“Jangan Bawa-bawa NU” Kata Gus Fahrur Kepada Kiai Imaduddin

 

Penulis: Nurul Azizah

Polemik nasab Ba’alawi yang dibongkar oleh Kiai Imaduddin Utsman Al Bantani mendapatkan sanggahan keras dari Ketua Harian PBNU Dr. KH. Ahmad Fahrur Rozi dalam debat panas di Padasuka TV dengan host Yusuf Mars yang tayang dikanal YouTube Padasuka TV dengan deskripsi DEBAT SERU! KH. IMADUDDIN VS GUS FAHRUR PBNU TAK BISA HENTIKAN POLEMIK NASAB HABIB HABAIB?

Sebelumnya banyak orang mengikuti tesis Kiai Imaduddin pasti faham bagi yang suka. Secara mengejutkan tesis Kiai Imaduddin menghentak diskursus keagamaan kalangan Islam tradisional Indonesia, yaitu kalangan warga Nahdliyyin. Tesisnya secara akademis nasab klan Ba’alawi terputus (muntaqi) dari jalur keturunan nabi Muhammad SAW.

Temuan tesis Kiai Imaduddin telah menimbulkan pro dan kontra. Mengingat kaum Ba’alawi yang tokoh-tokohnya di Indonesia disebut Habib kalau jamaknya orang biasa menyebut dengan Habaib dan sudah puluhan tahun diyakini sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW.

Bukannya menjawab tesisnya Kiai Imad (panggilan Kiai Imaduddin Utsman Al Bantani), para tokoh Ba’alawi justru merespon dengan emosional.

Respon penolakan terhadap tesis Kiai Imad datang juga dari Ketua Harian PBNU Dr. KH. Ahmad Fahrur Rozi. Gus Fahrur dalam argumen awalnya ketika ditanya oleh hostnya, “Gus Fahrur mengatakan mohon dihentikan polemik nasab.” Maka dijawab oleh Gus Fahrur, “Saya sudah mengikuti polemik ini hampir satahun, sudah setahun saya selalu melihat berseliweran di medsos terutama di WhatsApp, banyak sekali setiap hari sampah caci maki, kebencian, statmen – statmen yang menjurus ke arah rasisme, kebencian terhadap satu kelompok tertentu dan saya melihat ini sudah menjadi sesuatu yang menyemesta, digeneralisir, jadi semua orang habib itu dikarungi sebagai orang yang jahat, antek penjajah, antek apalah, antek ini dan menurut saya itu tidak sopan.”

Dari keterangan dari Gus Fahrur jelas bahwa beliau menolak tesis Kiai Imad, yang menganggap, “Landasan teori Kiai Imad aneh, salah dalam menggunakan metode penelitian dan menentukan objek penelitian. Intinya Kiai Fahrur menolak tesis Kiai Imad dan mengakui bahwa kaum Ba’alawi adalah keturunan Nabi Muhammad SAW.

Pada menit ke 54 Gus Fahrur berucap, jangan bawa-bawa nama NU untuk berkonflik ya, kalau anda ingin meneliti silahkan penelitian itu atas nama saudara Imaduddin, dan yang saya kritik mengapa memakai situsnya RMI Banten, itu juga tidak perlu. Saya ketua PBNU yang membawahi RMI.”

“Jangan bawa-bawa nama NU ya, NU tidak dalam posisi polemik ini.”

Oleh Kiai Imad statemen Gus Fahrur dijawab dengan ilmiah. “Saya berbicara tidak atas nama NU, Pak Fahrur juga tidak mewakili NU kan, kalau pendapat yang mewakili PBNU harus ada forumnya, bisa forum Muktamar atau Munas Alim Ulama atau forum Bahtsul Masail yang ditandatangani oleh Syuriah PBNU dan itu menjadi sebuah keputusan Nahdatul Ulama secara organisasi.”

“Seperti tesis saya yang membatalkan nasab Ba’alawi itu tidaklah mewakili NU, Ba’alawi itu sahih juga tidak ada dalam forum Muktamar NU. Sejak berdirinya NU 1926 sampai Muktamar terakhir di Lampung, tidak ada satupun Muktamar NU, keputusan bahwa Nasab dari Bani Ba’alawi ini sahih, ini tidak ada. Kalaupun ada narasi-narasi bahwa NU tidak pernah membatalkan ya karena memang NU juga tidak pernah mensahihkan. Mengapa Ulama-ulama tidak membatalkan, karena dari dulu belum ada ulama yang mensahihkan, misalnya Kiai Haji Hasyim Asy’ari mensahihkan juga tidak ada. Kita lihat dalam kitab-kitabnya Kiai Hasyim Asy’ari yang mensahihkan Bani Ba’alawi juga tidak ada. Apa benar ulama-ulama di luar negeri juga mensahihkan Ba’alawi? Dari abad ke 5,6,7,8,9 tidak ada yang menyatakan bahwa Bani Ba’alawi ini keturunan dari Baginda Nabi Muhammad SAW, itu tidak ada sama sekali, Pak Fahrur bisa dicek dalam kitab-kitab nasab dari abad ke 5 sampai abad ke 9. Disitulah titik kritis sebuah nasab sahih atau tidak di dalam rentang abad ke 5 sampai abad ke 9.”

“Sementara pengakuan bahwa Ba’alawi itu keturunan dari Baginda Nabi Muhammad SAW itu mulai ada sejak abad ke 9, yaitu dimulai dari Abu Bakar As Sakran Ali. Beliau keturunan Ba’alawi.”

“Yang jelas saya membuat tesis yang membatalkan nasab Ba’alawi tidak atas nama PBNU, saya juga pengurus PBNU.”

Yang menjadi pertanyaan penulis adalah Padasuka TV itu mengundang DR. KH. Ahmad Fahrur Rozi dan Kiai Imad itu sebagai pribadi atau sebagai pengurus PBNU. Karena jelas bertemunya Kiai Fahrur dan Kiai Imad akan menaikkan rating di PadasukaTV.

Karena ini Podcast menurut penulis ya atas nama pribadi, bukan atas nama organisasi NU.

Yang jelas polemik nasab Ba’alawi memang adanya di NU. Karena kaum Ba’alawi ini mendekati ulama-ulama dan warga Nahdliyyin.

Jadi dari podcast Gus Fahrur dan Kiai Imad kita terutama warga NU mulai berfikir, kira-kira mau ikut Gus Fahrur yang terus mencintai Habib sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW. Atau ikut Kiai Imad yang membatalkan kaum Ba’alawi bukan keturunan Nabi Muhammad SAW tapi keturunan Ubaidillah. Atau Alawiyyin adalah Ba’alawi atau Bani Alawi (keturunan Alawi). Ba’alawi adalah nama keluarga bagi mereka yang memiliki jalur laki-laki kepada Alawi bin Ubaidillah.

Bagi yang ikut Kiai Imad semakin faham, bahwa kaum Ba’alawi itu bukan keturunan Nabi Muhammad SAW.

Tapi yang sudah cinta mati kepada kaum Ba’alawi ya silahkan, yang menolak ya silahkan, itu bukan termasuk rukun Islam, seperti yang dikatakan oleh Gus Fahrur pada podcast tersebut.

Yang jelas Kiai Imad harus selalu ingat pada pesan Gus Fahrur, “jangan bawa-bawa NU.”

Padahal Gus Fahrur sendiri dalam podcast itu sering menyebut kalau dia pengurus PBNU, Ketua PBNU. Ya silahkan pembaca menyimpulkan sendiri.

Dari komen-komen di podcast menunjukkan bahwa masyarakat sudah cerdas, mana yang perlu diikuti dan mana yang tidak perlu diikuti.

Jadi kesimpulan penulis podcast antara Gus Fahrur dan Kiai Imad ini tambah seru. Opini pribadi Gus Fahrur dijawab secara ilmiah oleh Kiai Imad.

Kalau tidak percaya silahkan lihat dan dengar sendiri podcast tersebut di PadasukaTV.

Nurul Azizah penulis buku Muslimat NU Militan Untuk NKRI.