FENOMENA CARA BERFIKIR PENDUKUNG BA’ALWI YANG PRIMITIF

Oleh Abi Farrel Al Ampeli Al Husaini.

Allah swt berfirman, “…bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kepada-ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat!” (QS. al-Baqarah ayat 197)

“sungguh, pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang yang mempunyai akal. (Al Quran) itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya, menjelaskan segala sesuatu, dan (sebagai) petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Yusuf ayat 111)

Semua ayat ini menunjukkan bagaimana Islam memandang kecerdasan manusia dan menganggapnya sebagai titik acuan untuk menelaah persoalan yang terjadi di kehidupan kita saat ini

Pertanyaan nya: apakah wajib membenarkan pendapat keliru ulama terdahulu?

Sebagian dari kita suka sekali membandingkan ulama masa lalu dan ulama saat ini, sebagian dari mereka malah mengajak taqlid buta atas pendapat keliru ulama terdahulu .

Ada klaim tak berdasar kalau ulama terdahulu dipastikan jauh lebih pintar, lebih alim , lebih memilki keramat dari ulama sekarang , klaim berdasarkan taqlid buta ini tentunya tidak memiliki sumber ilmiah
berangkat dari penalaran akal sehat kita, Faktanya ulama sekarang itu mendapatkan kemudahan dalam merujuk sumber pembelajaran dari sumber sumber yang lebih luas sebab kemudahan teknologi mengikuti zaman nya.
Bahwa ulama terdahulu mendapatkan lebih dulu sanad ilmu dari ulama sebelumnya itu benar , tapi, ketidaksempurnaan dalam mendapatkan berita sejarah dari ulama di masa lalu di mungkinkan selalu ada terutama ulama yang hidup sangat jauh dengan Nabi Muhammad saw dan sahabat2nya serta para tabiin

Menyandarkan kebenaran pada berita sejarah yang belum terkonfirmasi kebenaran nya yang di terima oleh ulama terdahulu dari Ba’alawi yang hidup semasa dengan mereka tentu menyalahi aturan karena sebenarnya kita saat ini telah mengetahui bahwa ternyata semua itu hanya berita sejarah palsu versi ba’alawi, dan sudah di pastikan secara penelitian, berita sejarah palsu versi Ba’alawi tersebut tidak terverifikasi kebenarannya melalui catatan eksternal reportase sejarah di masa yang sama atau ada berita sejarah eksternal yang membenarkan berita sejarah buatan ba’alawi ini.

Berita sejarah buatan ba’alawi baru muncul di abad 9 H, atau berjarak 5 – 6 abad dengan masa hidup Imam Ahmad bin Isa (terlalu jauh masa nya dengan masa hidup tokoh di maksud yang di permasalahkan yang di klaim sefihak sebagai leluhurnya ba’alawi )

Kita sadari dengan hati yang jernih dan sikap kritis yang memang seharusnya menjadi dasar cara berpikir setiap individu, bahwa ulama yang hidup di masa ali assakran,ada jedah selisih masa hidup 500 tahun lebih dengan masa hidup imam ahmad bin isa keturunannya imam ali uroidhi.

Dan kita maklumi ulama ulama terdahulu karena keterbatasan teknologi, jarak dll tak sempat meneliti dan menelusuri atau memverifikasi kabar sejarah versi ba’alawi yang di tulis 5 – 6 abad setelah wafatnya imam ahmad bin isa , apakah benar kabar berita sejarah versi ba’alawi tersebut ?

Sangat di maklum kan ulama ulama terdahulu yang hidup semasa syaikh ali assakran memilih cara berhusnuzon , dan cara mereka itu tidak salah, karena mereka tak punya hujjah atau anti tesis untuk menolaknya karena keterbatasan informasi dan kesulitan dalam melakukan penelitian atau melakukan verifikasi di masa lalu tersebut

Husnuzon ulama terdahulu terhadap berita sejarah karya ba’alawi tak bisa jadi sandaran kita kita saat ini, kalau kalian bersandar pada husnuzon mereka itu sama saja ber husnuzon bahwa bumi itu datar. semua di masa lalu percaya akan pendapat bumi itu datar / plate , dan pendapat bumi ini datar itu syuhro wal istifadoh di masa itu. Di masa kemudian di ketahui melalui penelitian ilmiah kalau bumi itu sebenarnya bulat. Bagi yang menyandarkan pada pendapat ulama ulama terdahulu yang cuma ber-husnuzon pada kabar berita sejarah palsu karya ba’alawi itu sama seperti kelompok mereka yang saat ini masih tetap bertahan tetap percaya kalau bumi itu datar / plate , padahal pendapat ini jelas jelas keliru.

Menutup ruang berpikir menggunakan akal sehat itu adalah model berpikir jumud yang primitive, dan ini telah di hapuskan oleh ajaran2 agama islam yang di bawa Nabi Muhammad saw yang mengedepankan penggunaan sarana ilmu pengetahuan (sain) sebagai cara mencari tahu kebenaran atas perkara apapun.