Setiap Zaman ada Orangnya dan setiap Orang ada Zamannya “

Catatan Atif Pondok Baca Nahdliyin Banyuwangi.

Cak, Saya ingin sekali berkiprah di Lingkungan NU ( Nahdlatul Ulama ). Cuma Saya ini bukan Putra Kyai atau Gus.Kedua Orang Tua Saya hanya Petani.Sepemahaman Saya, Untuk Menjadi Pengurus NU apalagi Tokoh di NU harus Punya Nasab Kyai.Apa benar demikian ? Seorang Kawan yang saat ini menjadi Guru di Salah satu Lembaga Pendidikan milik Ikhwan Sebelah bertanya.

Mendapat Pertanyaan Seperti itu, Saya tidak langsung menjawab dengan jawaban yang normatif.Saya tentu tidak dapat menyalahkan Seseorang yang bertanya dengan pertanyaan seperti diatas.Mau dijawab dengan Jawaban NU adalah Organisasi Islam yang Terbuka ? Tentu akan terjadi debat kusir karena faktanya memang banyak sekali Anak Anak Kyai terutama Putra Kyai Pengasuh Pondok Pesantren Besar di Jawa yang Mewarnai Kepengurusan dan cenderung mendominasi terutama di Jajaran Tanfidz ( Eksekutif ) khususnya Periode saat ini.dari mulai Tingkat Cabang, Wilayah bahkan Pusat.Ya apa Enggak ? Ketua Umum Pusatnya saat ini Gus, Sekjen Pusat juga Seorang Gus yang merangkap Jadi Walikota ( Dahulu Menteri lalu turun jadi Wakil Gubernur dan saat ini Walikota ) dan Barisan Gus Gus lain.Fakta inilah yang mungkin saat ini dilihat oleh Teman Saya dan ( Mungkin pula ) membuat Ia yang pada awalnya Punya Niat Besar untuk Mendarma Baktikan dirinya di NU kemudian menjadi minder karena faktor Nasab yang bukan Putra Kyai… Hehehe.

Saya mengutip Sebuah Kisah dari Almaghfurllah KH.Hasyim Muzadi,Sang Shohibul Kisah. Di Tahun 1967 Ketika itu Beliau masih menjadi Ketua PMII Cabang Malang ( PMII Adalah Organisasi Mahasiswa yang lahir dari Kalangan NU ). Hasyim Muzadi Muda kala itu berniat menemui Ketua Umum NU Almaghfurllah Dr.KH.Idcham Chalid ( Ketua Umum PBNU 1956-1984 & Ketua DPR/MPR 1972-1977 ). Hasyim Muzadi Muda pada saat itu ingin mempertanyakan kebijakan Idcham Chalid terkait Gerakan Tokoh Muda NU Subchan ZE yang menuntut adanya Demokratisasi Indonesia pada Awal Orde Baru.Di Hadapan Idcham Chalid, Hasyim Muzadi juga mengeluh tentang kelambanan Idcham dalam merespons setiap Dinamika yang terjadi.

Mendengar Keluhan tersebut, Dengan Nada Yang penuh kearifan,Pak Idcham Chalid menjawab ” Hasyim, Kita ini baru saja menyelesaikan masalah Komunis.Perjalanan Bangsa ini masih sangat panjang.Jangan minta Demokrasi pada saat yang sama karena kelak Demokrasi ada waktunya sendiri.Ingat Hasyim, Allah SWT menyelamatkan Satu persatu dan tidak sekaligus.Demikianlah Nasehat Imam Ibnu Atho’illah Sang Shohibul Hikam.Biarkan Pak Harto berkuasa karena Setiap Zaman ada Orangnya dan setiap Orang ada Zamannya.Yang Saya khawatirkan justru Puluhan Tahun yang akan datang ketika Kita menghadapi kemunafikan dan Saya khawatir NU Tidak mampu menghadapinya karena Racun terasa madu ”

Saya Tidak ingin membahas Nasehat Almaghfurllah KH.Idcham Chalid kepada Hasyim Muzadi pada saat itu.Bisa jadi, nasehat tersebut relevan pada saat ini dimana Lawan dan Kawan kini sulit untuk dibedakan.

Kedua Sosok Besar diatas, Idcham Chalid dan Hasyim Muzadi bukan Putra Kyai.Tapi Kedua Tokoh Besar Bangsa tersebut telah turut mewarnai perjalanan Sejarah NU dan Bangsa ini.Idcham Chalid sendiri adalah Putra Daerah Amuntai Kalimantan Selatan.Ia Alumni Pondok Pesantren Gontor Ponorogo dan Juga Kader Utama Wahid Hasyim.Sementara Hasyim Muzadi adalah Sosok Besar Tokoh NU yang memulai Karir Organisasinya dari Level Ranting hingga mencapai Top Leader NU.

Jadi ? Bukan Gus atau Nasab yang menentukan dalam NU.Keistiqomahan sekaligus Kecerdasan sekaligus Kreativitas lah yang menjadi Dasar Utama Seseorang bisa berkiprah sekaligus memberikan Warna dalam Tubuh NU.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *