Catatan Arif Pondok Baca Nahdliyin Banyuwangi.
Saya Agak terkejut Ketika Kemarin, Almukarrom KH.Shiddiq Ali Mansur tiba tiba mau dan mengiyakan Permintaan Saya untuk Sudi Hadir dalam Acara Peringatan Tahun Baru Islam 1445 H yang dilanjutkan dengan Acara Harlah GP Ansor ke 89 dan Fatayat NU ke 73 di Buleleng Bali.
Telah Beberapa Hari Kawan Kawan Ansor Buleleng Bali terutama Komandan Banser nya memintaku untuk ” Membujuk ” Beliau Sudi Hadir di Bali dan berkenan pula untuk Mengisi Tausiyah dan dirangkai dengan Ijazah Sholawat Badar oleh Beliau.Hingga Malam sebelum Berangkat, Ketua Ansor Buleleng masih menghubungiku untuk mengkonfirmasi kehadiran Beliau.
Setelah Sholat Subuh,Ku bergegas menuju Kediaman Beliau yang terletak di Tengah Kebun Kopi di Gombengsari Banyuwangi.Sesampai disana,Ibu Nyai tiba tiba mengatakan padaku bahwa Kondisi Kesehatan Beliau agak kurang Fit untuk berangkat ke Bali.Usia Beliau yang cukup Sepuh tak mungkin pula bisa diajak Kompromi andai Tetap Kami lanjutkan perjalanan menghadiri undangan.Jarak Kurang lebih 1 Jam Perjalanan Menaiki Kapal Laut tentu riskan bila Kami paksakan untuk tetap berangkat.
Saya pun mafhum dengan kondisi Beliau dan segera Saya Telpon Ketua Ansor Buleleng dan memohon maaf yang teramat sangat atas Ketidak Hadiran Beliau di Bali.Saya ceritakan bahwa Kondisi Kesehatan Beliau kurang baik pada saat itu dan rasanya tidak memungkinkan untuk Kami tetap menghadiri Undangan.
Dari Telpon, Saya mendengar Desah Kecewa dari Ketua Ansor Buleleng.Persiapan yang cukup matang oleh Panitia demi Kesuksesan Acara serta ditambah kehadiran Ratusan Warga Nahdliyyin Buleleng Bali yang sudah sangat menunggu kehadiran Beliau, rasanya jelas terbayang kekecewaan Mereka seandainya Sosok Kyai yang dinantikan ternyata Tak jadi Hadir dalam Acara.
Tak Enak Hati Rasanya memikirkan betapa kecewanya Banyak Orang seandainya yang dinanti ternyata Tidak Tiba.Terbersit Sedikit Akal Bulus Abunawas Agar Beliau bagaimanapun caranya Harus Hadir.Dengan Spontan Tiba Tiba Saya sampaikan kepada Kyai ” Kyai,itu di Belakang Masjid Agung Jami’ Singaraja Buleleng Bali, Dahulu Ayahanda Panjenengan Pada 1954 Ketika Awal Beliau bertugas di Bali menjadi Kepala Departemen Agama dan Sekaligus Ketua Konsul NU Se Bali dan Nusa Tenggara ( Saat ini Ketua Konsul NU menjadi Setingkat Ketua PW NU ) pernah tinggal lama di Belakang Kompleks Masjid.Dan Saya kok Tiba-tiba Dapat bisikan untuk mengajak Panjenengan Napak Tilas Perjuangan Abah Panjenengan di Pulau Dewata Bali ”
Wajah Beliau tiba tiba berubah cerah kala mendengar Perkataanku.Dan Beliau berkata ” Bismillah… Demi Napak Tilas Perjuangan Abah, Insya Allah Kulo Siap berangkat ”
Lho Bah, Bukannya Abah masih kurang sehat ? Istri Beliau memprotes.
Mboten Dhik, Insya Allah Sakniki sampun Sehat.Bismillah Barokahe Sholawat Badar,Mlaku Sehat Mulih Sehat ( Tidak Dhik, Bismillah dengan Barokah Sholawat Badar Perjalanan Menuju Bali Sehat dan Pulang juga sehat ), Kyai menjawab Protes Istrinya ????
Meski Terlambat, Kedatangan Kami disambut dengan Meriah oleh Ratusan Warga NU Se Kabupaten Buleleng Bali.Turun dari Mobil, Panitia langsung mengarahkan Beliau untuk segera Naik ke Panggung dan menyampaikan Tausiyahnya.
Satu Hal yang paling membuat Saya merinding adalah pada saat Beliau menutup Acara dengan Doa.Tiga Kali Saya mendengar Beliau membaca Doa dengan Nada bergetar menahan Tangisnya ” Allahumma Sallimna Indonesia… Allahumma Sallimna Indonesia… Allahumma Sallimna Indonesia Yaa Allah ”
Doa yang Membuatku Terharu dan Tak terasa meneteskan air mata.Kalimat Doa yang secara Harfiah maknanya adalah Meminta Kepada Tuhan Yang Maha Esa agar selalu memberikan Kedamaian dan keselamatan untuk Bangsa Indonesia.
Benarlah apa yang dahulu disampaikan oleh KH.Musthofa Bishri atau Gus Mus kala ditanya tentang Kriteria Seseorang yang layak disebut sebagai Ulama.Menurut Gus Mus,Sosok yang pantas dan layak untuk disebut sebagai Ulama adalah Mereka yang ” Yandzhuruna ilal ummah bi ainir rahmah ( melihat umat dengan pandangan kasih sayang ).
Sallimna Indonesia Yaa Allah….
Opini : Arif – Pojok Baca Nahdliyyin