Ramadan 1445 H Dukungan 3 April Hari NKRI Bergema di Nginden Sukolilo Surabaya

Surabaya-menaramadinah.com-Dari masjid Baitul Akhiroh Kelurahan Nginden Jangkungan, Kecamatan Sukolilo Surabaya, Pengurus Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia Provinsi Jawa Timur menyampaikan dukungan atas usulan Dewan Dawah Pusat untuk ditetapkannya tanggal 3 April sebagai Hari NKRI. “Hari ini (3/4/2024) kami menindak lanjuti keputusan Rakorwil Dewan Da’wah Jatim di Trawas, Mojokerto tahun 2022 lalu, dan Ketua Dewan Da’wah Jatim periode sebelumnya, almarhum Pak Tamat Anshory Ismail dan almarhum Pak Sudarno Hadi untuk menyokong usaha pengurus Dewan Da’wah Pusat agar 3 April ditetapkan sebagai Hari NKRI,”, kata Ahmad Busyairi Mansur, Ketua Majelis Pertimbangan Dewan Da’wah Jatim.

“Tadi malam (2/4/2024) Dewan Da’wah Pusat menyelenggarakan forum nasional daring dengan agenda mendengarkan pidato Ketua Umum Dewan Da’wah Pusat, Dr. Adian Husaini, dalam rangka menyambut 74 tahun Mosi Integral Mohammad Natsir dengan tema Merawat dan Mengokohkan NKRI dengan Dakwah bil Hikmah”, tambah Ahmad Busyairi.

Pengurus Dewan Da’wah Pusat, lanjut Ahmad Busyairi istiqamah mendorong agar tanggal 3 April ditetapkan sebagai Hari NKRI dengan pertimbangan momen sejarah yang melatar belakanginya. Pada tanggal 3 April 1950, Mohammad Natsir Ketua fraksi Partai Masyumi, pada sidang parlemen dengan mantap mengusulkan sebuah ide brilian agar Indonesia kembali menjadi sebuah negara kesatuan, NKRI, meninggalkan RIS (Republik Indonesia Serikat) bentukan Belanda yang telah mencabik-cabik Indonesia menjadi negara-negara bagian.

Di masjid Baitul Akhiroh, Nginden tersebut bersama para jamaah mereka kompak memekikkan yel-yel “3 April Hari NKRI. NKRI harga mati !”.

Di sebelah masjid Baitul Akhiroh Kelurahan Nginden ini, ujar Sekretaris Dewan Da’wah Jatim, Tom Mas’udi, adalah kediaman Almarhum Romo Kiai Haji Mas Abdul Muhith, tokoh Hizbullah dan Masyumi Jawa Timur pada perang kemerdekaan RI. “Romo Kiai bersahabat dekat dengan para pejuang yang terhimpun dalam Masyumi (Majelis Syura Muslimin Indonesia,red.) seperti Mr. Mohammad Natsir, Prawoto Mangkusasmito, Mr. Mohammad Roem dan lain-lainnya. Jika beliau-beliau ke Surabaya hampir dipastikan selalu singgah di rumah Romo Kiai untuk bersilaturahim dan bertukar pendapat hingga larut malam. Begitu penuturan salah seorang santri Kiai yakni almarhum pak Nur Hasan, tokoh GPI (Generasi Pemuda Islam) Nginden suatu ketika,” tutur Tom.

“Oleh karena itu, agar kita ingat Jas Merah dan Jas Hijau. Jangan sekali-kali melupakan sejarah, dan jangan sekali-kali menghilangkan jasa para ulama’, maka sekalian napak tilas, kita sampaikan dukungan 3 April Hari NKRI dari kampung bersejarah ini,” imbuh Tom.

Sementara itu, Ketua Dewan Da’wah Jatim Dr. KH. Fathur Rohman, tidak bisa hadir di Nginden karena sedang ada keperluan ke Universitas Al Azhar, Kairo, dilanjutkan dengan melaksanakan ibadah umrah Ramadhan. “Mewakili pak Ketua dan seluruh jajaran pengurus kami menyampaikan salam hormat untuk keluarga besar Romo Kiai Mas Muhith, jamaah masjid dan warga Nginden semua,” kata Brigjen (Purn.) Kusbandi, Wakil Ketua Dewan Da’wah Jatim Bidang Polhukham-Wakaf yang juga alumnus Universitas Islam Indonesia Yogyakarta yang sempat aktif di HMI bersama Prof. Dr. Mahfud MD.

Keluarga besar Romo Kiai Mas Abdul Muhith merasa sangat berterima kasih atas kunjungan Dewan Da’wah Jatim. ” Atas nama keluarga besar, kami mengucapkan banyak terima kasih. Jazaakumullaah ahsanal jazaa’.
Almarhum kiai Mas Son Hadji, putera Romo Kiai adalah juga anggota Majelis Syuro Dewan Da’wah Jatim hingga wafatnya 2 tahun lalu. Semoga silaturahim ini tetap terjalin,” ungkap ustadz Sanan Hasilin Ridwan, menantu Romo Kiai , sekaligus sebagai Ketua Ta’mir Masjid Baitul Akhiroh, didampingi ustadz M. Sulchan salah seorang penasehat Ta’mir.

*Mohammad Natsir dan Mosi Integral*

Dr. Adian Husaini pernah menulis sebuah artikel khusus dengan judul “Jangan lupakan 3 April: Hari Kembalinya NKRI setelah Mosi Integral Mohammad Natsir”. Dalam artikel itu disebutkan bahwa Konferensi Inter-Indonesia antara delegasi Republik Indonesia dengan BFO,Bijeenskomst voor Federal Overleg, sebuah komite bentukan Belanda di Yogyakarta tanggal 19-22 Juli 1949 menghasilkan keputusan dibentuknya RIS.

Pembentukan BFO merupakan upaya Belanda “mengepung” Republik Indonesia. Negara BFO adalah Negara Dayak Besar, Negara Indonesia Timur, Negara Borneo Tenggara, Negara Borneo Timur, Negara Borneo Barat, Negara Bengkulu, Negara Biliton, Negara Riau, Negara Sumatera Timur, Negara Banjar, Negara Madura, Negara Pasundan, Negara Sumatera Selatan, Negara Jawa Timur, dan Negara Jawa Tengah. Dengan demikian Negara Republik Indonesia hanyalah di sebagian pulau Jawa, Madura, dan Sumatera.

Selama dua setengah bulan, Natsir melakukan berbagai lobi yang tidak mudah terutama dengan negara-negara bagian di luar Jawa.

Kemudian pada tanggal 3 April 1950 Mohammad Natsir sebagai Ketua Fraksi Partai Masyumi (Majelis Syura Mualimin Indonesia) mengajukan apa yang dikenal sebagai “Mosi Integral Natsir” di depan parlemen untuk menyatukan kembali Republik Indonesia yang telah tercabik-cabik menjadi Negara-negara bagian berhimpun kembali menjadi NKRI, yang diumumkan secara resmi pada tanggal 17 Agustus 1950.

Mosi Integral Natsir menunjukkan secara gamblang akan komitmen ke-Indonesiaan tokoh-tokoh Islam. “Bahwa kecintaan kepada NKRI bukanlah basa-basi. Jangan gegabah melabeli umat Islam anti NKRI. Justeru sebaliknya, ide dan perjuangan untuk kembali kepada NKRI dilakukan oleh seorang Muhammad Natsir yang tokoh Islam”, tandas Adian Husaini.

Bung Hatta, lanjut Adian bahkan mengatakan bahwa tanggal 3 April 1950 merupakan Proklamasi kedua setelah Proklamasi pertama tanggal 17 Agustus 1945.

Presiden Soekarno ketika ditanya siapa yang pantas menjadi Perdana Menteri pertama NKRI mengatakan bahwa tidak ada lain yang pantas sebagai Perdana Menteri kecuali Mohammad Natsir, penggagas Mosi Integral.

*Mohammad Matsir dan Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia*

Pasca Masyumi membekukan diri pada tahun 1967, Mohammad Natsir bersama sejumlah tokoh yakni Prof Dr. H.M.Rasyidi, KH. Hasan Basri, KH. Taufiqurahman, Prawoto Mangkusasmito, H. Nawawi Duski, H. Buchori Tamam, Abdul Hamid, dan H. Abdul Malik Ahmad mendirikan Yayasan Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia pada tanggal 26 Februari 1967. Jika sebelumnya Mohammad Natsir berdakwah melalui politik, yaitu melalui partai Masyumi, maka setelah didirikannya Dewan Da’wah dia berpolitik melalui jalan dakwah, berdakwah tanpa meninggalkan perjuangan politik.

Dewan Da’wah yang didirikannya memiliki lima fungsi, sebagaimana termaktub dalam Anggaran Rumah Tangga Dewan Da’wah Pasal 13: ” Fungsi yang diemban oleh Dewan Da’wah adalah pertama sebagai pengawal aqidah, kedua penegak syari’ah, ketiga sebagai perekat ukhuwah, keempat pengokoh NKRI, dan yang terakhir sebagai pendukung solidaritas dunia Islam. (tom)