Catatan : Gus Miskan Turino.
Indonesia dari orde lama hingga orde reformasi masih belum menemukan sistem pengelolaan negara dengan baik, meski secara konstitusional Indonesia saat ini menggunakan sistem kehidupan politik demokratis, namun dari sisi pengelolaan negara masih terjadi perebutan antar gank besar dunia (diperebutkan oleh gank besar dunia).
Jaman orde lama Indonesia ingin berdiri diatas kaki sendiri dengan kekuatan dan kekayaan yang dipunyai, namun dua gank besar dunia bertarung dan akhirnya menghantam Soekarno.
Gank dunia dimenangkan oleh barat dengan memasang bonekanya yang namanya Soeharto dkk.
Ketika gank barat berkuasa mendalangi pengelolaan negara yang namanya Indonesia hingga 32 tahun akhirnya tumbang oleh prilakunya sendiri yang bikin bangkrut Indonesia (korbannya soeharto 1998).
Orde Baru beralih ke orde reformasi, rupanya gang besar barat masih tidak terima, akhirnya memberikan opsi untuk mengganti lembaga tertinggi negara yang namanya MPR dengan Komite Indonesia Baru, namun ditolak oleh rakyat.
Ketika pengelolaan negara dipegang oleh sipil (Presiden Gusdur), mereka tidak terima karena Gusdur melakukan reformasi disemua lini, mulai dari pembubaran departemen penerangan, departemen sosial hingga TNI/Polri utamanya freeport karena saham2 yang diberikan pada beberapa tokoh nasional akan dicabut, namun Gusdur akhirnya dilengserkan juga.
Paskah Gusdur lengser, skenario gank besar tidak lagi mengendalikan TNI/Polri tapi mereka beralih mengendalikan semua Ketum Partai untuk menguasai pengelolaan negara.
Dari sinilah kemudian muncul sosok Jokowi yang kala itu keberadaannya tidak diperhitungkan sama sekali oleh gank besar dunia, meski jauh sebelumnya Jokowi mungkin sudah membaca siapa dibalik carut marutnya Indonesia.
Pada periode pertama kepemimpinan Jokowi rupanya sudah terendus, namun para ketum partai rupanya dielus elus Jokowi dengan diberikan zona nyaman senyaman nyamannya.
Jokowi tidak mau Indonesia dikendalikan oleh dua gank besar dunia (barat dan timur) yg sedang bertarung memperebutkan kaplingnya (Indonesia), tapi atas kecerdikannya justru Jokowi memanfaatkan perseteruan mereka untuk membuat mereka bergantung pada Indonesia dan berhasil (revitalisasi saham freeport, hilirisasi hingga penghentian ekspor mineral).
Skenario mereka (gank besar dunia) tentu tidak mau gagal, bagaimanapun semua ketum partai harus bisa dikendalikan bahkan pengelolaan negara Indonesia harus menjadi kapling para ketum partai dibawa kendali gank besar dunia, setelah menggoyang agama tidak berhasil, kini yang digoyang adalah sektor yudikatif, dan semua ketum partai termasuk publik rupanya sedang terseret dalam pusaran itu.
Menarik tapi memprihatinkan…?
Jokowi sebagaimana Soekarno Indonesia harus berdaulat disegala bidang dan harus berdiri diatas kaki sendiri tidak boleh ada bayang bayang gank besar dunia, karena Indonesia sebagai negara besar dan punya segalanya (kekayaan alam yang melimpah) dan jumlah rakyat yg juga besar, kita harus setara dengan mereka tidak boleh terus menerus dikendalikan apalagi pengelolaan negara dikuasai mereka (gank besar dunia), tidak boleh. !!, begitu mungkin suara hatinya.
Kini mendekati akhir masa jabatan sebagai Presiden nasib Jokowi hampir sama dengan Soekarno dia menjadi singgle parent bertarung sendiri dengan dua kekuatan atau gank besar dunia, apakah semua ketum partai paham atau tidak, jika wawasan para ketum partai masih terjebak pada kepentingan sesaat atau militansi nasionalismenya tetap rendah, maka Jokowi akan menerima nasib sebagaimana yang dialami Soekarno dan Indonesia akan kembali dikendalikan oleh gank besar dunia.
Semoga para Ketum Partai mau belajar dari kasus Soeharto, jangan sampai Indonesia sebagai negara kaya tapi tetap miskin.
Salam,
Miskan Turino.