Teguh di Aturan, Mencari Keseimbangan: Rapat Syuriyah PBNU dan Kesatuan Mustasyar Tebuireng.

JAKARTA–Di tengah dinamika internal yang ramai dibicarakan, dua momen penting menyinari Nahdlatul Ulama! Rapat pleno Syuriyah PBNU yang tengah memilih pengganti sementara Ketua Umum, dan sikap bulat PWNU-PCNU se-Indonesia yang mengangkat keputusan mustasyar di Pondok Tebuireng sebagai pijakan moral.

Kedua langkah ini bukan sekadar aturan prosedur, melainkan cerminan bagaimana NU berusaha menjaga kesatuan dan ketegangan di tengah tantangan yang menguji pondasi organisasi.

Bagian 1: Rapat Pleno Syuriyah PBNU: Menentukan Arah di Tengah Dinamika

Rapat pleno penting Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) resmi digelar di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, pada Selasa–Rabu (9–10/12/2025). Acara ini menjadi perhatian besar warga Nahdliyin karena membahas penetapan Pejabat (Pj) Ketua Umum PBNU yang akan menggantikan KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya).

Langkah ini merupakan fase krusial setelah muncul perbedaan sikap dan penafsiran mengenai arah kebijakan organisasi. Pelaksanaan rapat didasarkan pada surat resmi bernomor 4799/PB.02/AI01.01/99/12/2025, yang ditandatangani Rais Aam PBNU KH Mifrachul Akhyar dan Katib Syuriyah PBNU KH Ahmad Tajul Mafakhir (Gus Tajul) pada 2 Desember 2025.

Surat tersebut memberikan instruksi jelas untuk mengisi kekosongan kepemimpinan dan memastikan roda organisasi berjalan lancar, sehingga rapat memiliki dasar administratif dan organisatoris yang kuat.

Ada dua agenda kunci yang dibahas:

1. Penyampaian Hasil Rapat Harian Syuriyah PBNU: Menyampaikan poin-poin penting terkait perkembangan internal, laporan situasi jam’iyah, dan evaluasi dinamika organisasi sebagai dasar pengambilan keputusan.

2. Penetapan Pj Ketua Umum PBNU: Agenda paling vital, yaitu menentukan sosok yang layak, mampu, dan diterima seluruh elemen jam’iyah. Pj Ketum yang terpilih akan memimpin hingga proses penetapan definitif sesuai AD/ART PBNU, dan bertanggung jawab memastikan program-program keumatan, pendidikan, sosial kemasyarakatan, diplomasi keagamaan, serta struktur organisasi di daerah tetap berjalan.

Dalam beberapa pekan terakhir, isu kepemimpinan telah memicu ketegangan terkait arah kebijakan, komunikasi publik, dan konsolidasi struktural. Rapat ini diharapkan menjadi titik temu, mengembalikan ketenangan, membangun kembali kepercayaan, dan meneguhkan prinsip musyawarah sebagai ciri khas NU.

Keputusannya akan menjadi penentu arah PBNU dalam menghadapi situasi nasional dan internal yang dinamis.

Bagian 2: PWNU-PCNU Se-Indonesia: Bulat Mengikuti Keputusan Mustasyar Tebuireng

Lebih dari 400 pengurus wilayah dan cabang Nahdlatul Ulama dari seluruh Indonesia menyatakan sikap bulat untuk mengikuti sepenuhnya arahan dan keputusan para mustasyar serta sesepuh NU yang bersilaturahim di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, pada Sabtu (6/12/2025).

Sikap ini disampaikan dalam pertemuan daring yang dipimpin Gus Yahya pada Ahad (7/12/2025).

Para pimpinan PWNU dan PCNU menegaskan bahwa keputusan Mustasyar Tebuireng adalah rujukan tertinggi secara moral. Para sesepuh yang hadir, antara lain Prof KH Ma’ruf Amin, KH Said Aqil Siradj, KH Anwar Manshur, dan KH Umar Wahid, dinilai menunjukkan kepedulian mendalam terhadap keselamatan jam’iyyah — bahkan beberapa di antaranya yang berusia lebih dari 80 tahun tetap memaksakan diri hadir meskipun kondisi fisik terbatas.

Dalam forum tersebut, Gus Yahya menjelaskan latar belakang pertemuan Tebuireng dan menyatakan bahwa ia telah memberikan jawaban menyeluruh beserta dokumen terkait tuduhan dan persoalan yang berkembang.

Ia menegaskan bahwa yang paling penting adalah penyelamatan tatanan organisasi, karena “organisasi itu manzumah (sistem), dan sokogurunya adalah nizham (aturan/prinsip) — bila diabaikan, bisa runtuh dan mundur seratus tahun.”

Beberapa pimpinan wilayah menyampaikan pendapatnya:

Rais Syuriyah PWNU Bengkulu KH Hasbullah Ahmad menolak narasi bahwa Ketum durhaka kepada kiai, dan mendukung keputusan mustasyar.

Ketua PWNU Kepulauan Bangka Belitung Masmuni Mahatma menegaskan tidak akan bergeser dari AD/ART, karena “yang besar adalah anggaran dasar, bukan institusi kecil seperti ketua umum atau rais aam.

Ketua PWNU Sulawesi Selatan Prof KH Hamzah Harun Al-Rasyid menyatakan bahwa pemakzulan Ketum tidak memiliki dasar kuat, dan menyarankan untuk mengikuti rekomendasi sesepuh yang menyerukan islah.

Ketua PCNU Kota Malang KH Isroqunnajah menyampaikan rasa prihatin atas saling serang di media sosial yang menyeret nama kiai, dan mengakui klarifikasi Gus Yahya kepada sesepuh sebagai modal kuat bagi warga NU.

Para pengurus wilayah dan cabang bersepakat untuk mengikuti langkah-langkah mustasyar dan sesepuh sambil menunggu proses organisatoris berikutnya.

Dengan lebih dari 100 juta anggota, harapan terhadap hasil rapat Syuriyah PBNU sangat besar. Semoga keputusan yang diambil tidak hanya memecahkan kekosongan kepemimpinan, tetapi juga mampu melegakan hati umat NU, memperkuat kesatuan, dan menjaga keutuhan jam’iyah yang telah berdiri teguh sepanjang masa.*Imam Kusnin Ahmad*