Meniti Jejak Kyai Ageng Brondong di Sentono Agung Boto Putih Surabaya Utara

Surabaya.MenaraMadinah.Com.Sentono Agung Boto Putih di Jalan Pegirian,Surabaya Utara merupakan pesarean para bangsawan, ulama, dan para Adipati Surabaya terdahulu.

 

Letaknya dekat dengan Wisata Religi Makam Sunan Ampel,hanya berjarak sekitar 1 kilometer.

Maqbaroh seluas 4.000 meter persegi ini terbagi menjadi dua area besar yaitu kompleks makam Kyai Ageng Brondong dan kompleks makam Al-Habib Syekh bin Ahmad bin Abdullah Bafaqih.Jurnalis Bro-J mengunjungi maqbaroh ini, Sabtu, 31Desember 2022.

Kyai Ageng Brondong adalah gelar dari Pangeran Lanang Dangiran,putera dari penguasa Kerajaan Blambangan( kini Banyuwangi,red), Pangeran Kedawung yang punya gelar Sunan Tawangalun.

Disebut Kyai Ageng Brondong sebab seluruh badannya dilekati karang dan keong akibat bertapa di laut sehingga tubuhnya seolah-olah ditempeli dengan bakaran jagung yang dalam Bahasa Jawa disebut brondong.

Pangeran Lanang Dangiran dikenal gemar tirakat sejak muda, meninggalkan kehidupan istana.

Selain suka bertapa di tempat angker, ia mempunyai pula cara tirakat unik dengan riyadah di tengah laut sambil menaiki papan kayu dan membawa bronjong sebagai alat penangkap ikan.

Gelombang besar dan arus air laut membawa Pangeran Lanang Dangiran terdampar di pantai dekat Sedayu.

Dalam kondisi tidak sadar,ia ditolong dan dirawat oleh Kyai Kendil Wesi dalam pondoknya.

Mengetahui potensi besar Pangeran Lanang Dangiran dalam dakwah, ia memintanya untuk mensyiarkan Islam pada abad ke-15 di Pegirian hingga Kapasan serta ujung utara Surabaya.

Di kemudian hari, Pangeran Lanang Dangiran menikahi Dewi Sekararum yang cantik jelita dari tlatah Cirebon.

Sebelumnya, putera Blambangan itu berhasil memenangkan sayembara yang diadakan Dewi Sekararum untuk memetik delima yang pohonnya dijaga Raja Jin jahat.

Berkat karomah yang dimilikinya, Pangeran Lanang Dangiran mampu menaklukkan jin jahat tersebut.

Selanjutnya, Pangeran Lanang Dangiran yang berjuluk Kyai Ageng Brondong memboyong istrinya ke Pegirian, tepatnya di Dukuh Boto Putih dan menetap hingga wafat tahun 1638 dalam usia 70 tahun.

Di makamkan di Sentono Agung Boto Putih yang gapuranya berornamen khas ala kerajaan. Maka, masyarakat menyebutnya sebagai Sunan Boto Putih.

” Disini ramai terus oleh para peziarah ,utamanya di Bulan Maulid”,ucap seorang ibu tua penjual gorengan dan minuman di depan gerbang pesarean.
**Bro-J**