Makam Sentot Alibasah Panglima Pangeran Diponegoro di Bengkulu

Makam Sentot Alibasyah Panglima Diponegoro di Bengkulu kini jadi Cagar Budaya. Namanya tetap harum karena beliau seorang pejuang melawan Belanda.  Berikut ini laporan dari Mohammad Abid Muaffan :

Sentot Alibasyah lahir kira-kira pada tahun 1808 dengan nama asli KPH. Ali Pascha Sentot Abdul Mustafa Prawirodirdjo. Sentot Alibasyah adalah putera dari Raden Rangga Prawirodirja III yang gugur dalam pertempuran melawan Belanda (Daendels) ketika umur Sentot masih dua tahun. Ibu Prawirodirja III (nenek Sentoto Alibasyah) adalah puteri dari Sultan Hamengku Buwono I.

Selain dikenal sebagai panglima perang Diponegoro sejak berusia 18 tahun, berdasarkan silsilahnya Sentot merupakan sepupu dari pangeran Diponegoro.

Kematian ayah Sentot di tangan Belanda merupakan salah satu pemicu bergabungnya Sentot dengan pasukan Diponegoro.

Sentot diangkat sebagai Senopati Diponegoro ketika usianya 20 tahu, tepatnya pada tahun 1828. Ia menggantikan Gusti Basah, salah seorang panglima Diponegoro yang gugur. Beberapa jam sebelum ia meninggal Gusti Basah meminta Diponegoro untuk menjadikan Sentot sebagai penggantinya.

Pasca kekalahan pada perang Diponegoro dengan Belanda, pihak Belanda menangkap dan memanfaatkan kekuatan Sentot Alibasyah.

Pada tahun 1829 Sentot ditangkap dan diadili di Batavia, tetapi dibebaskan kembali, dan diperintahkan menumpas pemberontakan Cina di Karawang dan Salatiga. Setelah berhasil, Setot dipanggil kembali ke Batavia dan diminta membantu serdadu Belanda melawan kaum Paderi di Sumatera Barat.

Akan tetapi, setiba setibanya ia di Sumatera Barat secara diam-diam Sentot justru mengadakan siasat kerja sama dengan Imam Bonjol dan pasukannya. Hal tersebut diketahui oleh Belanda dan mengakibatkan ia kemudia dipanggil kembali ke Batavia dan akhirnya dibuang ke Bengkulu tahun 1833.

Sebelum menjalani hukumannya, Sentot diizinkan menunaikan ibadah haji ke Mekah. Dalam pembuangan, Sentot banyak mengajarkan ilmu dan kaidah-kaidah agama Islam kepada masyarakat Bengkulu dan beliau meninggal pada tanggal 17 April 1855 semasa dalam pembuangan.