Gerakan Senyum, Salam, dan Sapa dalam Perspektif Kearifan Lokal dan Budaya Indonesia

 

Oleh : H. Sujaya, S. Pd. Gr.

Guru SMPN 3 Sindang Kabupaten Indramayu

 

Pendahuluan

 

Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan budaya dan kearifan lokal. Salah satu nilai luhur yang diwariskan secara turun-temurun adalah budaya keramahan. Dalam konteks ini, Gerakan Senyum, Salam, dan Sapa (3S) menjadi cerminan nyata bagaimana masyarakat Indonesia mempraktikkan kearifan lokal dalam kehidupan sehari-hari. Gerakan ini tidak hanya mempererat hubungan sosial, tetapi juga memperkuat identitas bangsa sebagai bangsa yang santun, ramah, dan menjunjung tinggi nilai kebersamaan.

 

Makna Senyum, Salam, dan Sapa

 

Senyum, salam, dan sapa merupakan tindakan sederhana namun memiliki makna sosial yang dalam.

 

Senyum mencerminkan keramahan dan niat baik kepada sesama. Dalam banyak budaya lokal, senyum dianggap sebagai tanda ketulusan dan penerimaan.

 

Salam mengandung makna doa dan penghormatan. Ucapan salam seperti “Assalamu’alaikum”, “Om Swastiastu”, atau salam dalam berbagai bahasa daerah lainnya menjadi simbol penghargaan terhadap keberagaman dan kepercayaan.

 

Sapa menunjukkan perhatian dan keterbukaan. Dengan menyapa, seseorang mengakui keberadaan orang lain dan menciptakan hubungan interpersonal yang positif.

 

Perspektif Kearifan Lokal

 

Di berbagai daerah di Indonesia, nilai 3S telah lama menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Misalnya:

 

Di Jawa, dikenal budaya “unggah-ungguh” yang menekankan sopan santun dalam bertutur dan bersikap, termasuk kebiasaan menyapa orang yang lebih tua dengan penuh hormat.

 

Di Bali, konsep “Tatwam Asi” mengajarkan pentingnya melihat diri sendiri dalam diri orang lain, sehingga menghormati sesama menjadi keharusan yang diwujudkan melalui salam dan sapaan.

 

Di Minangkabau, prinsip “adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah” mengajarkan adab berinteraksi yang lembut dan sopan, dimulai dari senyuman dan salam saat bertemu.

 

Budaya Indonesia dan Gerakan 3S

 

Gerakan Senyum, Salam, dan Sapa sejalan dengan karakter masyarakat Indonesia yang dikenal ramah. Dalam konteks budaya nasional, praktik 3S memperkuat nilai-nilai Pancasila, terutama sila kedua, yakni “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”. Dengan membiasakan 3S, masyarakat diajak untuk menghormati dan menghargai sesama manusia tanpa memandang latar belakang sosial, budaya, maupun agama.

 

Selain itu, di tengah era globalisasi dan modernisasi yang sering menggerus nilai-nilai lokal, gerakan ini menjadi bentuk pelestarian budaya luhur bangsa. Melalui 3S, masyarakat Indonesia mempertahankan identitasnya sebagai bangsa yang santun dan menjunjung tinggi nilai persaudaraan.

 

Kesimpulan

 

Gerakan Senyum, Salam, dan Sapa bukan sekadar formalitas, melainkan manifestasi dari kearifan lokal dan budaya Indonesia yang kaya akan nilai-nilai kemanusiaan. Melalui gerakan sederhana ini, tercipta suasana sosial yang harmonis, mempererat persaudaraan, serta memperkuat karakter bangsa. Oleh karena itu, membiasakan 3S dalam kehidupan sehari-hari merupakan bagian dari upaya merawat warisan budaya dan membangun peradaban yang beradab di tengah perubahan zaman.

 

Indramayu. 28/4/2025