Lengah Pada Waktu

Oleh : Gus Ulil Abshar Abdalla

 

Ada gelombang rahasia yang menderas di sela gedung-gedung, yang seperti ingin mencakarmu itu, cintaku. Ya, gedung-gedung itu seperti menyimpan hasrat yang sulit disumbat, ingin menusuk kembali rembulan yang pernah terluka oleh puisi-puisi Zawawi.* Tetapi, tembok-tembok yang menjulang lantang itu, tetap tak bisa menyembunyikan rahasia, yang sejak dulu mengganggu orang-orang bijak agung, dari negeri Yunani dan Hindi.

 

Di balik tembok yang pejal itu, selalu ada rahasia yang ingin membisikimu: Akulah bongkah-bongkah semen, yang mustahlil tegak tanpa ruang dan waktu. Tetapi siapa yang peduli pada ruang dan waktu? Ia hadir begitu saja, sejak engkau pertama kali menghirup udara pagi. Ia tak pernah bisa masuk dalam tabel transaksi.

 

Hamparan tanah tempat para kuli menegakkan tembok-tembok raksasa itu, cintaku, tak bisa engkau sebut ruang. Apa yang engkau lihat bukanlah ruang. Sebagaimana cinta, ruang adalah mambang di kepalamu, bukan lekuk tanah yang menyusur perut lembah. Bersama waktu, ia saling berjejalin, berpilin, menyediakan tikar sederhana bagi para pecinta, melepaskan hasrat yang hangat, pada suatu malam yang buta.

 

Pada bongkahan semen yang kokoh itu, ada ruang dan waktu yang tak terindera, ada rahasia yang memungkinkan segala yang tiada menjadi ada. Tetapi siapa yang peduli pada ruang dan waktu? Bahkan aku pun kerap lengah pada waktu, cintaku, saat lumat mencumbumu, fana pada misteri yang menderu.

 

Ya, siapa yang peduli pada ruang dan waktu, cintaku, selain Junaid, Ghazali, dan para penggila Gitanyali?

 

Jatibening, Februari/2019 – Juli/2020

 

* Zawawi Imron menulis kumpulan puisi berjudul “Bulan Tertusuk Lalang”.

 

Gambar: Karena pandemi, tukung cukur tutup semua. Lalu, gondronglah kami. Bunyai Raudloh Quds, terima kasih untuk kiriman kaosnya. Salam buat Kang Bibih. 😁