
Oleh : Sujaya, S. Pd. Gr.
Tulisan ini ditulis dalam rangka mengkritisi rencana Gubernur KDM yang viral di medsos dalam platform Dedi Mulyadi Channel, di mana beliau merencanakan guru yang bermasalah atau malas mengajsr akan dimasukkan pembinaan di barak militer.
Negara Indonesia adalah negara hukum yang berdiri di atas ketentuan hukum ( rechstaats). Bukan negara diktator. Semua ketentuan dan peraturan sudah diatur dalam Undang-undang dan Peraturan turunannya. Bila oknum Gubernur melakukan sanksi di luar ketentuan hukum maka layak disebut oknum gubernur “ngawur”. Karena kalau pun hal itu dibuat peraturan semestinya dilakukan kajian me dalam bersama para pakar kebijakan dan anggota dewan perwakilan rakyat dan dewan perwakilan daerah.
Logika pertimbangan nya sebagai berikut :
1.Kebijakan yang diucapkan dan viral di medsos tidak berkekuatan hukum. Kewajiban pemerintah adalah menjalankan ketentuan perundangan agar pendidikan berjalan sesuai peta jalan pendidikan yang telah ditetapkan.
2.Kewenangan itu bukan batu yang turun dari langit. Ia diatur dalam peraturan. Bersumber dari aturan dan melaksanakannya juga pakai aturan. Karena berangkat dari aturan, maka ada batasannya. Batasan itu tertuang dalam aturan. Makanya, ada batasannya. Batasannya yang ada dalam peraturan perundang-undangan. Batasannya juga ada namanya asas umum. Peraturan itu belum ditetapkan.
3.Walaupun Gubernur mempunyai diskresi dan berwenang mengeluarkan keputusan, karena kita negara hukum (rechstaats), baik gubernur, wali kota maupun bupati proses pembuatan keputusan tetap harus mengacu pada landasan hukumnya, yaitu UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana telah diubah dengan UU No 13 Tahun 2022.
Hal ini berbeda dengan negara berdasarkan kekuasaan (machtstaat), di mana pemimpin bisa sewenang-wenang membuat keputusan tanpa harus mempertimbangkan untung ruginya publik.
Penerapan sanksi bagi guru yang malas menjalankan tugas di sekolah merupakan niat baik dari Gubernur Jabar. Berangkat dari keluhan sebagian guru, kepala sekolah, orang tua murid yang merasa dirugikan pembelajarannya , kemudian ia langsung membuat keputusan sepihak dengan rencana memasukkan guru malas mengajar ke Batak militer dengan anggaran akan meningkatkan disiplin.
anggapan demikian belum tentu benar dan efektif. Juga dalam hal ini sudah ada peraturan perundangannya.
Di dalam peraturan perundang-undangan sudah dikaji dan sarat sarat dengan nilai-nilai edukasi yang terukur. Tetapi seperti sebuah pepatah, niat baik kalau caranya salah, tidak akan menghasilkan kebaikan, malah menimbulkan masalah baru. Dalam membuat keputusan, Bila Gubernur tidak menerapkan teknis prinsip negara hukum, dengan mengajak berunding atau minimal bertanya pada aparat Dinas Pendidikan Jabar, kabupaten, dan kota, pihak sekolah (guru, kepala sekolah). Mereka adalah pihak yang layak didengar dan dipertimbangkan suaranya terkait urgensi sanksinya. Atau kalau mau menerapkan teknik yang lebih akurat, bisa melakukan survei dan kajian publik.
Berbeda dengan cara yang diputuskan Dedi Mulyadi, one man show, adanya kasus guru malas mengajar kemudian sepihak memberikan aturan memasukkan guru ke barak militer.
Artinya, kasuistis menggugurkan aturan umum. Ini contoh logika sesat. Keputusan itu bersifat emosional. Kebijakan yang dibuat secara emosional akhirnya hanya akan melahirkan masalah baru.
Sanksi PNS yang Malas Sesuai Perundang-undangan
Sanksi bagi PNS guru yang malas melaksanakan tugas mengajar di kelas diatur dalam FC Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Peraturan Pemerintah terkait, khususnya yang mengatur tentang disiplin PNS. Tidak ada satu pasal spesifik yang secara langsung membahas “kemalasan mengajar”, tetapi tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai pelanggaran disiplin berupa pengembalian tugas dan tanggung jawab.
Kemalasan mengajar dapat diartikan sebagai kegagalan melaksanakan tugas pokok dan fungsi sebagai guru, seperti:
1.Absensi yang sering tanpa alasan yang sah: Ini termasuk sering tidak masuk kerja tanpa izin atau izin yang tidak dibenarkan.
2.Tidak mempersiapkan materi pelajaran: Mengajar tanpa persiapan yang memadai atau memberikan materi yang tidak relevan.
3.Tidak melaksanakan kegiatan pembelajaran: Menghabiskan waktu mengajar untuk kegiatan selain mengajar, atau tidak aktif dalam proses pembelajaran.
4.Kinerja mengajar yang buruk: Mengajar dengan kualitas yang rendah, tidak efektif, dan tidak mencapai tujuan pembelajaran.
Jenis sanksi yang diberikan akan bergantung pada tingkat keseriusan dan bukti pelanggaran.
Sanksi dapat berupa:
1.Hukuman Disiplin Ringan: Seperti teguran lisan atau tertulis.
2.Hukuman Disiplin Sedang: Seperti penurunan pangkat selama satu tahun, penurunan gaji berkala selama satu tahun, atau pemindahan dalam rangka penurunan jabatan.
3.Hukuman Disiplin Berat: Seperti penundaan kenaikan gaji berkala selama dua tahun, pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah, atau pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.
Proses penegakan disiplin biasanya melibatkan tahapan investigasi, pemeriksaan, dan pengambilan keputusan oleh pejabat yang berwenang. Bukti-bukti yang kuat, seperti laporan dari kepala sekolah, pengawas sekolah, atau siswa, serta catatan kehadiran dan kinerja, sangat penting dalam proses ini.
PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS memberikan kerangka hukum yang lebih rinci mengenai jenis-jenis pelanggaran dan sanksi yang dapat dikenakan. Namun, penerapannya tetap bergantung pada konteks kasus dan bukti yang ada.
Indramayu, 13/5/2025