Kiprah Santri Dalam Mewujudkan Indonesia Emas

Oleh: Zelda Isputri.

Mungkin istilah santri sudah tidak asing lagi di telinga kita. Ya, santri sebutan bagi seseorang yang mengenyam pendidikannya di lingkungan pesantren.

Musuh santri saat ini bukan lagi koloni, tetapi justru terdapat dalam diri sendiri. Apakah itu? Ya musuh santri adalah kemalasan yang kerap bersarang di hati sehingga ia enggan tuk belajar dan mengaji. Nabi Muhammad Saw bersabda bahwa jihad besar adalah melawan diri sendiri, salah satunya melawan diri dari sikap malas.

Adapun bunyi hadisnya :
رَجَعْتُمْ مِنَ اْلجِهَادِ اْلأَصْغَرِ إِلَى الجِهَادِ الأَكْبَرِ فَقِيْلَ وَمَا جِهَادُ الأَكْبَر يَا رَسُوْلَ الله؟ فَقَالَ جِهَادُ النَّفْسِ
“Kalian telah pulang dari sebuah pertempuran kecil menuju pertempuran besar. Lantas sahabat bertanya, “Apakah pertempuran akbar (yang lebih besar) itu wahai Rasulullah? Rasul menjawab, “jihad (memerangi) hawa nafsu.”

Dalam hadis tersebut dapat kita telaah bahwasanya jihad melawan hawa nafsu dapat dilakukan dengan melawan rasa malas.

Andai Nabi Muhammad SAW beserta sahabatnya malas untuk pergi berperang, bagaimana nasib umat islam ? tidak diragukan lagi, pasti akan kalah dengan non muslim.

Indonesia telah merdeka tentu bukan lagi masanya bagi santri untuk berperang mengangkat senjata dan menghabiskan darah di medan perang.

Sekali lagi, kita tidak lagi mengalami kolonialisme seperti yang terjadi sebelum dan beberapa tahun sesudah Indonesia merdeka. Oleh karena itu bentuk patriotisme santri zaman dahulu dengan sekarang jelas berbeda.

Patriotisme santri saat ini bukanlah bambu runcing guna berperang melawan kolonialisme melainkan santri fokus meningkatkan pengetahuan dan memperbaiki karakter kepribadiannya. Selain itu santri di era saat ini juga seyogyanya merambah bidang keilmuan lainnya guna menebar kemanfaatan dan kemaslahatan di berbagai sektor yang ada.

Sebagaimana yang kita lihat, selain berkiprah pada bidang agama Islam, lulusan santri pun cukup banyak menjadi guru, dosen, anggota TNI/POLRI, pengusaha, dan lain sebagainya. Ilmu agama yang dipelajari selama di pesantren diharapkan menjadi fondasi dalam melaksanakan tugas atau usahanya. Dengan kata lain, jiwa santrinya tetap melekat dalam dirinya dan tercermin dalam kehidupan sehari-harinya.

Puluhan bahkan jutaan santri masa kini merupakan aset untuk bangsa Indonesia di masa depan. Terlebih pada 2045, yang dimana negara kita tercinta ini memiliki cita cita yaitu menjadi Indonesia Emas.

Apalagi era saat ini semuanya serba digital, santri pun harus dapat mengisi era tersebut, jangan sebagai konsumen saja melainkan santri harus tampil juga sebagai produsen. Misalnya, dapat menciptakan inovasi teknologi. Tentu saja hasil akhirnya diperunutkkan bagi kemajuan bangsa Indonesia.

Selain itu, santri diharapkan menjadi agen of change terutama dalam kemajuan moral dan intelektual masyarakat yang telah dihasut oleh era milineal ini.

Santri jangan mengandalkan ilmu agama saja melainkan ia harus mengkolaborasi Pendidikan agama dengan Pendidikan umum supaya tidak kaget dengan perubahan jaman. Dengan begitu,Indonesia emas yang diharapkan Indonesia ini insyaallah akan terwujud.
# Mahasiswi PAI FTK UINSA, pembaca setia menara Madinah com#