KGPAA. Purbaya : Cahya Baru Mataram Islam, Penjaga Harmoni dan Pewaris Sah Tahta Surakarta Hadiningrat

 

Oleh : Faqih Wirahadiningrat

Warisan yang Tak Pernah Padam

Dalam perjalanan panjang sejarah Nusantara, sedikit kerajaan yang menyatu dengan ruh bangsanya sedalam Mataram Islam. Dari Panembahan Senapati, Sultan Agung Hanyakrakusuma, hingga lahirnya Surakarta dan Yogyakarta, Mataram menjadi poros peradaban Jawa — tempat di mana kekuasaan, kebijaksanaan, dan kesucian berpadu menjadi satu nafas: hamemayu hayuning bawana, memperindah dunia dengan kebajikan dan harmoni.
Dari dua pewaris agung itu, Kasunanan Surakarta Hadiningrat berdiri sebagai yang tertua dalam garis keturunan Mataram. Ia bukan sekadar peninggalan masa lalu, tetapi sumber nilai dan legitimasi budaya yang masih hidup dalam denyut bangsa Indonesia modern.

PB VI: Raja Pejuang dan Martir Kemerdekaan

Nama Pakubuwono VI (1823–1830) tercatat dalam sejarah sebagai raja yang berani menentang kekuasaan kolonial Belanda dengan berpihak kepada Pangeran Diponegoro dalam Perang Jawa (1825–1830).
Sikap itu harus dibayar mahal — beliau ditangkap dan diasingkan ke Ambon hingga wafat di tanah pembuangan. Namun sejarah mencatatnya sebagai raja yang menebus harga diri bangsanya dengan pengorbanan.
Dari darah PB VI mengalir keteguhan, dari jiwanya lahir keyakinan bahwa raja sejati bukan yang berkuasa lama, melainkan yang berdiri tegak di sisi kebenaran.[^1]

PB X: Raja Nasionalis yang Mengilhami Kebangkitan

Ketika masa penjajahan kian menekan, muncul sosok Pakubuwono X (1893–1939) — raja besar yang membawa Surakarta menjadi pusat kebangkitan nasional.
Beliau mendukung Budi Utomo (1908), memfasilitasi Kongres Pemuda (1928), dan mendorong para priyayi muda untuk menempuh pendidikan modern.[^2]
Di tangannya, keraton tak lagi sekadar simbol kemegahan, tetapi laboratorium kebangsaan, tempat nilai Jawa dipadukan dengan semangat kemerdekaan.

PB XII: Raja Muda Penjaga Republik dan Harmoni

Tahta agung kemudian diwarisi oleh Pakubuwono XII (1945–2004), raja muda yang naik tahta di tengah getar proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Beliau menjadi raja paling lama bertahta dalam sejarah Surakarta, memimpin hampir enam dekade penuh kebijaksanaan dan kesabaran.
PB XII tidak menuntut kedaulatan politik, tetapi menjaga keraton sebagai penyangga budaya dan spiritualitas bangsa.
Beliau menunjukkan bahwa keraton dan republik dapat hidup berdampingan dalam harmoni, sebagaimana dua sisi dari satu pengabdian kepada tanah air.[^3]

Legitimasi Hukum dan Paugeran Adat

Negara, melalui Keputusan Presiden No. 23 Tahun 1988, menegaskan bahwa Keraton Surakarta Hadiningrat merupakan lembaga adat dan warisan budaya bangsa.
Pemerintah berwenang melindungi, namun tidak mencampuri suksesi internal karena hal itu diatur oleh paugeran adat Mataram yang bersifat sakral.[^4]
Dengan demikian, penetapan pewaris tahta adalah hak prerogatif raja yang berkuasa.

Rekonsiliasi 2012 dan Keabsahan PB XIII

Setelah masa panjang dualisme kepemimpinan, rekonsiliasi nasional 2012 di DPR RI mempertemukan dua pihak — PB XIII Hangabehi dan KGPH Tedjowulan.
Melalui nota kesepahaman, kedua pihak mengakui PB XIII Hangabehi sebagai raja tunggal dan bersepakat menjaga persatuan keraton.[^5]
Namun kesepakatan itu tidak mengatur soal pewarisan tahta, sehingga hak untuk menetapkan penerus tetap berada di tangan PB XIII sebagai raja sah.

Sabda Raja 27 Februari 2022 : Terbitnya Cahya Baru

Dalam upacara Tingalan Dalem Jumenengan Dalem tanggal 27 Februari 2022, PB XIII Hangabehi dengan resmi mengeluarkan Sabda Dalem yang menetapkan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Purbaya Hamangkunegoro sebagai Putra Mahkota Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.[^6]
Dalam paugeran Mataram, Sabda Raja adalah hukum tertinggi, mengikat seluruh sentana dalem dan abdi dalem, serta menjadi dasar sah suksesi.
Dengan demikian, secara genealogis, adat, dan sosial, Purbaya adalah pewaris tunggal yang sah dari garis Pakubuwono XIII dan Pakubuwono XII.

Mengapa Purbaya yang Dipilih

Pewarisan di Keraton Surakarta selalu mempertimbangkan tiga legitimasi utama :

1. Genealogis : Purbaya adalah putra kandung PB XIII, yang diakui negara sebagai raja hasil rekonsiliasi 2012.
2. Hukum adat : Telah diangkat melalui Sabda Dalem resmi di hadapan para pengageng dan sentana dalem.
3. Legitimasi sosial : Diterima oleh para abdi dalem dan masyarakat adat sebagai penerus darah utama PB XII.

Sementara itu, KGPH Tedjowulan telah menandatangani pengakuan PB XIII sebagai raja tunggal; maka klaimnya atas tahta gugur secara moral dan adat.
Adapun KGPH Mangkubumi, walau masih dalam garis darah, tidak memiliki Sabda Dalem dan tidak ditunjuk sebagai pewaris melalui upacara resmi.
Maka, secara paugeran dan hukum adat, KGPAA Purbaya-lah yang sah dan layak meneruskan tahta sebagai Pakubuwono XIV.

Purbaya : Harapan Zaman Baru
KGPAA Purbaya dikenal sebagai bangsawan muda yang cendekia, religius, dan terbuka pada zaman. Beliau kini terdokumentasi sedang menempuh dan menyelesaikan pendidikan Pasca Sarjananya di Jogjakarta. Artinya ia adalah seorang pangeran yang terdidik, terpelajar dan mencintai ilmu pengetahuan.
Ia membawa semangat hamemayu hayuning bawana dalam konteks modern — menghidupkan budaya bukan hanya dalam upacara, tetapi dalam pendidikan, literasi, dan diplomasi kebudayaan.
Sebagaimana PB XII menjaga harmoni antara adat dan republik, Purbaya diharapkan menjadi jembatan antara masa lalu dan masa depan, antara pusaka dan peradaban digital.

Penutup : Cahya yang Tak Pernah Padam

Dari Panembahan Senapati hingga PB XIII, Mataram adalah kisah tentang darah, doa, dan pengabdian.
Kini, cahaya itu menyala kembali dalam sosok KGPAA Purbaya — bukan sebagai simbol kekuasaan, tetapi sebagai penjaga moral dan budaya bangsa.
“Sing sapa nguri-uri kabudayané, iku kang nguripi bangsane.”
Barang siapa melestarikan budayanya, dialah yang menyalakan kehidupan bangsanya.

📚 Catatan Kaki
[^1]: Tirto.id, “Peran Ganda Raja Surakarta Berujung Petaka” – https://tirto.id/peran-ganda-raja-surakarta-berujung-petaka-crZU
[^2]: Merdeka.com, “Kisah Perjalanan Akbar Sunan Pakubuwono X” – https://www.merdeka.com/jateng/kisah-perjalanan-akbar-sunan-pakubuwono-x-di-masa-penjajahan-bentuk-perlawanan-pada-pemerintahan-belanda-180392-mvk.html
[^3]: Kompas.com, “PB XII, Raja Surakarta Penjaga Warisan dan Harmoni” – https://nasional.kompas.com/read/2022/02/28/18153271/pb-xii-raja-surakarta-penjaga-warisan-dan-harmoni
[^4]: Keputusan Presiden No. 23 Tahun 1988, Tentang Pelestarian dan Perlindungan Keraton Surakarta Hadiningrat – https://peraturan.bpk.go.id/Download/54504/KEPPRES%20NO%2023%20TH%201988.pdf
[^5]: Detik.com, “Dua Raja Solo Teken MOU Perdamaian di DPR” – https://news.detik.com/berita/d-1931721/dua-raja-solo-teken-mou-perdamaian-di-dpr
[^6]: AntaraNews, “Jumenengan Keraton Surakarta, Raja Umumkan Penerusnya” – https://www.antaranews.com/video/2730269/jumenengan-keraton-surakarta-raja-umumkan-penerusnya

✒️ Tentang Penulis :
Faqih Wirahadiningrat adalah pemerhati sejarah Jawa dan pewarisan Mataram Islam, penulis esai-esai budaya di berbagai media, serta peneliti genealogi bangsawan Jawa.
Aktif mengkaji hubungan antara adat keraton dan legitimasi negara dalam konteks sejarah modern Indonesia.
Sekaligus juga sebagai Ketua Dewan Pembina Pengurus Pusat Laskar Mataram Nusantara (DPP LASMARA)