Seni Peranakan dan Ruang Terbuka Kebinekaan Budaya

 

Jakarta-menaramafinah.com-Memberi sebuah penanda secara resmi helatan pameran seni lukis tentunya terkait tentang tanggung jawab estetis personal sekaligus komunal. Kecantikan secara lahiriah tak akan berumur panjang, namun keelokan makna seni sejatinya terbawa sepanjang masa. Ars Longa Vita Brevis, kata orang-orang bijak.

Tatkala menyaksikan pameran seni lukis dari seniman perempuan Hanny Widjaja, yang bertajuk Sinchiavaganza, ada beberapa catatan yang bisa kita kenang dan berbagi bersama pada para apresian malam ini.

Dengan berbekal pengalaman sejarah privatnya sendiri, Hanny membawa kita tanggung jawab menghargai seni dan tradisi Peranakan sebagai warga negara. Kemudian hal itu menuju irisan komunal lebih tinggi, yakni kita bersama bercermin sebagai satu bangsa baru diawal abad ke-20. Budaya Peranakan mengingatkan tentang sejarah panjang keberadaanya selama ratusan tahun bersemayam bersama kita.

Etnis Tiong Hoa memberi sumbangsih kekayaan luar biasa,  yang sampai saat ini kita bisa cecap keindahannya mulai dari kuliner, corak-busana, tradisi pun ritual dan seremoni-seremoni penting serta juga falsafah Timur. Seperti Taoisme serta pencerahan-pencerahan lain berupa warisan tak benda tentang nilai-nilai yang kita miliki.

Nilai-nilai itu tak lekang oleh zaman, sementara itu budaya benda Peranakan dibawakan pelukis Hanny sebagai sebuah narasi yang membawa ke-Indonesia-an kita. Secara hakiki itu warisan  keniscayaan arus kultural penting, memanggungkan pertemuan maha hebat berbagai kebhinekaan budaya sejak masa negeri-negeri di Kawasan Nusantara, bahkan saat semasa Indonesia masih sebagai imajinasi belaka bagi para founding fathers negeri kita.

Salah satu ikon penting pameran ini, lukisan karya berjuluk Unity Element of Souls, tahun 2024, saya sebagai pecinta seni bisa merasakan getaran keindahan-feminitasnya. Saat sama, tersentuh bagaimana lukisan dengan figur tiga sosok perempuan dengan ilustrasi Naga yang melambangkan budaya peranakan menerima “tangan-tangan Tuhan”. Yang membawa simbol Elang Jawa, sebagai falsafah bersama kita tentang lambang Garuda Pancasila.

Saya hanya berharap, bahwa Pameran lukisan ini selalu memberi ruang terbuka batin kita bersama, bukti kebhinekaan budaya telah dirajut sejak lama, selalu dan selalu dalam ingat berupa ekspresi-ekspresi seni. Selamat berpameran untuk Bu Hanny dan Selamat menikmatinya para apresian seni semua, semoga kita di masa-masa depan masih dipertemukan dengan momen-momen indah yang membawa kita terus mencintai bangsa ini dengan kekayaan seni dan budayanya.

 

Novita Dewi, House of Ende