Kisah Wafatnya KH. Hasyim As’ari

 

Catatan Muhammad Ikhwan.

“KISAH WAFATNYA HADROTUSYAIKH
KH. HASYIM ASY’ARI RAHMATULLAH TA’ALA

(Pendiri NU dan Pahlawan Kemerdekaan)

Hari ini, 7 Ramadhan 1441 H. 75 tahun yang lalu, 7 Ramadhan 1366 H. Hadratussyech KH HASYIM ASY’ARI WAFAT.

Dalam Profil Pesantren Tebuireng, tertulis bahwa tanggal 3 Ramadhan 1366 H (21 Juli 1947 M) jam 9 malam Hadhratus Syaikh KH. M. Hasyim Asy’ari selesai mengimami shalat Tarawih. Sebagaimana biasanya beliau duduk di kursi untuk memberikan pengajian kepada ibu-ibu muslimat. Tak lama kemudian datanglah tamu utusan Jenderal Soedirman dan Bung Tomo. Mbah Hasyim menemui utusan tersebut dengan didampingi Kyai Ghufron yang juga pimpinan Laskar Sabilillah Surabaya.
Sang tamu menyampaikan surat dari Jendral Sudirman yang berisi Hadhratus Syaikh karena usianya sudah sepuh (kurang lebih usia beliau 74 tahun) dimohon berkenan untuk mengungsi ke Sarangan, Magetan, agar tidak tertangkap oleh Belanda. Sebab, jika tertangkap, beliau akan dipaksa membuat statemen mendukung Belanda. Jika hal itu terjadi, maka moral para pejuang akan runtuh (karena waktu itu mbah Hasyim sebagai pemegang KOMANDO PERGERAKAN KEMERDEKAAN.

Keesokan harinya Mbah Hasyim memberikan jawaban bahwa beliau tidak berkenan menerima tawaran yang disampaikan, karena baginya pantang mundur selangkah dalam menghadapi penjajah walaupun usianya sudah sepuh.

Empat hari kemudian, tepatnya pada tanggal 7 Ramadhan 1366 M, sekitar pukul 21.00 WIB datang lagi utusan Jendral Soedirman dan Bung Tomo. Kedatangan utusan tersebut dengan membawa surat untuk disampaikan kepada Hadhratus Syaikh Kyai Hasyim. Secara khusus Bung Tomo memohon kepada Kyai Hasyim mengeluarkan komando ‘jihad fi sabilillah’ bagi umat Islam Indonesia seperti fatwa jihad dalam menghadapi sekutu di pertempuran 10 November Surabaya.

Tidak lama berselang, Mbah Hasyim mendapat laporan dari Kyai Ghufron selaku pimpinan Sabilillah Surabaya bersama dua orang utusan Bung Tomo, bahwa Kota Singosari Malang yang juga merupakan basis pertahanan Hizbullah dan Sabilillah telah jatuh ke tangan Belanda. Kondisi para pejuang semakin tersudut, dan korban rakyat sipil kian meningkat. Mendengar laporan itu Mbah Hasyim berujar: “Masya Allah, masya Allah…” sambil memegang kepalanya duduk di kursi, tapi hal ini ditafsirkan oleh Kyai Ghufron bahwa beliau sedang mengantuk.
Akhirnya para tamu pun pamit keluar, tetapi Mbah Hasyim tetap diam tidak menjawab. Sehingga Kyai Ghufron mendekat ke Mbah Hasyim serta meminta kedua tamu tersebut meninggalkan tempat. Tak lama kemudian Kyai Ghufron baru menyadari bahwa Mbah Hasyim tidak sadarkan diri. Sehingga dengan tergopoh-gopoh ia memanggil keluarga dan membujurkan tubuh Mbah Hasyim.

Kala itu putra-putri Mbah Hasyim sedang tidak berada di Tebuireng karena hampir semua putra beliau ikut bertempur di barisan terdepan di medan laga. Tapi tidak lama kemudian mereka mulai berdatangan setelah mendengar sang ayahanda tidak sadarkan diri. Semisal Kyai Yusuf Hasyim yang waktu itu sedang berada di markas tentara pejuang, kemudian dapat hadir dan mendatangkan seorang dokter, yakni dr. Angka Nitisastro.

Walaupun dokter telah berusaha mengurangi penyakitnya, namun Alloh berkehendak lain. Hadhratus Syaikh KH. M. Hasyim Asy’ari tepat pada waktu sahur (pukul 03.00 dini hari) tanggal 07 Ramadhan 1366 H . “KAPUNDUT ING NGARSANE GUSTI ALLOH”

Sontak saja para santri yang saat itu sedang mengaji geger bercampur duka yang mendalam. Guru yang sangat dicintainya itu telah pamit pulang ke haribaan Ilahi Rabbi. Inna lillahi wainna ilaihi raji’un.

Kabar kewafatan Pendiri NU dan Ponpes. Tebuireng itu pun dengan cepat tersiar ke berbagai penjuru tanah air. Rasa bela sungkawa yang amat dalam datang dari hampir seluruh lapisan masyarakat, terutama dari para pejabat sipil maupun militer, kawan seperjuangan, para ulama, warga NU dan terlebih para santri Tebuireng. Umat Islam telah kehilangan pemimpin besarnya yang kini terbaring di pusara beliau di tengah Pondok Pesantren Tebuireng Jombang bersama pusara anak dan cucu beliau, termasuk KH. Wahid Hasyim dan KH. Abdurrohman Wahid juga Gus Solah yg baru saja wafat.

Beliau wafat ditengah upaya keras mempertahankan dan merebut kembali kemerdekaan dari tangan penjajah.
Atas jasa-jasa beliau selama perang kemerdekaan melawan Belanda (1945-1947), terutama yang berkaitan dengan fatwa Jihadnya yang sangat Fenomenal dan monumental yakni:
Perang melawan Belanda adalah jihad yang wajib dilaksanakan oleh semua umat Islam Indonesia.

Maka Presiden Soekarno lewat Keputusan Presiden (Kepres) No. 249/1964 menetapkan bahwa KH. Muhammad Hasyim Asy’ari sebagai pahlawan nasional.
Dan kini makam beliau beserta anak cucunya tak henti di ziarahi ribuan kaum muslim setiap hari dari seluruh penjuru negeri.

  • حصوصا الی حضرۃ الشيخ هاشيم اشعري..الفاتحۃ………
    بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
    الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
    الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيم
    مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ
    إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
    اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
    صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ
    غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّين
    ✍️📚 : EL AL
    #GenerasiMudaNusantara
    #SantriNusantara
    #IslamNusantara