Dari Grobog- (an) ia dilahirkan mengeja Asma’ul mu’adhom dari usia dini hingga dewasa dari membaca, melihat serta memandang dan menghayati perjalanan hidupnya hingga ia belajar bela diri dan bertabi’at Ila syekh ma’as syekh berdaulat dalam belajar baiat Tarekat Walisongo hingga meneruskan tirakat perjalanannya hingga kota Joyoboyo (Kediri), kota dimana sejarah sang putra sang Airlangga (Brahmana Raja Bali) hingga kini sabda-sabdanya terbukti hingga perkembangan zaman, baginya Kediri Meneguhkan Jatidiri.
Dalam perjalanan hidupnya sangat lika-liku antara lain pertarungan politik, budaya, sosial, kedaulatan dalam kemakmuran jiwa dalam dirinya hingga kedaulatan dalam sandang, papan dan pangan (pertumbuhan ekonomi kerakyatan) butuh di perjuangkan demi makna kehidupan sejati “Urip iku Urup”.
Tirakat Jawane – Thoriqot Arabe hingga mereproduksi dalam catatan kenyataan menjadi sumber kontroversi lughot serta maknawi dalam pergolakan organisasi kaderisasi hingga pergerakan sejati; akhirnya memberikan penglihatan dalam sudut dhohiron wabathinan dalam konteks sir nya yaitu perjalanan Thoriqot Pergerakan “Eling Asale – Eling Baline” (Nyirami Akal – Madhangi Ati) hingga kini perjalannya tidak berhenti dalam ucap belaka akan tetapi diteruskan dalam konteks lelaku (lakon) hingga guna menjadi perilaku yang kelak nanti menjadi persifatan dalam kehidupan sehari-hari dalam menyongsong su-sunan struktural – kultural sosial masyarakat, bernegara dan berbangsa dalam bentuk kebhinnekaan.
Setapak demi setapak dalam perjalanannya hingga kini ia berada dalam naungan Ma’unahNya dan restu para guru mursyidnya dalam menjalankan beberapa Tarekatnya para gurunya.
Hingga sekarang ia berada dalam lautan yang sangat dalam ia berada dalam kesunyian, keheningan yang sakral yaitu Kem-Bali Jatidiri untuk menemukan guru sejati, sejatinya guru ialah Jatidiri.
Bali, 17 Februari 2020
(Nusa, Bangsa, Bahasa Indonesia; La ilahaillallah)
*Catatan Sang Gerilyawan*
BE (Kader Pergerakan).
Totok Budiantoro
Koresponden MM.com