Filsafat Pendidikan sebagai Landasan dalam Penyusunan Kurikulum

Oleh: Hj. Ita Nurwita, S.Pd.I, Pasca sarjana Semester I STAI Azhari, Cianjur – JABAR.

 

KURIKULUM dalam pendidikan Islam dikenal dengan kata “manhaj” yang berarti jalan yang terang, atau jalan terang yang dilalui pendidik (guru) dan peserta didik (murid), demi berkembangnya pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Manhaj dalam pendidikan Islam bisa dikatakan sebagai seperangkat media dan perencanaan yang dijadikan acuan oleh lembaga pendidikan, dalam mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan.

Secara konseptual, kurikulum dikelompokkan kedalam tiga dimensi yakni tradisional, modern dan masa kini. Makna tradisional kurikulum adalah “the subject taught in school, or the course of study.” Kurikulum adalah mata pelajaran yang diajarkan di sekolah atau bidang studi. Jadi, berdasarkan pada pengertian ini, yang dimaksud dengan kurikulum adalah semua bidang studi yang diberikan dalam lembaga pendidikan).

Dimensi kedua definisi modern tentang kurikulum adalah “is looked as being composed of all the actual experience pupils have under school direction, writing a course of study become but small part of curriculum” – kurikulum adalah semua pengalaman actual yang dimiliki peserta didik di bawah pengaruh sekolah, sementara bidang studi adalah bagian kecil dari program kurikulum secara keseluruhan-. Dalam hal ini kurikulum diartikan sebagai semua pengalaman peserta didik di bawah tanggung jawab sekolah.

Selanjutnya dimensi masa kini makna kurikulum adalah “the strategy with we us in adapting this cultural geritage to purpose of the school” – kurikulum adalah strategi yang digunakan untuk mengadaptasikan kultur dalam mencapai tujuan sekolah.- senada dengan pengertian tersebut, para pakar pendidikan mendefinisikan kurikulum sebagai berikut :

Pertama, Saylor dan Alexander merumuskan kurikulum sebagai “the total effort of the school situations, – kurikulum merupakan keseluruhan usaha yang dilakukan oleh lembaga untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Kedua, Smith mengartikan kurikulum sebagai “a sequence of potential experiences of disciplining children and youth in group ways of thinking and acting. Dengan definisi ini, kurikulum dipakai sebagai seperangkat usaha atau upaya pendidikan yang bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan hidup bermasyarakat. Ketiga, Harold Rugg mengartikan kurikulum sebagai “the entire program of the shool, it is the essential means of education. It is everything the students and their teacher do.”- kurikulum adalah program sekolah yang di dalamnya terdapat semua anak didik dan pekerjaan guru-guru mereka.- Kurikulum merupakan suatu pengalaman yang nyata terjadi dalam proses pendidikan, sebagaimana pernyataan Caswell dan Campbell bahwa kurikulum adalah “…all the experiences children have under the guidence of theacher.” Juga dipertegas oleh Ronald C. Doll yang menyatakan bahwa “..the curriculum has changed from content of courses study and list of subject and courses to all experience which are offered to learners under the auspices or pdirection of school.”

Bagi dunia pendidikan Islam,
Diskusi tentang kurikulum pendidikan tidak akan pernah selesai seiring dengan kebutuhan perkembangan jaman. Bahkan Ali bin Abu Thalib ra. pernah mengatakan : “Didiklah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup bukan di jamanmu.” Kurikulum pendidikan Islam sudah harus dipastikan berorientasi ke depan dan berkemajuan, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian hakikat kurikulum dalam pendidikan Islam merupakan grand desain pendidikan itu sendiri untuk mencetak peserta didik menjadi manusia paripurna, yang mampu menghadirkan pribadinya sebagai sosok manusia yang diteladani akhlaknya, memiliki kompetensi yang menunjukkan kapasitas kecerdasan intelektual dan spiritualitasnya, terampil dan berdaya saing.

Kurikulum tersebut merupakan perwujudan dari usaha integratif antara Islam dan sains, dengan menekankan pada proses indoktrinasi dan pembudayaan nilai-nilai ajaran Islam kedalam kehidupan mereka di masanya.

Subyek pendidikan pada hakekatnya adalah manusia itu sendiri, sebagai pelaku pendidikan. Manusia dalam hal bisa dalam profesi sebagai guru.
subyek pentransformasi ilmu pengetahuan dan sistem nilai maupun sebagai peserta didik generasi penerus peradaban yang diharapkan mampu menghadirkan sistem nilai ajaran Islam kedalam kehidupan di masanya. Tentunya harus dibarengi dengan ilmu pengetahuan yang bersumber pada al-Qur’an dan sunnah rasul, dan juga ilmu pengetahuan positif yang dikonstruksi dari hasil analisa terhadap fenomena alam semesta.
LP
Memahami jati diri manusia sebagai subyek pendidikan, tidak bisa dilepaskan dari informasi pengetahuan yang diberikan oleh Tuhan sebagai penciptanya. Dari apa manusia diciptakan, bagaimana unsur-unsur yang inhern dalam diri manusia, tujuan penciptaannya, potensi yang dimiliki serta implikasi kedirian manusia dalam pendidikan Islam itu sendiri.

Allah Swt., telah memberikan informasi pengetahuan tentang manusia selaras dengan unsur penciptaanya, sifat dan karakteristiknya melalui term-term dalam ayat-ayat al-Qur’an seperti an-nas, al-basyar, dan al-Insan. Kalimat an-Nas dalam al-Qur’an disebutkan sebanyak 241 kali dan tersebar dalam 55 surat. Kalimat al-Basyar disebutkan sebanyak 36 ayat dan tersebar dalam 26 surat, dan kalimat al-Insan disebutkan sebanyak 65 kali dan tersebar dalam 43 surat.

Ketiga term tersebut menunjukkan karakteristik dan sifat yang melekat dalam diri manusia
Term “an-nas” di beberapa ayat al-Qur’an menunjukkan karakteristik manusia sebagai makhluk sosial dan kebanyakan digambarkan sebagai kelompok sosial tertentu yang memerlukan kerjasama dalam memenuhi kebutuhan hajat hidupnya masing-masing.

Tidak dapat dipungkiri bahwa manusia tidak bisa hidup sendiri, manusia tidak dapat hidup tanpa adanya bantuan dari orang lain. manusia saling membutuhkan antara yang satu dengan yang lain. Dan manusia tidak dapat mengelak dari saling bekerjasama. Makin banyak kebutuhan dan makin sedikit kemampuan seseorang, serta makin besar kadar ketergantungan pada orang lain. Oleh karenanya Allah SWT menyeru manusia sebagai makhluk sosial untuk saling berkenalan.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِير

Artinya : Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal – mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesunguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha (Q.S Al-Hujarat 49:13)

Ayat tersebut menekankan perlunya saling mengambil pelajaran dan pengalaman dari pihak lain. Demikian halnya dengan pengenalan terhadap alam semesta, makin seseorang mengenal alam semesta, makin banyak pula rahasia-rahasia alam yang ia ungkap. Pada gilirannya nanti akan lahir kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. ***