Oknum Pengurus PBNU Ingin Mengkebiri Intelektualitas

 

Ahmad Suhadi (Tokoh NU Bogor Jawa Barat).

Sebenarnya sangat tidak menarik untuk dikomentari perdebatan tadi malam yang terjadi antara Kyai Imadudin dan Gus Fahrurozi sebagai perwakilan PBNU, yang mana Gus Fahrur mengkalim dirinya sebagai perwakilan pengurus PBNU Bidang keagamaan, perdebatan tersebut digelar live streaming Kamis malam di Padasuka TV, apa yang disampaikan Gus Fahrurozi terkait tesis kyai Imadudin tentang nasab balawi sama sekali tidak ada semangat Taswirul Afkar sebagaimana spirit berdirinya Nahdlatul Ulama dalam membangun gagasan pemikiran.

Isi pembicaraan yang disampaikan Gus Fahrurozi jika ditelisik sama sekali tidak berbobot, bahkan terkesan meremehkan lawan bicaranya dan sama sekali tidak memiliki hujah yang kuat.

Catatan penting, sangat miris apa yang dilakukan oleh Gus Fahrur sapaan akrab Gus Fahrurroji. Diera digital saat ini masyarakat tentu akan menilai apa yang dilakukan Gus Fahrur dari mulai beliau mendengarkan paparan kyai Imadudin yang terlihat tidak menghargai lawan bicara ditambah cara duduk yang tidak bisa diam, selalu gerak-gerak dan merubah-rubah posisi badan, ketika dibuka perdebatan beliau malah menanggapi dengan cengengesan, hal-hal semacam itu masyarakat tentu akan menilai apakah beliau sebagai perwakilan PBNU yang representasi wajah PBNU saat ini atau beliau perwakilan Robithoh Alawiyah yang ditugasi untuk mempreming umat seakan-akan tesis kyai Imadudin sama sekali tidak bermutu?, apa yang dilakukan Gus Fahrurroji, ini yang saya maksudkan *freming kontrasepsi intelektual* untuk mengkebiri pemikiran generasi muda NU.

Alasan saya, semua apa yang diutarakan oleh Gus Fahrurozi isinya hanya cemoohan hingga intimidasi terhadap kyai Imadudin, seakan-akan dengan tesis yang dibuat oleh kyai Imadudin dalam mempersoalkan ketersambungan nasab klan ba’lawi adalah cara yang sangat memalukan dan merusak NU, bahkan beliau beralibi tesis yang mencuat untuk memutuskan nasab balawi sehingga menjadi polemik nasab saat ini adalah upaya memecah belah NU dan akan berekses pemecatan terhadap kyai Imadudin sebagai pengurus LBM PBNU dan RMI PWNU Banten.

Jika dicerna, apa yg disangkal Gus Fahrurrozi saat berdebat hanya memberikan ultimatum agar kyai Imadudin tidak terus-terusan memframing umat Islam untuk bertikai, memang satu sisi baik tapi disisi lain apa yang disampaikan Gus Fahrur terasa tidak adil dan terkesan beliau tidak merasakan permasalahan diakar rumput terhadap warga NU yang banyak menjadi korban para habaib yang dawir, jualan nasab dengan mengatasnamakan keturunan Nabi Muhammad Saw ujung-ujungnya mencari keuntungan materi dan kedudukan di masyarakat.

Bahkan Gus Fahrur ketika bicara tidak ada sama sekali mengarah kepada substansi masalah nasab yang sedang ramai diperbincangkan mengenai keterputusan nasab habaib ke rosulullah, sejak mulai nama Ubaydillah yang diklaim sebagai anak Sayyid Ahmad bin Isa, keberadaan Alwi sebagai anak ubaydillah, hingga perpindahan Isa annaqib yang dikenal Isa almuhajir ke Yaman semua tidak mendapat bantahan, tapi tetap saja Gus Fahrur beralibi beliau punya data dan referensi kuat utk mematahkan argumentasi kyai Immadudin malah-malah beliau siap akan berdebat dan akan membawa data yang kuat anehnya saat diminta bukti, Gus Fahrur malah mengelak dengan 1000 macam alasan yang lucunya lagi beliau sempat mengatakan malas untuk berdebat tentang nasab.

Masyakat saat ini mulai cerdas, semua tantangan Gus Fahrur dan ditantang balik oleh kyai Imadudin tidak akan lagi terjadi pertemuan debat antara Kyai Imadudin Vs Gus Fahrur, dan dipastikan Gus Fahrur tidak akan sanggup menghadirkan data yang kuat untuk membantah tesis kyai Immadudin apalagi beliau menganggap debat tentang Nasab tersebut hanyalah debat kusir semata-mata.

Sungguh sangat menyedihkan sekali, mungkin para kyai se Nusantara sudan mulai tercerahkan dengan tesis kyai Imadudin dan semua akan mendukung harokah(gerakan)fikroh ijtihadiyah(ijtihad pemikiran)kyai Imadudin, dan beliaulah sebagai tokoh muda NU dengan penuh kesadaran ingin menghidupkan kembali semangat taswirul afkar(membangun pemikiran) di dalam Nahdlatul Ulama, walaupun memiliki konsekwensi resiko yang sangat besar.