
Kediri-Menaramadinah. Com Adat istiadat dalam mengawali kehidupan yang ditandai atau dimulai pada proses kehamilan masyarakat Jawa, khususnya di Kediri ada yang disebut ‘tingkepan atau piton-piton’ artinya kehamilan seorang ibu atau calon ibu sudah diadakan berbagai kegiatan serentetan ‘rirual’ do’a dalam berbagai wujud antara lain: ucapan, perbuatan dan sesaji, yang kesemuanya itu diharapkan agar sang ibu maupun bayi yang akan lahir diberi keselamatan, dan kemudahan dalam proses kelahirannya.
Salah satu untaian do’a yang berupa benda dan perbuatan dalam tingkepan yaitu saat ibu mengandung tujuh (7) bulan adalah menggambar wayang pada dua (2) ‘cengkir gading’ yaitu kelapa gading muda, dan sang ayah atau calon ayah memecahkan kedua kelapa gading muda tersebut.
Tokoh wayang yang digambar biasanya adah: Bathara Kamajaya dan Bathari Kamaratih, selain itu ada juga tokoh Raden Arjuna dan Dewi Woro Srikandi atau Dewi Sembodro.
Pada cerita tutur yang masih hidup di dalam kehidupan modern ini, asal-usul ‘tingkepan’ sudah ada sejak lama yaitu setua-kebudayaan Jawa itu sendiri.
Berikut ini adalah contoh dan fakta bahwa anak yang lahir di abad 20-an masih memegang dan mempercayai adat tingkepan khusus nya menggambarkan tokoh wayang Bathara Kamajaya dan Bathari Kamaratih, untuk menyambut kelahiran anak pertamanya.
Inilah calon bapak baru ini nama: Syifaul
Mahdyyan Syah(panggilannya: Syifa) dan calon ibu yang berbahagia: Novenda Nurriyah PutriPutri(dipanggil: Venda)
Pekerjaan suami-istri, yang berbahagia ini adalah sebagai: Guru Bahasa Jawa.
Alamat tempat tinggalnya: di Dsn Sumber Gayam Rt 049, Rw 011, Desa Kepung, Kecamatan Kepung Kab. Kediri Jawa Timur
Saat prosesi memecah kelapa, perasaan yang dirasakan saat memecah degan kuning yang pertama adalah sedikit deg-degan bercampur dengan rasa bahagia, yang kedua adalah rasa terharu dan hikmah atau *trenyuh* karena prosesi tingkeban merupakan simbol doa keselamatan kepada Allah Yang Maha Kuasa agar istri dan calon jabang bayi supaya diberikan keselamatan.
Menurut Syifa tokoh Bathara Kamajaya dan Bathari Kamaratih merupakan simbol doa dan pengharapan, “Nggih semoga nantinya oleh Allah yang Maha Kuasa calon jabang bayi diberikan kesehatan dan “Kebagusan” layaknya tokoh wayang yang digambarkan”: kata Syifa dengan penuh rasa hasil.
Sedangkan, kedua tokoh wayang pada cengkir gading tersebut yang menggambar adalah ayah Syifa sendiri Ahmad Trubus.
Gambarnya bagus dan mendetail. Syifa menjelaskan bahwa yang memilih wayang tersebut adalah isterinya. “Dia memilih wayang Bathari Kamaratih karena busana wayangnya tidak kembenan tetapi terlihat seperti memakai kebaya”: jelas Syifa.
Tanggapan istri Syifa saat menyaksikan proses memecah cengki gading merasa senang dan terharu karena banyak yang mendoakan dan memberi perhatian terhadap keluarga terlebih terhadap kami berdua khususnya.
Selain masih memegang tradisi tingggalan leluhur yang diperkirakan sudah ada sejak Masa Sri Aji Jayabaya tersebut, dalam tingkepan ini juga dibacakan Al-Qur’an yaitu Surat Yusuf dan Surat Mariyam, dengan acara ini semoga tradisi leluhur masih ada yang melanjutkan dan tradisi baru ‘santri’ bisa berkembang dan lestari.
Nur Habib, mengabarkan.