Pundi-Pundi Sejarah dan Logam Jujur: Indonesia Menggebrak SEA Games 2025.

BANGKOK-Di Tengah Keunggulan geografis dan deru penonton tuan rumah Thailand, Indonesia membangun sejarah dengan 333 medali dan target emas terlampaui. Bonus Rp1 miliar per emas tanpa potongan menjadi bukti nyata bahwa negara menghargai kerja keras atlet yang berkorban tubuh dan jiwa.

Catatan Tersediri: Runner-up Tanpa Status Tuan Rumah Setelah 30 Tahun

Terakhir kalinya Indonesia finis runner-up tanpa menjadi tuan rumah adalah pada SEA Games 1995 — membuat prestasi 2025 semakin berharga. Di tengah tekanan penonton, atlet Indonesia berjuang dengan semangat tak padam, menghasilkan 91 emas yang melampaui target 80 emas semula. Ajang yang digelar di 3 kota (Bangkok, Chonburi, Songkhla) dengan 54 cabang olahraga ini menjadi panggung di mana talenta lokal bersinar terang.

Panen Logam Dengan Bintang Utama Martina Ayu Pratiwi

Kehebatan atlet Indonesia terlihat di berbagai bidang, dengan Martina Ayu Pratiwi sebagai yang paling mencolok. Atlet triathlon berusia 21 tahun dari Gresik, Jawa Timur, meraih 5 emas dan 2 perak setelah berpartisipasi dalam 7 nomor — menjadikannya atlet paling sukses Indonesia di SEA Games 2025.

Prestasinya tidak muncul dari nowhere: sebelumnya, ia meraih emas di Asia Triathlon Cup Chennai 2025 dan perak di Asia Triathlon Cup Gamagori Jepang 2025. Tak ketinggalan, Rashif Amila Yaqin menyumbang 3 emas di triathlon, sementara Sabar Karyaman, Janice Tjen, dan Riau Ega Agatha masing-masing membawa pulang 2 emas. Semua ini membuktikan bahwa Indonesia memiliki talenta dunia yang hanya menunggu kesempatan untuk bersinar.

Bonus Rp1 Miliar Tanpa Potongan: Kehormatan Yang Utuh

Jika panen medali membuat hati bangga, kebijakan bonus pemerintah membuat dada semakin melengkung bangga. Pada pelepasan kontingen di Istana Negara, Presiden Prabowo secara langsung memerintahkan agar bonus emas dinaikkan dari Rp500 juta menjadi Rp1 miliar — dan yang paling mengagetkan: tanpa potongan pajak.

Meskipun secara administratif masih ada PPh, negara yang menanggungnya melalui skema gross-up, sehingga atlet menerima uang utuh seperti keringat yang mereka curahkan di lapangan.

Total bonus untuk peraih emas saja mencapai Rp91 miliar, dengan total keseluruhan sekitar Rp166,7 miliar termasuk pelatih, asisten, dan atlet tanpa medali. Untuk peraih perak dan perunggu, besaran bonus masih dalam pembahasan, tetapi Menpora Erick Thohir memastikan mereka tetap akan mendapatkan apresiasi — dengan catatan perbedaan dengan emas bisa signifikan.

Nominal Rp1 miliar ini juga termasuk tertinggi di antara negara peserta: Thailand hanya memberi Rp200 juta per emas, sedangkan atlet Vietnam meskipun mendapatkan tambahan, totalnya hanya sekitar Rp63 juta per emas. Ini adalah kontras dengan kebiasaan di negara ini yang seringkali “preteli” hak orang — bukti bahwa kerja keras jujur patut dihargai utuh.

Jujur Sebagai Logam Paling Mahal, Dan Tantangan Masa Depan

Di sinilah kita perlu merenung: atlet yang kaya karena prestasi berbeda jauh dengan pejabat yang kaya karena jalan yang tidak jelas. Kekayaan atlet dirayakan seluruh negara, sedangkan kekayaan yang diperoleh dengan cara tidak jujur seringkali hanya dirayakan diam-diam, lalu diungkapkan saat tertangkap. Karier atlet juga pendek — badan punya masa kedaluwarsa.

Bonus Rp1 miliar bukan tiket hidup nyaman selamanya, tapi tabungan darurat untuk masa depan yang tak pasti. Kita pernah melihat banyak mantan juara yang kini hidup sederhana, jauh dari sorot kamera. Oleh karena itu, jangan iri — uang itu dibayar dengan tulang, urat, dan usia muda. Prestasi ini juga menampar kesadaran kita: kaya tidak selalu identik dengan licik. Jika bangsa ini ingin lebih banyak “emas” di kehidupan bernegara, resepnya jelas: kerja keras, kejujuran, dan keberanian berdiri di jalur yang lurus.

Inovasi Untuk Masa Depan: Program Inaspro

Kesuksesan SEA Games 2025 bukan akhir, melainkan awal perjalanan yang lebih jauh. Untuk memastikan talenta baru terus muncul dan masa depan atlet terjamin, pemerintah telah meluncurkan program Indonesian Sport Promotor (Inaspro) di bawah naungan LPDUK Kemenpora.

Program ini bertujuan untuk memperkuat ekosistem olahraga, memfasilitasi event internasional, dan menghubungkan atlet dengan industri olahraga — menciptakan kesempatan karir yang lebih luas bahkan setelah pensiun.

Jadi, mari kita banggakan prestasi ini dan jadikan sebagai pemicu untuk menjadi bangsa yang lebih jujur dan berkualitas. Indonesia telah membuktikan bahwa kita bisa bersaing di kancah regional dengan cara yang benar. Sekarang, waktunya untuk membawa semangat itu ke setiap aspek kehidupan — dari ruang rapat hingga lapangan kerja.

Karena, seperti yang dibuktikan oleh para atlet, kejujuran adalah logam paling mahal, dan prestasi yang diraih dengan cara yang benar adalah kebanggaan yang abadi.*Imam Kusnin Ahmad*