KH. Mohammad Nizam As-sofa Pengasuh Pondok Pesantren Ahlus-Shofa Wal-Wafa di Desa Tanggul Wonoayu Kec Krian Kab Sidoarjo. Bagaimana kisah hidupnya dari anak anak, remaja dan pemuda hingga sebagai Mursyid Tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah. Berikut ini laporan Drs. Husnu Mufid, M PdI Pemimpin Redaksi menaramadinah.com :
Beliau lahir 23 Oktober 1973 di Jalan Darmo No. Simoketawang Wonoayu Sidoarjo. Putra seorang ulama Sidoarjo dan bernasab kakek kiai tarekat dari Bangil.
Semasa anak anak mengeyam pendidikan agama di MI Bahrul Ulum dan MTsN Krian serta nyantri di Pondok Pesantren Darul Falah yang diasuh Kiai Iskandar Umar Abdul Latif.
Menginjak usia remaja melanjutkan nyantri ke Pondok Pesantren Lirboyo Kediri selama 1 tahun. Kemudian ke Aceh selama 2 tahun. Untuk mengetahui pusat pertama penyebaran Islam di Indonesia.
Sepulang dari Aceh menuju Jawa Barat. Untuk belajar agama dan ilmu hikmah. Guna menambah wawasan ilmu agama.
“Saya belajar agama guna menambah ilmu agama lebih mendalam. Karena diusia yang remaja ini saya manfaatkan betul. Alhamdulillah tetap jadi orang baik, “ujar KH. Mohammad Nizam As Shofa dengan nada santun.
Setelah itu melanjutkan nyantri di Pesantren El Nur El Kasyaf dan sekolah di Madrasah Aliyah di Tambun Bekasi pimpinan almarhum KH. Dawam Anwar. Langsung masuk kelas dua.
“Jadi saya dari Aceh langsung ke Jawa Barat dan tidak kemana mana lagi. Belajar agama agar bahagia dunia akhirat. Alhamdulillah tetap jadi remaja yang baik,”ujarnya.
Setelah lulus dari Madrasah Aliyah. Kemudian melanjutkan kuliah. Tapi sayangnya tidak sampai lulus. Hanya berhenti di semester 7. Karena mendapat bea siswa dari PBNU ke Universitas Al Azhar Kairo.
Saat memasuki usia muda beliau gunakan untuk kebaikan. Mencari ilmu setinggi tingginya. Dan memantapkan diri ke Mesir. Mempersiapkan diri sebagai penyebar agama di Sidoarjo.
Di Kairo beliau menghadiri halaqoh halaqoh dan mengunjungi guru gurunya. Boleh dibilang menyempatkan diri belajar di negeri orang.
Kegiatan belajar agama itu menjadikan dirinya semakin baik. Ilmu agamanya semakin tinggi dan akhlaqnya semakin baik. Wajahnya menyejukkan. Tuturkatanya pelan dan halus.
Sepulang dari Mesir mengamalkan ilmu yang dimiliki. Membimbing masyarakat dalam soal agama dirumahnya. Juga membimbing masalah problema kehidupan rumah tangga
Dalam perkembangannya beliau menjadi Guru Tarekat Naqsabandiyah dan mengadakan pengajian tasawuf. Cukup banyak warga yang ikut tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah.
Pada tahun 2004 Gus Nizam menciptakan Syiir Tanpa Wathon berbahasa Jawa yang kemudian banyak masjid mengumandangkan Syiirnya itu. Banyak orang mengira itu suara Gus Dur. Padahal suara KH. Mohammad Nizam As Shofa sendiri.
Pada tahun 2009 beliau mendirikan Pondok Pesantren Ahlus Shofa Wal Wafa tahun 2009. Pendirian pesantren ini mendapat sambutan yang bagus dari masyarakat. Oleh karena itu, banyak orang tua yang mondokkan putra putrinya ke pesantrennya.
Sikap dan tutur katanya yang santun dan halus inilah yang menjadikan para santri dan orang tua menyukai. Begitu pula cara membimbing santri dalam mempelajari agama dengan adab yang baik.
Kemudian dalam perkembangannya beliau mendirikan KBIH Haji dan Umroh dan meraih sukses. Karena dapat membimbing jamaah Haji dan Umroh dengan profesional dan ahlaqul karimah sebagaimana dicontohkan Rasulullah.
Kini pondok pesantren yang didirikan semakin pesat. Banyak orang tua yang mempercayakan putra putrinya pada KH. Mohammad Nizam As Shofa.
Begitu pula dengan para orang tua dan warga menyempatkan diri untuk belajar ilmu tasawuf. Lewat Tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah.