Madah-Madah: Tradisi Unik Kunjungi Tetangga Selepas Sholat Idul Fitri di Pasuruan, Jawa Timur

Pasuruan-menaramadinah.com-Idul Fitri merupakan moment istimewa bagi muslim diseluruh dunia, begitu pula di Indonesia yang memiliki populasi muslim terbanyak di dunia dengan jumlah sekitar 231 juta jiwa.

Makna Idul Fitri berarti kembali ke fitroh, kembali bersih dan suci jiwa dan raga dimanfaatkan untuk saling meminta maaf antar keluarga, sahabat, kolega dan tetangga.

Salah satu tradisi yang umumnya dikenal luas di Indonesia adalah halal bi halal yang merupakan silaturahmi saling bermaafan yang dilakukan sekelompok orang pada tempat tertentu, bisa auditorium atau ruangan yang luas.

Tradisi halal bi halal dikuatkan oleh salah satu hadist yang berbunyi: “Barang siapa yang ingin diluaskan rezekinya dan ingin dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia bersilaturahmi.” (HR. Bukhari)

Tiap daerah di Indonesia memiliki tradisi untuk silaturahmi dan saling memaafkan yang sangat beragam, seperti tradisi Baraan, di Bengkalis, kepulauan Riau, yang merupakan kegiatan kunjung mengunjungi tetangga secara beramai-ramai pada saat memasukan bulan Syawal. Kegiatan baraan mempunyai bermacam-macam tingkatan atau jenis, mulai dari Baraan RT, RW, Desa, Mushola/Masjid, Kantor,

Komunitas/Organisasi, sampai alumni sekolah. Ada pula tradisi Nyembah Belari di Kecamatan Tambelan, Kabupaten Bintan yang merupakan Kegiatan bersilaturahmi tiap rumah oleh sekelompok anak-anak dengan cara berlari atau berjalan cepat.

Kelompok anak-anak yang melakukan “Nyembah Belari” tidak masuk ke rumah warga, melainkan hanya berdiri di teras rumah warga dan membawa kantung plastik untuk wadah pernak-pernak lebaran (kue, permen,coklat atau apa saja) yang diterima dari pemilik rumah

Berbeda dengan tradisi silaturahmi lebaran di dua kabupaten tesebut, di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, salah satu kabupaten di wilayah pantai utara Pulau Jawa, terdapat tradisi unik yang disebut madah-madah.

Kegiatan madah-madah ini pada prinsipnya adalah silaturahmi antar tetangga dalam satu RT atau kampung dan dilakukan pada hari pertama sampai hari ketiga idul fitri yang bergantian untuk kaum lelaki/remaja putra, dan ibu-ibu/remaja putri. Selama tiga hari tersebut, warga yang bertetangga kampung secara bergantian mendatangi dan didatangi, tentunya dengan memberikan suguhan lebaran seperti kue-kue, minuman dan suguhan apa saja sesuai kemampuan,walau kadang, tanpa suguhan pun tidak menjadi masalah.

Lantunan puji-pujian shalawat nabi selalu mengiringi kedatangan pada tiap rumah warga dengan harapan semua warga dalam satu RT senantiasa sehat dan dianugerahi rejeki yang barokah.

Tradisi madah-madah tetap dipelihara dan digetok tularkan dari para orang tua ke anak-anaknya. Bahkan diajurkan bagi para remaja wajib mengikuti silaturahmi madah-madah. Seperti yang dituturkan salah satu keluarga di dusun Pendean, Desa Winongan Kidul, Kecamatan Winongan, bahwa tradisi madah-madah sudah berlangsung berpuluh tahun.

Bahkan menurut Mbah Wuh, begitu beliau di sapa oleh anak, menantu, cucu dan cicitnya, tradisi madah-madah ini sudah dilakukan sejak beliau masih remaja tahun 60-an dan bertahan sampai saat ini.

Menurut salah satu keluarga muda, sebut saja David yang memiliki istri bukan warga asli desa Winongan Kidul, silaturahmi madah-madah ini sangat bermanfaat untuk saling mengenal di lingkungan RT.

Bagi yang belum pernah merasakan keliling madah-madah, terasa melelahkan karena harus berjalan kaki mengelilingi sekitar 100-an rumah ditambah sengatan sinar matahari yang kurang bersahabat, tergantikan dengan hidangan aneka makanan khas lebaran dapat meningkatkan rasa gembira dan bahagia.

Ni Luh