
SURABAYA–Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama (LFNU) Jawa Timur akan melakukan pemantauan atau rukyatul hilal, untuk menentukan awal Ramadan 1446 Hijriah di 35 titik berbeda. Meski begitu, potensi hilal terlihat diprediksi masih sangat minim.
Ketua LFNU Jawa Timur, Kiai Syamsul Ma’arif mengatakan, pemantauan hilal itu dilakukan saat menjelang sore hari nanti atau saat tenggelamnya matahari, Jumat 28 Februari 2025.
“Lembaga Falakiyah NU Jawa Timur bagian dari departementasi dari NU dari Jatim kita kondisikan teman-teman Lembaga Falakiyah se-Jatim ada 35 titik lokasi untuk pemantauan rukyatul hilal nanti sore,” ujar Kiai Syamsul , Jumat 28 Februari 2025.
Ia juga menuturkan, hilal diprediksi minim terlihat di Jatim karena masih berada di ketinggian 3 derajat dengan elongasi atau jarak sudut matahari dan bulan 5,6 derajat. Sementara ketinggian dan elongasi tersebut belum memenuhi kriteria imkanur rukyat NU, yakni minimal 3 derajat dengan elongasi 6,4 derajat.
“Dari ketinggian dan elongasi tersebut masih belum mencapai kriteria imkanur rukyat 3 derajat dengan elongasi 6,4 derajat. Sehingga di Jawa Timur, potensi hilal terlihat itu amat minim,” ungkapnya.
Oleh sebab itu, pihaknya juga belum bisa memastikan apakah hilal bakal tampak di Jawa Timur atau Surabaya, sore nanti.
Pasalnya, pihaknya tetap berpedoman pada rukyatul hilal bil fi’li, atau observasi visibilitas hilal di lapangan. Faktor cuaca pun menjadi kendala pengamatan hilal.
“Mengapa? Karena sekarang beberapa hari ini cuaca kan tidak mendukung. Hujan, mendung dan sebagainya,” ujarnya.
Bila hilal tidak tampak hari ini, Syamsul mengatakan bahwa pihaknya bakal mengikuti prosedur yang berlaku. Ia juga menegaskan, NU tidak akan mendahului keputusan sidang isbat oleh Kementerian Agama dalam menentukan awal Ramadan.
“Laporan dari LFNU cabang akan disampaikan ke PWNU Jawa Timur, lalu ke PBNU, dan dibawa ke sidang isbat sebagai bahan musyawarah penetapan awal 1 Ramadan,” tegasnya.
Syamsul menyatakan bahwa NU selalu konsisten dengan prinsip rukyatul hilal. Namun, berdasarkan pengalaman penentuan Ramadhan sebelumnya, jika hilal belum terlihat, maka diberlakukan istikmal atau menggenapkan bulan Sha’ban menjadi 30 hari.
“Bilamana hilal tidak terlihat karena secara astronomi hilal masih rendah di bawah kriteria atau di bawah ufuk, maka nanti bisa menjadikan alasan istikmal atau menggenapkan bulan Sha’ban,” ucapnya.
Syamsul mengatakan, wilayah yang diprediksi sudah bisa melihat hilal adalah Nanggroe Aceh Darussalam. Di daerah itu kriteria imkanur rukyat sudah terpenuhi, dengan ketinggian hilal lebih dari 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat. Menurutnya, pelaporan hilal akan bergantung pada hasil pemantauan di Aceh, yang merupakan wilayah paling barat dari tanah air.
“Di Aceh, ketinggian hilal semakin tinggi dan elongasinya semakin besar, berbeda dengan Jatim yang berada di sebelah timur,” pungkasnya.
Di sisi lain, PP Muhammadiyah sebelumnya sudah menetapkan 1 Ramadan 1446 H jatuh pada Sabtu 1 Maret 2025 besok. Berbeda dengan NU yang menggunakan metode rukyatul hilal, Muhammadiyah menggunakan metode hisab hakiki wujudul hilal.*Imam Kusnin Ahmad*