Dari Sarasehan Kyai dan Santri Membahas Perjuangan Arek Suroboyo dan HUT Kota Surabaya di Langgar Gipo Peninggalan Ketua Tanfiziah Pertama PBNU

Dalam rangka menyambut Hari Ulang Tahun Surabaya ke 729, Kiai dan Santri menggelar Sarasehan di  Langgar GIPO peninggalan Ketua Tafiziah pertam KH. Hasan Gipo  Jl Kalimas Udik Surabaya menggelar Sarasehan soal Surabaya pada Senin, 30 Mei 2023 mulai pukul 20.00 wib-22.30 wib. Apa saja yang dibahas. Berikut ini laporan Husnu Mufid Pemred menaramadinah.com.

 

Acara tersebut dengan mengambil Thema : Kota Surabaya Punya Kita. Dengan Nara Sumber :

1. Kyai Mas Yusuf Muhadjir (Ndresmo)
2. Raden Mas Kanigoro (Santri Ndablek)
3. Drs. Husnu Mufid, M.PdI (Pimred Menara Madinah.com)
4. Kyai Mas Syafi’i (Mantan Lurah Rungkut Menanggal & Bongkaran Surabaya).

Moderatornya Ketua Umum Majlis Macan Ali Gus Nanang Abdurrahman Bureng Wonokromo Surabaya.

Dalam acara Sarasehàn tersebut pembicara pertama Kyai Mas Yusuf  Muhadjir Pengasuh Pondok Pesantren Ndresmo Surabaya mengatakan, kota Surabaya ini diperjuangkan oleh Arek Suroboyo.

Memang Arek Suroboyo pemberani. Tidak takut sama Belanda. Karena sebelum ada Resolusi Jihad sebenarnya sudah melakukan perlawanan.

Dimana orang Belanda mengakui kalau Trah Basaiban dari Nderesmo sebagai lawan Belanda. Mereka menulis dalam sebuah buku. Yang tingkatannya, tingkat dunia.

Cukup banyak kiai yang ditahan di Penjara Kalisosok. Kemudian dikeluarkan dari penjara. Tapi ada dua kiai dari Nderesmo yang tidak dikeluarkan dari penjara yaitu Kiai Mas Mansyur. Yang namanya sama.

“Ini terbukti 80 perseen sebagai pejuang kemerdekaan dan dapat pensiun dari pemerintah. Cuma untuk tingkat Nasional Indonesia tidak tertulis. Karena keluarga Nderesmo tidak berkenan ditulis. Karena sudah ditulis yang tingkatannya mendunia,” ujar Kyai Mas Yusuf Muhadjir.

“Disini ada 2 orang bernama Kiai Haji Mas Mansur meninggal tahun 1948. Dua duanya dari Pondok Pesantren  Nderesmo. Satu orang tidak bersedia di pahlawankan meskipun ikut berjuang melawan Belanda,”tambahnya.

Kemudian pembicara kedua  Drs. Husnu Mufid, M.PdI mengatakan, pejuang  kemerdekaan 1945 banyak dari kalangan santri. Khususnya dari Pondok Pesantren Sudosermo dan kemudian para santri dan kiai dari luar Surabaya. Seperti Kiai Abas dari Pesantren Buntet Cirebon, Kiai Assad Samsul Arifin dari Situbondo dari para kiai dari Banyuwangi, Kediri, Jombang, Mojojerto dan kota kota lainnya.

Selain itu, Husnu Mufid Owner Penerbit Menara Madinah Books  mengatakan, hari jadi kota Surabaya yang ke 729 itu berdasar kedatangan datangnya tentara Mongol di Ujung Galuh Surabaya. Juga berdasar perjalanan Raden Wijaya ke Surabaya menuju Pulau Madura untuk menemui Arya Wiraraja.

Sebenarnya yang tepat itu, tambah Husnu Mufid,  hari kelahirannya saat kedatangan Sunan Ampel atau Raden Ali Rahmatullah di Surabaya 1420 M. Karena mulai ada sistem pemerintahan dan penduduknya mulai banyak dan beradab.

Mengingat sebelum kedatangan Sunan Ampel di Surabaya penduduknya adalah para penjahat yang dibuang Raja Kertanegara. Juga tanahnya sebagian besar berawa rawa.

“Tidak layak sebenarnya hari kelahiran Surabaya dikaitkan dengan kedatangan Tentara Tartar. Sebab yang sebenarnyaee datangnya tentara Tartar  Mongol Cina itu di Tuban,”tegasnya.

Hal tersebut dipertegas oleh pembicara kedua yaitu Kyai Mas Syafi’i mengatakan, keputusan hari lahir kota Surabaya itu ditentukan oleh orang orang yang bukan asli Surabaya. Seperti Johan Silas dan teman temannya.

“Saya tahu itu mereka rapat membahas Hari Lahir Kota Surabaya. Saat masih belum pensiun. Tapi namanya saya waktu itu hanya orang kecil menjabat Lurah . Tidak bisa berbuat apa apa. Mereka yang bukan asli orang Surabaya. Kalau misalnya menentang bisa di non job kan,”ujar Kiai Mas Syafi’i yang masih keturunan Trah Basaiban dan mantan Lurah Rungkut Menanggal dan Lurah Bongkaran Surabaya.

Sementara Raden Mas Kanigoro mengatakan, Sunan Ampel itu merupakan seorang pemimpin Surabaya waktu itu. Pandito Ratu.

Istilahnya penguasa Surabaya. Dengan demikian, sudah adanya sistem pemerintahan dan ada penduduknya. Bangsawan banyak berdatangan untuk berguru di Ampel Denta Surabaya.

Juga di tiap daerah ada penguasanya juga seperti di Ampel yaitu Sunan Ampel, di Wonokitri Kembang Kuning oleh Ki Wiro Saroyo, di Wonokromo oleh Sunan Bungkul dan tempat lain ada juga penguasanya.

Selain itu, ia mengatakan di Surabaya banyak punden punden berupa lingga yoni. Jadi penduduknya sudah ada sebelum kedatangan Sunan Ampel di Surabaya.

Kemudian acara ditutup dengan pemotongan tumpeng oleh Kyai Mas Syafii kepada KH. Mas Yusuf Muhsjir. Juga penyerahan nasi tumpeng kepada Husnu Mufid dari panitia dan Ketua Takmir Langgar Gipo Gus M. Yunus Gipo al Boto Putih kepada Husnu Mufid.

Berlanjut ramah tamah dan makan nasi tumpeng bersama dan saling taaruf antara nara sumber dan peserta.

Husnu Mufid