untuk menyebarkan sarikat islam di tiap-tiap tempat seluruh Jawa. Namun jika anggotanya kurang 50 orang di tiap-tiap tempat, maka tidak diadakan.
Selanjutnya Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo juga menjelaskan bahwa Sarikat Islam didirikan oleh Tirto, katanya; “pada 1911 oleh Tirto Adhisoerjo didirikan sarikat dagang islam. Pendirianya kurang lebih bersamaan dengan revolusi China terhadap kekuasaan Mansyu. Tirto menyerahkan pimpinan pada H. Samanhoedi”.
Tentang tepatnya pembentukan SI tidak terdapat kepastian. Organisasi ini didirikan pada akhir 1911 atau awal tahun 1912 di Surakarta. Secara umum diterima bahwa gerakan ini di bentuk oleh H. Samanhoedi, seorang pengusaha batik di kampung Lawean Solo. Ketika pembentukan SI, Tirto Adie Soerjo juga memainkan peranan. Tirto adalah pemimpin redaksi harian Medan Prijaji yang berbahasa Melayu, sebuah harian yang agak kritis terhadap pemerintahan Hindia-Belanda. Nama Sarikat Islam mungkin diambil dari usaha Tirto Adhi Soerjo.
Tidak berlebihan jika kita katakan bahwa Tirto Adhi Soerjo adalah pribadi yang berada di garis terdepan dan sendirian. Perhatiannya pada nasib terendah masyarakat, yang sepanjang sejarah tak pernah dapat perhatian, mengalami penindasan dan penghisapan bertingkat-tingkat, baik oleh pemuka-pemuka setempat, sistem feodalisme Pribumi, dan kolonialisme Eropa, berepadu dengan pergeseran kekuatan dunia, kemajuan umat manusia di manapun mereka berada, menampilkan dirinya sebagai seorang intelektual modern yang bertanggung jawab pada nuraninya.

*Sumber rujukan*
Toer, P,A. 2011. Bumi Manusia. Jakarta Timur: Lentera Dipantara.
Toer, P. A. 1985. _Sang Pemula_. Jakarta : Hasta Mitra.
Korver, A.P.E. 1985. _Sarekat Islam: Gerakan Ratu Adil?_ Diterjemahkan oleh Grafitipers. Jakarta: PT. Grafitiper.
Nagazumi, A. 1989. _Bangkitnya nasionalisme Indonesia : Budi Utomo 1908-1918._ Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
Poespoprodjo, W. 1986. _Jejak-jejak Sejarah 1908-1928; Terbentuknya Suatu Pola._ Bandung: Remaja Karya.
Kartodirdjo, S. 1993. _Sejarah Pergerakan Nasional dan Kolonialisme sampai Nasionalisme Jilid 2._ Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
F, M. Hbib. 2013. Pers.dan.Bangkitnya Kesadaran Nasional Indonesia pada Awal Abad XX. ISTORIA: Jurnal Pendidikan dan Ilmu Sejarah. vol, 13. hlm. 24.
Kontowijiyo. 1995 Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta; Yayasan Benteng Budaya.